Bab 14. Nightmare (3)

58 26 0
                                    

Arsenio sudah tertidur selama dua jam lebih. Dengkuran halus khas orang kelelahan membuat Quinn yakin jika pemuda itu tidak akan bangun. Maka dengan penuh kehati-hatian, Quinn bergerak perlahan untuk mengambil kunci apartemennya yang berbentuk kartu tipis seperti ATM. Itu adalah kunci keamanan ganda yang sengaja Quinn pasang, dan sialnya kini berbalik menyerang gadis itu sendiri. Karena pintu apartemennya tidak akan bisa terbuka jika tidak menggunakan kartu tersebut.

Berjalan jinjit, Quinn berusaha mati-matian menahan nafas ketika tangannya terulur menuju saku Arsen.

Sedikit lagi. Hanya tinggal satu tarikan saja dan kartu itu akan berhasil jatuh ke dalam genggaman Quinn.

Keringat dingin membasahi punggung Quinn saat netra gadis itu melihat wajah Arsen dengan seksama.

Jika sedang tidur begini, Arsen akan terlihat sama normalnya dengan remaja lain. Tapi jika sudah membuka mata, maka pembunuh bayaran sekali pun akan ketakutan dengan pandangannya yang dingin dan kelam.

Dulu, Quinn jatuh cinta pada Arsen karena pemuda itu selalu ada di sisinya. Bersikap lembut dan mencintainya sepenuh hati, tapi semuanya berubah karena obsesi Arsen untuk memiliki Quinn seorang diri.

Arsenio tidak pernah membiarkan Quinn berinteraksi dengan orang lain termasuk keluarganya sendiri. Pria itu selalu mengatur segalanya dalam hidup Quinn. Termasuk dimana, dengan siapa dan apa yang dilakukan oleh Quinn. Segalanya harus berada di bawah kendali Arsen.

Srettt ...

Kunci kamar berhasil Quinn dapatkan. Sembari menahan euforia kemenangan, Quinn berusaha untuk turun dari ranjang dengan begitu tenang.

"Kamu senang?"

"AHHHHH!"

TAP.

Arsenio langsung mencekal tangan Quinn dan merebut kartu itu darinya. Pemuda tampan berwajah lesu itu lantas memasukkan kunci kamar tersebut ke dalam kantongnya lagi.

Kini, Arsen sudah terbangun dan duduk sambil bersandar pada kepala ranjang. Tapi tangan kirinya masih menggenggam erat tangan kanan Quinn dan membuat gadis itu kehilangan kesempatan untuk kabur.

"Arsen ..." Quinn merengek. Dia mencoba merayu Arsen dengan wajah memelas, tapi Arsen tak menggubrisnya. Pria itu masih duduk tenang dengan mata segelap malam yang terus menatap wajah panik Quinn.

Jangan tanyakan mengapa Quinn tidak melawan padahal ia memiliki kemampuan beladiri. Tentu saja karena sejak awal Quinn sudah pesimis bisa melawan Arsen. Sebab orang yang mengajarkan ilmu bela pada Quinn adalah Arsen sendiri. Dan Quinn paham betul bagaimana kemampuan Arsen. Selama ini gadis itu tidak pernah sekali pun melihat Arsen kalah.

"Arsen. Lepas ... Ini sakit." rengek Quinn sedikit berlebihan.

Arsen yang mendengar gadisnya berakting lemah pun jadi tersulut emosi. Ditariknya tangan Quinn sampai tubuh gadis itu membentur dadanya yang bidang. Saat Quinn ingin bergerak menjauh, Arsen langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Quinn dan membuatnya kesulitan bergerak.

"Quinn, aku sudah cukup bersabar membiarkanmu bertindak seenaknya. Tapi, jika kamu masih saja mencoba kabur, aku tidak punya pilihan lain selain memborgol tanganmu dengan tanganku. Kamu mau seperti itu?"

"NO! Jangan seperti ini, Arsen. Aku mohon ... Lepaskan aku. Aku janji, aku tidak akan kabur lagi darimu. Tapi tolong biarkan aku hidup normal seperti yang lainnya, ya? Hmm?"

"Tidak bisa, Quinn Sayang. Aku tidak akan membiarkanmu berkeliaran sendirian. Hatimu itu kan labil sekali. Kamu mudah sekali jatuh hati pada orang. Hmm ... Siapa namanya? Durian?"

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang