Bab 15. Nightmare (4-End)

73 25 1
                                    

Sudah tiga hari ini Quinn disekap oleh Arsen di dalam apartemennya sendiri. Dan selama itu pula, pemuda tersebut tidak membiarkan Quinn bebas bergerak sendirian.

Arsen akan selalu mengikuti Quinn bahkan saat ke kamar mandi. Tentu saja Arsen hanya berjaga di depan. Dia tidak mungkin ikut masuk ke belakang. Setidaknya, Arsen masih memiliki kewarasan untuk tidak bersikap kurang ajar.

"Sudah selesai?"

"BELUM!"

Padahal Arsen bertanya dengan nada santai, tapi Quinn membalasnya dengan teriakan keras. Seolah terbiasa dengan sikap buas gadisnya, Arsen justru tersenyum simpul mendengarkan semua sumpah serapah Quinn untuknya.

Beberapa saat kemudian Quinn sudah selesai mandi dan ke luar dengan kondisi yang sangat segar. Arsen dibuat terpana saat melihat gadis itu ke luar dengan rambut yang masih basah.

"Ayo. Aku akan mengeringkan rambutmu." ucapnya langsung menyambar tangan Quinn. Gadis itu sudah terlalu lelah melawan.

Terhitung Quinn sudah mencoba kabur sebanyak dua belas kali. Itu artinya, dalam sehari dia akan mencoba meloloskan diri sebanyak empat kali. Dan semuanya gagal. Karena Arsen selalu satu langkah mendahului siasat Quinn.

"Duduklah." titah Arsen seraya menarik kursi rias untuk diduduki oleh gadisnya.

Terlihat jika tidak ada lagi borgol yang terbelenggu di tangan Quinn. Karena Arsen memang sudah melepaskannya. Pemuda itu hanya memasangkannya saat mereka akan tidur. Yang berarti, Quinn dan Arsen selalu tidur satu ranjang. Tapi tidak pernah terjadi apapun di antara mereka.

"Bagaimana? Apa suhunya sudah pas?"

"Hmm." jawab Quinn seadanya. Dia masih marah pada Arsen, jadi tidak mau bersikap manis. Tapi sejujurnya, Quinn sudah lebih tenang dibandingkan awal pertemuan mereka.

Iya. Itu karena Arsen selalu memperlakukan Quinn dengan hangat sekalipun Quinn hanya mengumpat saja padanya.

Arsen sudah lebih bisa menjaga emosinya, karena pria itu tidak mau membuat gadis itu ketakutan. Strateginya sekarang adalah membuat Quinn nyaman dan lupa jika sedang disekap.

"Hari ini mau sarapan apa?" Arsen juga semakin mengurangi penggunaan kata 'Sayang' untuk membuat kewaspadaan Quinn menurun.

"Terserah."

"Hahaha ... Tipikal perempuan sekali, ya." sindir Arsen dengan tawa sinis.

"Memangnya kalau aku bilang ingin makan di luar. Kamu akan setuju?" Quinn membalas dengan lebih sinis juga.

"Tentu saja. Kenapa tidak?"

"Apa? Kamu serius?" Quinn yang tak percaya dengan jawaban Arsen pun memutuskan untuk langsung berbalik badan dan menatap Arsen.

Karena posisi Arsen sedang berdiri dan Quinn duduk, maka Arsen bisa mengamati wajah Quinn dengan lebih jelas. Tangannya tanpa sadar bergerak untuk menyisir halus surai panjang Quinn. Arsen terus saja melakukannya seperti orang yang terhipnotis. Seolah dia tidak sanggup untuk melepaskan tangannya dari rambut Quinn.

"ARSEN!"

"Huh? Apa? Kamu mengatakan sesuatu, Sayang?"

"Soal makan di luar. Apa kamu serius?" Quinn bertanya dengan sorot mata berbinar. Jelas sekali dia sangat antusias dengan hal itu.

Sebenarnya Arsen tidak berniat melakukan hal itu. Dia hanya tidak sengaja mengiyakan pertanyaan Quinn karena pikirannya terlalu fokus pada helaian indah rambut sang gadis.

Tapi setelah mempertimbangkan segalanya, Arsen merasa tidak akan masalah jika kali ini mereka makan berdua di luar.

"Iya. Aku serius. Asalkan kamu tidak mencoba kabur lagi, aku tidak masalah jika kita sering jalan-jalan ke luar."

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang