"Ya ampun, anak Mama mesranyaaa."
Uhuk...Uhuk....Byurrrr,
Semua makanan di mulut Dehan tersembur keluar, wajahnya panik memerah seketika. Hm, entah sejak kapan Mamanya berdiri disana.
"Eh...Eh, kenapa, gak usah malu gitu," lanjut Sang Mama dengan senyum terkulum, sengaja menggoda tanpa memperdulikan keadaan Dehan.
Nesya balas memasang senyum tak karuan ke arah Mama mertuanya, merasa canggung juga tentunya. Namun tak sempat menanggapi candaannya karena Dehan yang tersedak hebat di sebelahnya.
"Ini, minum dulu," ucapnya lembut, seraya menyerahkan gelas berisi air ke tangan Dehan.
Segera Dehan meneguknya. Tak lama setelah itupun nampak keadannya yang mulai membaik. Sudah bisa bernapas tenang, dan wajahnya tak semerah tadi lagi.
"Aduh, Mama senang sekali lihat kalian akur begini," celetuk Sang Mama setelahnya.
Tatapan kesal Dehan langsung menyorot tajam, "Mama kenapasih datang gak bilang-bilang."
Bukannya tersinggung atau bagaimana, justru senyum terkulum semakin bertambah di wajah Sang Mama, "Loh, kenapa. Orang ini rumah anak Mama, ngapain mesti ijin segala."
"Bu-bukan gitu loh Mah maksu...,"
"Iya iya, Mama ngerti. Lagian kenapa pakai malu segala sih, orang kalian suami istri yang sah."
"Ish, Mama apaansih," rengek Dehan dengan pipinya yang mulai memerah lagi.
"Udah, Mama kesini karena ada hal penting yang mau diomongin."
"Ayo masuk ke dalam dulu, Mah," celetuk Nesya dengan sopan.
"Gak usah, Nak. Kita ngobrol di luar ini aja, kayaknya lebih adem juga," balas Mama mertuanya, bersamaan dengan ia yang mengambil posisi duduk di bangku yang berhadapan dengan Dehan dan Nesya.
Nesya tak menjawab lagi, ia hanya balas mengangguk pelan disertai senyum tipis di bibir.
"Kenapa, Mah?" sambar Dehan tak sabaran.
"Sebenarnya sudah lama Mama mau menyampaikan hal ini, aturannya pas waktu Dehan di rumah sakit kemarin. Namun karena keadaannya begitu, ya jadinya Mama undur saja. Nah, ini soal kelanjutan pendidikan Nesya. Mama sama Papa berencana ingin melanjutkan pendidikan Nesya di ponpes yang sama dengan Dehan. Jadi, gimana menurut kalian?"
"Loh, kok gitu. Gak bisa...Gak bisa, nanti yang ada si Nesya malah keganjenan sama Ustadz Ilham," seketika Dehan membatin heboh, bisa-bisanya pikirannya langsung menjurus kesana.
Sedangkan Nesya tampak diam saja, tentu saja ia tidak berani memberikan keputusan tanpa didahului Dehan.
"Nesya, gimana menurut kamu, Nak? Apa kamu bersedia melanjutkan pendidikan disana? Atau mau tempat yang lain saj...,"
"Eh, enggak Mah," malah Dehan yang menyambar secepat kilat.
Mamanya dan Nesya sontak menatap heran, "Maksud kamu, Han?" ucap Mamanya dengan alis mengernyit.
"Enggak Mah, Dehan gak setuju kalau Nesya melanjutkan pendidikan lagi. Biar dia fokus aja dengan urusan rumah tangga," jawab Dehan mantap, dan kali ini aura kedewasaannya nampak keluar.
"Gak bisa gitu dong, Nak. Nesya juga perlu mengejar mimpinya. Lagian apa yang harus sebegitu diurusnya dari rumah tangga kalian, anak juga kalian belum punya."
"Ya, pokoknya Dehan gak setuju aja."
"Gak masalah, ini urusan Mama sama Papa."
"Apanya yang gak masalah, Mah. Nesya istri aku, hak kebebasannya ada di aku.
Seketika Mamanya meneguk kasar saliva, tak menyangka jika putranya akan seperduli itu dengan hal ini.
"Eh, bu-bukan gitu maksud Mama," ucapnya jadi merasa tak enak. Dalam pikirnya, apa yang dikatakan Dehan memanglah benar. Jadi tak pantas ia mengatakan hal tadi dengan enteng.
"Tapi ada baiknya kita tanya keputusan Nesya," tambahnya dengan perasaan campur aduk.
Memangnya gadis polos itu bisa berkata apa lagi jika suaminya sudah berkata demikian, "Nesya ikut apa kata Dehan, Mah,"
Tampak Mama mertuanya yang menghela napas berat, sembari menatap lekat wajah Nesya, "Kamu yakin sama keputusan kamu ini, Nak. Kalau cuma karena takut Dehan, bilang aja, biar nanti Mama yang urus."
Tawa halus Nesya terdengar menyapa, "Haha, gak kok Mah. Ini sepenuhnya keputusan Nesya sendiri, bukan karena takut atau apa. Lagian Nesya juga senang bisa mengurus Dehan tiap hari."
Blus...,
Ada pipi yang memerah lagi di sebelah sana, siapa lagi kalau bukan Dehan. Ternyata selain tukang gengsi, dia juga tukang salah tingkah.
"Yasudah kalau memang begitu keputusan kalian. Mama sama Papa bisa berbuat apa lagi," tanggap Sang Mama kemudian. Tak bisa dipungkiri jika ia merasa bahagia juga, bahagia karena sepertinya rumah tangga putranya mulai berangsur membaik.
"Atau mungkin sekarang kalian lagi fokus program cucu buat Mama?"
Dehan sontak menatap tak bernyawa ke arah Mamanya.
"Mama, ish!!" ia langsung merengut kesal.
Sementara Nesya, tampak senyum tak enak ke arah Mama mertuanya itu.
"Loh, kenapa. Mana tau itu rumah tangga yang dimaksud Dehan tadi," goda Sang Mama malah semakin menjadi.
"Kabar bagus kalau kalian sudah program hamil, Mama sama Papa merasa sangat senang. Lagian tidak ada yang jadi penghalang memang, kan yang hamil nanti Nesya," lanjutnya lagi tiada habisnya.
"Mama, udah lohhh!!" gerutu Dehan ingin mati saja rasanya sekarang.
Seketika tawa renyah Sang Mama menyapa, "Haha, iya iya. Lucu memang kalian, malu-malu kucing si Dehan."
"Kalau gitu Mama permisi dulu, obrolan ini sepertinya sudah selesai, " tambahnya riang, bersamaan dengan ia yang berdiri dari posisi duduknya.
Sang Mama pun berlalu, menyisakan Dehan dan Nesya di teras rumah. Keadaan terasa sangat canggung sekarang, Dehan bahkan tak sanggup lagi menatap wajah Nesya, begitu juga sebaliknya.
"A-aku mau ke kamar dulu," celetuk Dehan tak karuan, dan langsung beranjak dari hadapan Nesya.
Dehan juga berlalu, namun Nesya tetap memilih duduk kembali di bangku teras. Perasaannya juga nampak tak stabil setelah guyonan dari Mama mertuanya tadi.
"Mama apaansih ngomongin cucu segala,"
Dehan kini sedang mondar-mandir tak jelas di dalam kamar. Rasanya suhu tubuhnya begitu panas, padahal kamar juga on Ac.
"Tapi kalau dipikir-pikir emang gak salah sih Mama ngomong gitu, suami istri kan emang harus punya anak. Ah, gak bakal...gak bakal. Orang kami nikah tanpa ada rasa cinta," lanjutnya menggerutu heboh sendirian.
"Tapi kami kan suami istri, jadi harus ngelakuin itu juga. Tapi masalahnya kami gak saling cinta,"
"Tapi pengen--"
Segera!
Vote dan komen ya ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Santri Idaman
Teen FictionKetika santri tampan berkelakuan angkuh dijodohkan dengan gadis lugu lulusan SMA yang dibesarkan di panti asuhan. Bagaimana kiri-kira akhir kisah pasangan suami istri ini? Akan kah tumbuh rasa di antara mereka, atau malah perceraian yang menyapa? St...