Bab 4. Si Cupu

66 28 3
                                    

"Huuu ... huuuu ..."

"Hiks ... hikss ..."

"HUAAAAAA!"

Suara tangis anak-anak kecil saling bersahutan. Mereka semua ketakutan sekaligus cemas melihat banyaknya lebam yang ada pada dahi, tangan dan kaki Quinn.

Ya. Memang Quinn yang terluka cukup parah di sini dan bukannya Darian.

Darian yang terjatuh tapi Quinn yang bonyok-bonyok. Sungguh tidak masuk akal tapi itulah yang terjadi. Sebab ketika melihat tanda-tanda Darian akan terjatuh, Quinn dengan sigap segera berlari ke arahnya.

Menangkap tubuh besar Darian menggunakan seluruh tubuhnya lalu menendang tangga yang hampir menjatuhi mereka berdua.

Dan inilah hasilnya sekarang.

Dahi Quinn tergores dan berdarah sedikit. Tangan dan kakinya mulai membiru. Semuanya menjadi panik.

"Sudah-sudahhh. Cupp! Jangan menangis terus, dong. Kak Quinn tidak apa-apa, kok. Tidak sakit sama sekali." ucap Quinn panik.

Gadis itu tidak khawatir sama sekali dengan luka-lukanya. Dia justru lebih mencemaskan para bocah yang tak hentinya meneteskan airmata.

Diperhatikan seperti ini benar-benar membuat Quinn canggung.

"Mbak Rahma sudah datang. Kita ke rumah sakit sekarang." ucap Darian tegas dan dengan wajah dingin.

Pemuda itu berjalan masuk dengan cepat. Memakai jaket dan dompetnya dengan sedikit kasar. Di belakangnya, seorang perempuan cantik yang usianya mungkin hampir kepala tiga berjalan mengikuti.

"Ayo, saya bantu berdiri." ucap Darian tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Namun rahangnya yang mengeras tertangkap jelas oleh netra Quinn. Juga warnanya. Quinn tahu jika Darian sedang marah.

"Ke mana?" tanya Quinn dengan wajah polosnya, "rumah sakit?" lanjutnya lagi karena Darian tak menjawab pertanyaannya.

Pemuda itu mengangguk samar, dia hendak meraih tangan Quinn namun segera ditolak mentah-mentah oleh gadis itu.

"Tidak mau!" tolak Quinn serius, "aku kan sudah bilang, kalau luka seperti ini mah bukan masalah!"

"Tapi dahi kamu berdarah, Dek." perempuan yang dipanggil Darian dengan sebutan Mbak Rahma itu mencoba memberikan pengertian pada Quinn.

Namun gadis itu justru menatap curiga ke arahnya. Quinn sudah seperti seekor kucing yang takut ikan asinnya dicuri oleh kucing lain.

"Mbak siapa, ya? Kok sok-sokan panggil aku Dek, sih?"

"Jangan kasar. Mbak Rahma ke sini karena saya yang memanggil. Saya pinjam motornya. Sekalian minta tolong untuk menjaga anak-anak."

Melihat Darian memperingatkannya perihal Mbak Rahma, darah Quinn justru semakin mendidih. Dia kepanasan. Antara cemburu dan jengkel karena merasa ada orang ketiga di antara mereka.

"NO! Pokoknya aku tidak mau pergi! Cupu sekali kalau ke rumah sakit hanya karena kejatuhan tangga!"

"Cupu bagaimana, sih?!" suara Darian semakin meninggi. Pemuda itu sudah pasti sangat murka karena kebebalan Quinn.

"Ya cupu! Lemah! Lembek! Kesannya aku menye-menye sekali! Pokoknya tidak ya tidak!"

Darian sudah menahan kesabarannya semenjak tadi. Dia marah dan merasa bersalah. Menganggap bahwa luka yang ada pada tubuh Quinn adalah tanggungjawabnya.

Karena itu dia keukeh untuk membawa Quinn ke rumah sakit meskipun tabungan pribadinya tinggal sedikit. Untuk saat ini, Darian tak mau memikirkan masalah uang. Yang paling penting Quinn ditangani terlebih dahulu.

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang