Manusia, merupakan bentuk perwujudan dari hewan yang berakal. Otak di dalam tempurung kepala mereka sebagian kecil masih bisa digunakan untuk berpikir.
Berbeda dengan binatang yang lebih cenderung menggunakan insting mereka.
Setidaknya itulah yang dipercayai oleh Darian sebelum dia bertemu dengan Quinn.
Sebut saja si sinting. Begitulah Darian menyebutnya.
"Darian!"
Lagi-lagi suara melengking itu. Mendengarnya saja Darian sudah merasa lelah. Meskipun si pemilik suara masih nan jauh di sana, tapi aura kegilannya sudah menembus keramaian yang ada.
Seluruh penghuni sekolah, baik yang sedang berjalan di lorong atau nongkrong di depan kelas mengarahkan perhatiannya kepada Quinn. Gadis urakan dengan baju yang keluar sana sini.
Dandanannya menunjukkan bahwa anak itu tak mempedulikan aturan sekolah sama sekali. Apalagi rambutnya yang panjang digelung ala kadarnya seperti ibu-ibu yang kerepotan menggendong anak.
"DARIAN!"
Fase kegilaan tahap awal. Darian mempercepat langkahnya. Berusaha menghindari tatapan para siswa yang bertanya-tanya tentang fenomena ini.
"DARIANNNNNNNNN!"
Fase kegilaan tahap menengah. Seiring kerasnya suara Quinn, maka Darian pun akan semakin mempercepat langkahnya.
"DARRRRRRR-----LINGGGGGGGG!"
Shit! Stress! Umpat Darian di dalam hati. Menggunakan penutup hoodienya untuk menutup telinga, Darian masih merasa malu dengan suara Quinn yang semakin keras, mendayu-dayu, dan cempreng menukik telinga.
Quinn yang merasa diabaikan oleh Darian tak lantas menyerah. Dia dengan langkah raksasanya berusaha mengejar pemuda itu. Orang-orang di sekitarnya segera menepi begitu Quinn lewat karena tak ingin berurusan dengan preman sekolah sepertinya.
"DARLING KAMU BUDEK YA?!"
Darian terpaksa berhenti ketika Quinn dengan wajah kesal menghadang jalannya menuju kelas.
"Minggir." desis Darian tajam. Mata elangnya menghujam langsung pada netra Quinn yang seperti bulan sabit.
"Apa, Sayang?" bukannya takut, Quinn justru semakin menjadi-jadi. Wajahnya bahkan dibuat semenggemaskan mungkin. Tapi sayang, Darian merasa tidak tergoda sama sekali.
"Minggir saya bilang."
"Ayang mau ke kelas?" tanya Quinn dengan nada manis dibuat-buat.
Darian yang sudah sangat jengah lantaran ditatap aneh oleh orang-orang lantas menggeser tubuh Quinn sedikit kuat agar gadis itu menepi sedikit. Dengan gerakan kilat dia melewati Quinn begitu saja.
Namun kesialan yang harus dirasakan Darian tidaklah sampai di situ saja. Karena Quinn terus saja mengganggunya dengan terus berjalan di samping kanan Darian.
"Istirahat nanti jemput aku ke kelas ya, Beib."
Masih tak ada sahutan. Tapi Quinn tidak menyerah begitu saja, gadis itu berpindah tempat lalu berjalan di sisi kiri Darian. Masih mencoba menarik atensinya.
"Ada menu baru di kantin. Sate belut rica-rica. Pengen deh. Sepertinya aku ngidam."
Darian semakin mengabaikan gadis itu. Langkahnya berbelok ke kanan pada ujung koridor lalu menaiki tangga menuju kelasnya yang ada di lantai dua.
"NANTI KALAU ANAK KITA ILERAN BAGAIMANA?"
FUCK! Menahan kesal dan malu luar biasa karena kebohongan gila dari Quinn, Darian pun segera kembali menuruni anak tangga untuk bertatap muka lagi dengan Quinn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes! My Quinn.
Mystère / ThrillerKehidupan Quinn Aru tidak pernah jauh dari kata menyedihkan. Dibenci saudara dan menerima cinta palsu dari keluarga adalah salah satunya. Tapi bagi Quinn, itu semua--- sudah biasa. Kehidupannya yang membosankan berubah karena kehadiran orang baru se...