Bab 19. Tongkat

57 25 2
                                    

Setelah pingsan selama lebih dari tiga jam, Quinn akhirnya sadarkan diri dengan perasaan linglung. Dia masih pusing dan kebingungan dalam mengelola informasi.

Itu semua mendesak masuk ke dalam otaknya. Seperti barang bawaan yang dipaksa muat ke dalam bagasi yang kecil.

Quinn mengingatnya.

Tentang penculikan dua tahun yang lalu, Quinn sudah ingat semua detailnya.

Saat itu, Arsen hanya berusaha membawa Quinn, Nea, dan Rizvan untuk kabur dari lingkaran setan keluarga mereka. Tapi sialnya, mereka tertangkap.

Sebagai anak keenam, Arsen berusaha mati-matian untuk melindungi Quinn dari anak keempat, seorang perwira polisi yang memiliki kemampuan menyerang jarak jauh.

Dan ketika mereka semua tertangkap, keempatnya segera digiring menuju sebuah ruang bawah tanah yang biasa digunakan untuk tempat pemujaan. Ada batu besar seukuran ranjang kecil di tengah-tengah ruangan. Itu digunakan sebagai tempat penyerahan korban.

Dengan kata lain, jika anak kelima berhasil menghabisi Quinn, maka tubuh Quinn akan diletakkan di situ untuk digunakan sebagai persembahan ritual. Tapi karena anak kelima belum muncul, maka hal tersebut membuat para anggota keluarga lainnya tidak bisa melakukan apapun kepada Quinn.

Nea dan Rizvan sudah diringkus lebih dulu dan 'disucikan' oleh keluarga masing-masing. Sedangkan Arsen dan Quinn, keduanya akan 'disucikan' beramai-ramai di ruangan itu.

Ingatan Quinn terputus pada momen itu. Hanya sampai titik itu saja. Karena selanjutnya, yang Quinn ingat hanyalah suara teriakan Arsen saat berusaha melindunginya.

"Kamu sudah ingat?"

"Arsen ..."

Arsen tersenyum simpul lantas menarik tubuh Quinn masuk ke dalam pelukannya. Dia ingin menenangkan gadis itu. Itu adalah yang dipikirkannya.

Tapi sejatinya, ada dorongan lain yang membuat Arsen tidak ingin melepaskan Quinn. Itu seperti --- keinginan untuk menelan Quinn hidup-hidup.

"Aku mencintaimu, Quinn. Tidak peduli apapun peranku, aku --- akan selalu menjadi orang yang paling mencintaimu."

Warna itu, yang menyelimuti tubuh Arsen, adalah sebuah merah pekat. Padahal sebelumnya, warna merah tersebut sangat indah, cerah, terang, dan manis.

Tapi ketika Arsen mengatakan cinta, warna merah itu mendadak berubah gelap. Seperti air jernih yang dilempari lumpur kotor.

Quinn yang belum pernah melihat warna itu sebelumnya, tidak berani mengatakan apa-apa. Karena bagaimana pun juga, Arsen adalah sebuah oasis yang terkadang bersembunyi di balik fatamorgana.

"Bagaimana dengan Nea, dan Kak Rizvan?"

"Mereka sudah ingat. Setelah ini, semuanya pasti akan berakhir Quinn. Kamu tenang saja."

"Arsen ..."

"Hmm."

"Apa yang terjadi di ruang bawah tanah itu? Aku ... Tidak bisa mengingat apa-apa setelah mereka menyeretku ke depan kuali berisi air hitam waktu itu."

"Mereka menghapus ingatan kalian semua, dan juga aku."

"Lalu bagaimana kamu bisa ingat kembali?"

"Aku tidak pernah kehilangan ingatanku, Quinn."

Menguraikan pelukan mereka, Quinn mendongak ke atas agar bisa melihat maksud ucapan Arsenio. Pria itu menatap Quinn dengan pandangan kosong. Sama seperti dua tahun lalu.

"Bagaimana bisa?"

"Karena itu adalah kelebihanku."

"Kelebihanmu? Maksudnya-"

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang