Chapter 17

1.5K 113 7
                                    

22 Juli 2022

•••

Cinta menghela napas. "Kamu benar, aku memang dituduh nyuri, tapi barang bukti ada di aku jadi ... ya aku gak bisa ngelak, mungkin aku lupa aku udah nyuri."

"Mana ada yang begitu, Ta. Aku yakin kamu bukan nyuri." Lucas penuh keyakinan, dan Cinta hanya menatapnya heran. "Kamu anak-anak saat itu, kan?"

"Sebenarnya ya, aku emang gak ngerasa nyuri sama sekali, tapi ya udahlah masa lalu ya masa lalu. Gak usah diungkit lagi, gak penting kok." Cinta menggedikan bahu. "Cuman itu aja yang mau kubilang sih, toh aku udah lama lupainnya, Ibuku juga udah tenang pastinya di surga karena aku udah bebas. Jadi apa yang harus aku pikirin?"

"Kamu tau, Ta. Aku tau aku lancang, tapi aku berani buka kasus kamu itu lagi, kalau kamu mau." Cinta terkejut akan penuturan itu. "Karena di gelang itu, faktanya, gak ada sidik jari kamu, dan kenapa bisa ada di kantong celana kamu, apa kamu gak merasa aneh dan curiga?"

"Ka-kamu tau?"

"Ya taulah, Ta. Ada banyak hal yang harus aku tau sebelum menerima seseorang masuk dalam hidupku. Jadi sebelumnya aku mohon maaf kalau lancang, karena sebagai sahabat, aku akan jujur, aku ngorek banyak informasi soal kamu di masa lalu." Entah kenapa, Cinta tak emosi, memang seharusnya begitu sih.

"Oh, gitu." Ia mengangguk mengerti. "Tapi kamu gak bilang dari awal?"

"Ugh, aku khawatir kamu marah, jadi .. kamu gak marah?" Oh, Cinta mengerti hal itu sih.

"Buat apa marah? Toh memang seharusnya gitu, sih. Lebih baik. Jadi ... keknya aku diterima apa adanya di sini." Cinta tersenyum, ia malah senang, anehnya. Dan Lucas balik tersenyum karenanya.

Syukurlah.

"Kalau gitu ... apa kamu mau bersihin nama baik kamu dan ibu kamu lagi?"

Membersihkan nama baik? Oh, Cinta sangat ingin itu, ibunya tak lagi disebut wanita tak bisa mendidik karena anaknya mencuri, dan dia bisa bebas dari gelar bekas tahanan di sana.

"Orang yang menuduh kamu, udah kukantongi identitasnya, mereka keknya dalam masa terpuruk karena perusahaan yang gulung tikar sih, jadi keknya makin gampang ya kan?"

Mendengar hal itu, Cinta terkejut, ia menatap Lucas tak percaya. "Iya?"

"Iya. Udah lama kalah telak dan tergeser. Keknya karma buat mereka udah menjarain anak gak bersalah." Oh, Cinta sama sekali tak tahu lagi soal itu.

Dan mendengarnya, Cinta ... jadi merasa kasihan.

Cinta mengingat masa lalunya, sebenarnya ia dan anak itu cukup banyak kenangan, sampai akhirnya mereka sampai ke jenjang sekolah yang sama. Cinta selalu jadi juara, dia menang di segala sisi, dan sering dielu-elukan. Harusnya Cinta sadar di masa lalu, ada rasa iri yang tumbuh dari temannya itu.

Cinta tak mau menuduh tapi ... satu-satunya clue hanya di sana.

"Gak usah deh." Mendengarnya, Lucas tersentak.

"Lho? Kamu kasihan sama mereka, Ta? Ta, mereka menjarain kamu, lho. Kamu yang anak kecil. Mereka juga bikin Ibu kamu meninggal. Sekarang mereka dalam masa rapuh karena karma, kita tinggal sentil aja biar karmanya ngena, Ta." Lucas menegaskan, jujur saja dia tak sabar balas dendam dari dulu, tetapi ia ingin bergerak jelas atas seizin dan semau Cinta.

Karena Cinta kan diperlukan dalam persidangan nanti, kalau anaknya tidak tahu ya tak bisa.

Cinta malah menggeleng pelan, dia seperti tak berniat melakukannya sama sekali. "Enggak udah, Luke. Biarin aja semua berjalan kek semestinya."

"Tapi, Ta--"

"Luke!" Cinta memasukkan paha ayam goreng ke mulut Lucas agar pria itu diam. "Ingat perjanjian kita kan? Udahlah, aku gak papa, banyak yang tau aku enggak salah. Di penjara juga, banyak yang temenan samaku dan percaya samaku. Lalu kamu. Udah deh masa lalu ya masa lalu, move on aja deh."

Lucas menghela napas pasrah. "Ya udah deh."

"Jadi, selain kamu tau soal kasusku, kamu tau apa lagi?" tanya Cinta, menatap dengan mata memicing pria itu, seperti mengintimidasinya.

"Gak banyak, sih." Lucas tertawa seraya menggedikan bahu.

"Apa air terjun salah satunya?"

"Mm-hm ...." Lucas begitu jujurnya. "Kamu mau tau tentangku gak? Biar adil gitu."

"I am listening." Cinta menatap dengan senyuman jailnya. "Jadi, selain kamu suka kentut sembarangan, atau kamu maniak susu, apa lagi?"

"Lah, mau tau aibnya doang gitu?" Keduanya hanya tertawa.

"Kan kamu sering cerita ke aku soal masa lalu kamu, kakek yang penekan, home schooling, terus ke kampus ambis tanpa temen cuman fokus kerja, setelah kakek kamu meninggal kamu bisa bebas dari workaholic paksa dan akhirnya ngeluarin inner child, apa lagi? Oh, kamu bucin cewek yang kamu temui setelah melepas masa kerja rodi."

Lucas tertawa akan cerita singkat tentangnya dari Cinta.

"Oh, dan aku penasaran satu hal."

"Apa?" Cinta menatap Lucas yang asyik makan dengan lahap daging panggangnya.

"Sepertinya di rumah, kamu lumayan ditakuti sama pelayan kamu, bahkan mereka gak nanya-nanya pas kamu suruh ini itu, dan mereka juga gak berani nanya-nanya samaku, seakan kamu nekan mereka."

Lucas mengerutkan kening sejenak, sebelum akhirnya tertawa pelan. "Itu tertera di kontrak mereka, tapi aku gak bermaksud nekan mereka sumpah, wajahku aja yang keliatan sangar tapi sebenarnya, alasanku gitu sih ... aku males aja sama orang banyak tanya."

"Alasan yang sangat membagongkan." Lucas menertawakan tanggapan Cinta. "Jadi apa kamu males samaku karena aku banyak tanya?"

"Entahlah, kalau kamu yang nanya, aku justru antusias jawabnya." Apa itu pujian? "Karena kamu nanya hal yang menurutku bukan hal remeh-temeh ngasal, pertanyaan kamu seru, coba bayangin pas aku suruh mereka nyapu, mereka nanya, buat apa nyapu? Kan aku gedek."

Cinta manggut-manggut. "Masuk akal."

"Ya kan? Terlebih lagi, aku juga nyaman sama kamu, Ta." Lucas menatap Cinta, tersenyum hangat ke arahnya, dan Cinta balik menatap dengan wajah yang ... agak canggung. "Kamu bikin aku nyaman banget."

"Baguslah, kalau kamu nyaman, berarti aku gak makan gaji buta kan?" Cinta bercanda dan Lucas tertawa lagi. Namun jauh di lubuk hati wanita itu, ada perasaan berdebar ditatapi seorang pria berkharisma tinggi sepertinya.

Ugh, jangan baperan, mereka hanya sahabat yang punya perjanjian hitam di atas putih.

Baik ia dan Lucas, sama-sama tak ada rasa.

Cinta tak merasakannya, dan Lucas masih terbayangi masa lalu, jelas tak mungkin.

"Ta, tu sosis kamu pegangin terus, kalau gak dimakan kasih aku aja." Lucas siap mencomot makanan Cinta tetapi Cinta menghindarinya.

"Ish, enak aja! Eh astaga, udah habis semua kamu abisin?!" pekik Cinta melihat nampan kosong, hanya sisa tusukan saja malah.

Lucas malah cengengesan. "Lagian dari tadi gak sambil dimakan, ya gitu, akunya keblablasan."

"Perut kamu ngeri!" Cinta mendengkus sebal.

"Ngerian kamu kan, nasi pecel aja enam kali nambah."

"Tapi itu karena aku gak makan dari pagi, terus kamu apa nih? Masa sosis doang aku sisanya?" Cinta masih mengomel. "Mana mau diambil, ish!"

"Ih, maaf maaf, tu Mamang sama anaknya masih manggang yang lain kok. Jangan marah dong." Lucas menoel-noel pipi Cinta dengan gemas.

Cinta menepis tangannya. "Dih, dasar." Dengan cemberut, Cinta memakan sosis miliknya.

Lucas tertawa pelan, memperhatikan lekat betapa imutnya Cinta kala makan seraya mengomel. Lucu.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

BOSKU SAYANG, BOSKU SIALAN! [B.U. Series - L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang