Pernahkah kumbang yang mencintai nektar bunga sesekali hinggap di atas tempat sampah?
Atau pernahkah lalat yang ditakdirkan memeluk sampah sesekali mencoba nektar bunga?
Jawabannya tidak. Bahkan jika benar itu terjadi, maka fenomena tersebut biasa disebut sebagai anomali. Keajaiban yang tak biasa.
Namun, jika fenomena anomali terjadi secara bersamaan, maka bisakah hal itu disebut sebagai keanehan? Atau justru berubah haluan menjadi normal?
Pertanyaan seperti itulah yang terus saja berkutat di dalam otak Darian.
Ya. Di dalam otak. Pikiran. Bahkan setiap nadinya.
Darian sibuk memikirkan alasan apa yang membuat Quinn terus-terusan mengekorinya selama satu bulan ini.
Dan kegilaannya itu lebih intens setelah Quinn pindah rumah. Tepat di sebelah panti asuhan tempat Darian tinggal.
Semenjak itu Quinn tak pernah absen mendatangi dan terus mengganggu Darian.
Mulai dari jam istirahat, kegiatan ekstrakulikuler, bahkan sampai pulang dan pergi sekolah pun Quinn selalu ada di sekitar Darian.
Gadis itu benar-benar menempel dalam istilah nyata. Bahkan lebih parah semenjak kejadian jatuh dari tangga waktu itu.
"Darlingggggg~ pulang yukkk!"
Siswa penghuni IPA 1 yang merupakan murid-murid dengan nilai teratas hanya menatap jengah ke arah gadis itu. Sudah biasa pikir mereka. Karena hampir lebih dari satu bulan ini Quinn selalu menempel pada Darian.
"Pulang sendiri." jawab Darian cuek. Dia berlalu begitu saja.
Sama seperti sebelumnya, Darian tak pernah mau pulang bersama Quinn. Meskipun Quinn selalu mengatakan bahwa Darian ingkar janji karena menolak pulang dengannya, namun Darian tak pernah mau ambil pusing.
Darian bukanlah tipikal manusia yang akan memikirkan perkataan orang lain sampai rambutnya rontok. Dia cenderung cuek dan masa bodoh.
"You are such a liar, Darian! Katanya mau pulang bareng terus kalau rumah kita searah!" protes Quinn. Namun Darian mengabaikannya. Dia terus saja berjalan menjauh.
"Dasar pembohong! Tukang ingkar janji! Pria tidak berprinsip!"
Darian berpura-pura tuli. Dia menganggap ledekan Quinn yang menuduhnya sebagai tukang ingkar janji hanyalah angin lalu semata. Karena pada kenyataannya, Darian memang tak pernah menjanjikan apapun.
Tapi Quinn tidak mau berhenti. Dia terus saja mengikuti pemuda itu sampai ke parkiran.
Menahan tangan Darian yang hendak meraih sepeda gayung miliknya, Quinn berupaya untuk mendapatkan atensi pemuda itu.
"Darling~~~ Aku lapar. Kakiku masih sakit juga." ucap Quinn memelas. Wajahnya dibuat seolah sudah menahan lapar puluhan tahun. Gadis itu bahkan membawa-bawa luka pada kakinya.
Tentu saja Darian tak percaya, karena cara jalan Quinn saja lebih cepat daripada kuda pacuan. Belum lagi pemuda itu juga masih kesal, karena kemarin waktu di rumah sakit, Quinn menghilang secara tiba-tiba.
Darian panik. Apalagi dia juga tak bisa menghubungi Quinn karena ponselnya dibawa oleh gadis itu. Bahkan jika ponselnya ada pun, Darian juga tetap tak bisa menghubungi Quinn, karena ia tak memiliki nomornya.
"Dariannnnnnnn! Aku bilang aku lapar! Kakiku juga sakit! Dahiku nyut-nyutan! Perutku pusing! Kepalaku keroncongan!"
"Mana ada kepala pusing, perut keroncongan. Omong kosong!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Yes! My Quinn.
Mystery / ThrillerKehidupan Quinn Aru tidak pernah jauh dari kata menyedihkan. Dibenci saudara dan menerima cinta palsu dari keluarga adalah salah satunya. Tapi bagi Quinn, itu semua--- sudah biasa. Kehidupannya yang membosankan berubah karena kehadiran orang baru se...