Malam hari setelah adzan isya berkumandang di antero masjid Bogor. Terlihat Dehan yang sudah bersiap-siap untuk tidur setelah selesai melaksanakan kewajiban.
Piyama tidurnya begitu lucu, sangat cocok dengan perawakannya yang putih serta tampan paripurrna. Dan kini ia sudah berbaring nyaman di ranjang, tubuhnya ditutup rapi selimut tebalnya.
Drtt...,
Drtt...,
Getar hp di atas nakas, tepat di sebelah Dehan.
"Hp siapa?"
Dia nampak keheranan, berarti itu bukan hp miliknya. Namun tak lama setelah itu, terlihat ia yang akhirnya bergerak memeriksa hp.
"Bang Ilham?" gumamnya terlihat bingung melihat nama si pemanggil yang tertera di layar hp.
Tapi tak berapa lama setelah itu, tiba-tiba matanya menatap tajam layar hp di tangannya, "Apaan coba si Ilham, ganjen banget nelepon istri orang malam-malam," dumelnya sendirian dengan muka yang langsung masam, rupanya baru sadar dengan nama itu.
"Rasain kamu, haha," lanjutnya dengan suara begitu pelan, sembari melebar senyum smirk di wajahnya.
Tutt...,
Telepon tersambung, rupanya ia mengangkatnya. Entah apa rencananya.
"Nesya, sayanggg. Cepat kesini dong, dingin banget nih, mau pelukkkk,"
Yang benar saja, bisa-bisanya dia berteriak begitu, padahal jelas-jelas Nesya tak ada di kamar itu.
Tuttt...,
Sambungan telepon berakhir sendiri tanpa Dehan sentuh, persis yang ia harapkan. Hm, sepertinya ada yang panas di ujung telepon sana.
"HAHA," tawa lepas Dehan seketika menyapa. Sungguh ia terlihat sangat bahagia dengan keusilannya itu.
Drtt...,
Drtt...,
Getar hp lagi yang diletak sembarang di atas tempat tidur, tapi bukan hp yang tadi.
"Loh, ngapain Karina nelepon malam-malam gini. Udah kayak si Ilham aja, haha," gumam Dehan asik bicara dengan diri sendiri.
Namun tanpa tunggu lama, ia pun mengangkat panggilan itu, "Iya, kenapa Rin?" ucapnya tanpa basi-basi salam, seolah tak tertarik dengan panggilan itu.
"Halo, Dehan," suara lembut Karina menyapa dari ujung telepon.
"Iya, kenapa?" balas Dehan terdengar malas.
"Eh, Han. Besok aku ulang tahun, kebetulan ada acara syukuran di rumah. Jadi ceritanya aku ngundang kamu secara pribadi nih. Tolong datang ya, Han. Aku bakal marah sama kamu kalau kamu sampai gak datang. Gak usah bawa apa-apa, aku cuma minta kehadiran kamu aja."
"Lah, kenapa nih cewek," batin Dehan merasa tak nyaman. Entah apa yang salah, bukannya kemarin ia sangat mendambakan perempuan ini?
"Oh iya, Rin. Aku usahain ya besok," tanggapnya kemudian dengan wajah tak antusias.
"Makasih, Han. Bakal aku tunggu banget."
"Haha, iyaaa," balas Dehan tak tentu. Bukan karena salting, namun lebih ke tidak tertarik dengan obrolan.
"Dehannn, kok kamu gak kunci pintu depan sih tadi," tiba-tiba Nesya masuk ke kamar.
Dehan nampak terperanjat, "Eh, udah dulu ya Rin," ucapnya pelan, dan langsung mematikan sambungan telepon tanpa menunggu persetujuan.
"Hah, masa sih Nes? Perasaan, udah aku kunci tadi," balasnya kemudian, berusaha terlihat santai.
"Mana ada, untung aku cek ulang tadi."
"Iya iya, maaf. Berati aku lupa tadi. Yaudah, ayolah sini tidur," ucap Dehan dengan senyum manisnya. Padahal tadinya wajahnya begitu masam.
Dengan perasaan tak karuan, Nesya pun berjalan menghampiri tempat tidur.
"Tadi si Ilham nelepon," celetuk Dehan setelah Nesya berada di sebelahnya.
Nesya tampak mengernyit, "Bang Ilham?"
Dan seperti biasa, Dehan tampak dongkol jika Nesya menyebut nama Ilham, "Iya, abang kamu si Ilham."
"Dia bilang apa?" lanjut Nesya bertanya.
"Dih, gak sempat ngobrol sama dia. Tanya lah sendiri."
"Lah, jadi tadi?"
"Ya gak tau, pas mau aku angkat udah dimatiin."
"Oh gitu, makasih infonya. Aku telepon balik ya?"
"Yaudah, apa juga urusannya sama aku," ucap Dehan arogan, namun wajahnya jelas terlihat jengkel.
"Halo, Bang Ilham," sapa Nesya tiba-tiba yang entah kapan ia menghubungkan sambungan telepon.
"Assalamu'alaikum, Nes," terdengar pula balasan Ustadz Ilham, rupanya benar telepon sudah tersambung.
"Wa'alaikumussalam, Abang kenapa nelepon tadi?" ucap Nesya langsung saja ke inti.
"Itu, Nes. Besok kan ada acara di panti, kamu jadi datang kan?"
"Oh iya, Bang. Besok ya ternyata acaranya, sampai lupa. Insyaa Allah bakal Nesya usahain datang, Bang."
"Nah, bagus. Abang tunggu ya besok."
"Hehe, iya Bang."
"Kalau gitu kamu istirahat sekarang, udah lar....,"
Srepp....Tuttt,
Telepon berakhir tiba-tiba. Pelakunya adalah Dehan, dia merampas hp dari tangan Nesya tanpa berbicara apa-apa.
"Dehan, kok...!" Nesya sudah tidak dapat berkata-kata lagi.
"Bukan urusan aku," sarkas Dehan enteng saja, bersamaan dengan ia yang langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur, lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Persis anak kecil yang sedang merajuk.
Nesya tampak menghela napas berat melihat tingkah suaminya, "Kamu kenapa sih, Dehan? Bilang kalau ada yang salah di mata kamu," tuturnya terdengar begitu lembut.
"Besok kamu mau kemana?" sambar Dehan dari dalam kurungan selimut.
"Mau ke panti, acara yang Bang Ilham bilang kemar...,"
"Aku ikut!" Potong Dehan secepat kilat.
Nesya menatap tak percaya, "Kamu serius mau ikut?"
"Iya, apa gak boleh?" ketus Dehan masih betah dalam selimut.
Akhirnya Nesya tak dapat lagi menahan senyum ulah kelakuan lucu suaminya, "Boleh dong, Dehan. Justru aku senang banget kalau kamu mau ikut. Tapi emang kamu gak ada acara besok?"
"Gak ada," balasnya singkat tak ada beban, padahal ia ada rencana mau datang ke acara syukuran Karina.
Vote dan Komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Santri Idaman
Teen FictionKetika santri tampan berkelakuan angkuh dijodohkan dengan gadis lugu lulusan SMA yang dibesarkan di panti asuhan. Bagaimana kiri-kira akhir kisah pasangan suami istri ini? Akan kah tumbuh rasa di antara mereka, atau malah perceraian yang menyapa? St...