Suara anak-anak kecil yang berteriak meminta makan. Keramaian karena saling berebut kursi. Serta kebisingan meja yang dipukul-pukul karena rasa lapar sudah biasa Darian dengarkan di pagi hari. Semua itu adalah rutinitas normal di panti asuhan tempat ia tinggal.
Terutama ketika hari libur seperti di Minggu pagi yang cerah ini.
Tapi, saat ini semuanya terasa beda. Tak ada lagi yang sama. Apalagi jika bukan karena perilaku gila Quinn.
"Makan! Makan! Makannnn!" teriak Quinn lantang. Dia seperti sedang memberikan komando pada anak-anak panti agar mengikutinya.
Quinn yang benar-benar pindah rumah, tepat di sebelah panti asuhan Darian, muncul secara mengejutkan tadi pagi. Di luar jendela kamar Darian. Membuat si empu tertawa layaknya orang gila.
Pemuda itu bahkan sampai menjerit ketakutan saking kagetnya, begitu sadar jika Quinn benar-benar nyata. Keberadaan gadis itu sudah seperti hantu yang muncul tanpa aba-aba.
Suara ribut itu pula yang membuat beberapa anak terbangun dan langsung berlari menerobos kamarnya tadi shubuh.
"Diam." ancam Darian sambil menatap tajam Quinn yang sedang duduk manis di meja makan. Pemuda itu kemudian meletakkan lauk berupa tumis sawi dan rempeyek ikan di atas meja.
"Kak Darian, jangan jahat sama Kak Quinn, dongg!" protes Nakula.
Bocah laki-laki bergigi ompong itu segera berlari menghampiri Quinn lalu memeluk lengannya erat. Seolah tengah melindungi Quinn dari monster jahat. Dan Darian lah monsternya di sini.
"Kak Darian tidak berbuat jahat. Kakak hanya sedang mengajarkan etika makan yang baik. Paham?" sanggah Darian.
"Ngajarin kan tidak boleh marah-marah. Tapi kenapa Kak Darian marahin Kak Quinn?" Srikandi ikut memihak Quinn. Bocah manis yang baru saja naik ke kelas 6 SD itu nampak begitu membela Quinn.
Bahkan hampir seluruh anak-anak di panti memang menyukai Quinn saat ini. Padahal mereka baru bertemu tadi shubuh. Itu artinya Quinn baru saja mengenal mereka dalam waktu tiga jam. Tapi anehnya, semua bocah yang telah Darian rawat sedari kecil itu seolah sudah mengenal Quinn lebih dari satu abad lamanya.
"Kamu apakan adik-adik saya?"
"Aku tidak melakukan apa-apa, kok. Memangnya mereka kenapa, sih?" Quinn jengkel dituduh yang tidak-tidak.
Tapi, Darian mengabaikannya. Dia lebih memilih untuk menatap ke dua puluh satu adiknya yang sudah duduk rapi di atas meja makan dan juga di atas karpet.
Karena meja makan hanya cukup untuk menampung 10 orang saja. Termasuk Quinn dan Darian. Maka, pemuda itu memang selalu merolling giliran untuk makan di atas meja.
"Ayo cepat duduk. Waktunya makan." titah Darian kepada bocah-bocah kecil itu. Rentang usia mereka mulai dari 5 sampai 12 tahun. Darian Satu-satunya yang berusia 17 tahun di sini.
"Kenapa kita semua tidak makan di bawah saja, sih? Karpetnya kan juga sangat luas?" Quinn bertanya murni karena penasaran. Dia baru menyadari jika ternyata meja yang tengah ia tempati tak cukup untuk menampung semua orang.
Sebenarnya pertanyaan Quinn itu tidak aneh. Hanya saja, Darian sudah terbiasa dengan kondisi sekarang. Karena penjaga panti yang mengajarkannya untuk menggilir tempat duduk sejak kecil. Sehingga pada akhirnya, semua anak tumbuh dengan pemikiran seperti itu.
Bahwa semuanya punya giliran masing-masing untuk duduk di atas meja makan.
"Ini sudah peraturan." jawab Darian setelah terkesiap beberapa saat.
"Peraturan panti atau peraturan kamu?"
Anak-anak kecil yang sudah mau duduk pun mengurungkan niatnya. Mereka lebih memilih mendengarkan percakapan Darian dan Quinn dengan seksama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Yes! My Quinn.
Mystery / ThrillerKehidupan Quinn Aru tidak pernah jauh dari kata menyedihkan. Dibenci saudara dan menerima cinta palsu dari keluarga adalah salah satunya. Tapi bagi Quinn, itu semua--- sudah biasa. Kehidupannya yang membosankan berubah karena kehadiran orang baru se...