Dehan dan Nesya masih berada di rumah sakit. Ruang rawat itu terasa begitu hening, keduanya seakan berlomba bungkam. Mungkin karena kecanggungan di antara keduanya yang masih begitu kuat. Atau karena sifat mereka berdua yang memang bertolak belakang, yang satu pendiam, dan yang satunya lagi gengsian setinggi langit.
Ceklek....,
Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka, menampakkan wajah perawat dari baliknya. Lengkap dengan nampan berisi makanan di tangannya.
Nesya langsung memasang wajah ramah saat perawat itu menghampiri.
"Pasien makan dulu ya, karena tadi lemas banget. Dan lagian belum makan juga sedari pagi," ucap Perawat tersenyum ramah, bersamaan dengan ia yang meletakkan nampan di atas nakas.
"Tolong diawasi ya, Mba," sambungnya sembari melangkah keluar.
"Iya, Sus. Terima kasih," balas Nesya sopan.
Suster itu pun berlalu, menyisakan kembali Dehan dan Nesya di ruangan itu.
Dehan menatap sekilas ke arah Nesya, kemudian dengan cepat mengalihkan pandangan dari gadis itu. Seakan ingin menyampaikan sesuatu, namun tidak jadi karena gengsi.
Nesya terlihat menghela napas pelan, kemudian berjalan mengambil makanan yang berada di atas nakas tadi.
"Kamu makan dulu ya," ucap Nesya begitu lembut, sembari berjalan menghampiri tepi ranjang Dehan.
Dehan menatap sayu ke arah Nesya, "Aku masih lemas, nanti aja. Belum sanggup buat bangun."
"A-aku suapin," ucap Nesya dengan segala keberanian yang ia kumpulkan.
Lalu Dehan tampak mengangguk pelan beriring senyum tipis.
Tanpa tunggu lama, Nesya langsung menyuapi suaminya itu setulus hati. Namun lagi-lagi tidak ada cengkrama di antara keduanya, tetap diam bagai kompetisi bisu.
Sekitar 7 menit berlalu, Dehan hampir selesai menghabisi makanannya yang berupa bubur. Namun masih ada sisa sedikit lagi, dan wajah Dehan sudah jelas menggambarkan penolakan.
"Satu suap lagi ya, tanggung banget," Nesya membujuk lembut.
"Gak bisa lagi, udah kenyang," tolak Dehan dengan suaranya yang masih lemas.
"Tinggal satu suap ini, makan aja ya biar cepat bertenaga lagi."
Akhirnya dengan berat hati Dehan pun membuka mulutnya. Kemudian langsung Nesya suapkan bubur itu.
"Huwekkk," Dehan tiba-tiba mual setelah menerima suapan terakhir.
"Eh, kamu mau muntah?!" Nesya jadi panik kalang kabut.
"Eumm," suara Dehan yang sedang menahan muntahan di mulutnya.
"Yaudah, muntahin aja disini," Nesya menampungkan wadah bubur tadi di bawah dagu Dehan.
Sakhhh....,
Dehan memuntahkan seluruh isi perutnya ke dalam wadah. Kemudian Nesya dengan telaten memijat-mijat tengkuk Dehan agar muntahannya tidak tertahan di dalam.
Sekitar 5 menit kemudian, barulah Dehan merasa tenang kembali. Dan Nesya dengan sigap mengelap bekas muntahan di mulut suaminya itu menggunakan tisu.
"Yaudah, tidur dulu ya sekarang," celetuk Nesya setelah dirasanya beres semua.
Dehan hanya mengangguk semakin lemah, lalu menutup perlahan matanya.
"Aku keluar sebentar," ucap Nesya pelan.
Mata Dehan langsung terbuka lagi mendengarnya, "Mau kemana?" tanyanya persis bocah yang takut ditinggal ibunya.
"Mau ke ruangan Dokter buat tebus resep obat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Santri Idaman
Teen FictionKetika santri tampan berkelakuan angkuh dijodohkan dengan gadis lugu lulusan SMA yang dibesarkan di panti asuhan. Bagaimana kiri-kira akhir kisah pasangan suami istri ini? Akan kah tumbuh rasa di antara mereka, atau malah perceraian yang menyapa? St...