Bab 16. Dreaming

81 25 11
                                    

____________
*****
Tiga Tahun yang lalu

"Apa pukulanku menyakitimu?"

"Tidak."

"Sungguh?"

"Iyaa, Quinn. Aku tidak terluka sedikit pun. Kamu bisa melihatnya, bukan?"

Quinn tersenyum mendengar penuturan Arsen yang begitu lembut. Pemuda itu kembali bangkit lalu mengulurkan tangannya kepada Quinn.

"Ayo bangun. Sebagai perayaan karena kamu sudah berhasil memukulku, maka aku akan membelikanmu es krim sepuasnya."

"Kamu serius?!"

Wajah antusias Quinn sanggup membuat rasa lelah Arsen lenyap seluruhnya. Pemuda yang masih duduk di bangku kelas 1 SMP itu pun mengangguk sebagai jawaban.

"Yeayyy!! Aku akan beli yang paling mahal!" teriak Quinn riang seraya menggenggam tangan Arsen dengan erat.

"Yang paling mahal? Apa kamu tahu berapa uang sakuku, Quinn?"

"Entahlah. Memangnya berapa? Lebih banyak dariku?"

"Memangnya berapa uang sakumu?"

Kedua bocah SMP itu berjalan beriringan. Arsen menggenggam tangan Quinn dan menjaganya agar tidak jatuh. Sedangkan Quinn, nampak senang berjalan di atas tepian jalan yang hanya cukup untuk satu kaki saja.

"Ayah memberikanku satu juta untuk setiap minggunya, sedangkan kakek memberiku dua juta untuk lima hari. Banyak, kan?"

"Ah ... Hanya segitu ..." gumam Arsen tanpa berniat merendahkan.

"Hanya segitu?! Itu banyak, Arsen! Teman-teman kelasku bahkan menyebutku sebagai anak sombong karena uang sakuku banyak sekali!"

"Kenapa menyebutmu sombong hanya karena uang sakumu banyak?"

"Tidak tahu. Tiba-tiba saja mereka begitu saat aku menjawab pertanyaan mereka tentang jumlah uang sakuku."

Arsen yang masih muda jelas melihat bagaimana raut kesedihan gadis itu. Sikapnya yang dewasa dan pembawaannya yang tenang membuat Arsen menjadi pribadi yang tangguh, hingga Quinn bisa bersikap manja seperti barusan.

Iya. Merengek ataupun mengeluh adalah sifat yang Quinn anggap sebagai kelemahan. Jika sampai gadis itu bisa menunjukkan hal tersebut pada orang lain, maka bisa dikatakan jika orang itu adalah kepercayaan Quinn.

"Kamu sedih?"

"Aku kesal! Seenaknya saja mereka mengataiku sombong hanya karena masalah uang saku!"

"Hmm ... Tapi kamu terlihat sedih, Quinn. Kenapa kamu sedih?"

Mendadak langkah kaki Quinn jadi berhenti saat mendengar ucapan Arsen barusan. Gadis itu masih berpegangan pada tangan Arsen dan berupaya untuk turun.

"Hati-hati." ucap Arsen lembut seraya membantu Quinn untuk turun.

Begitu mereka berdua sudah berhadapan dan berdiri sejajar, maka saat itu juga Quinn langsung meninju wajah Arsen, yang sayangnya berhasil digagalkan oleh pemuda itu.

"Kenapa tiba-tiba mau memukulku?"

"Kamu menyebalkan!"

"Aku?"

"Iya, kamu!"

"Tapi apa yang kulakukan? Kenapa aku membuatmu kesal?" tanya Arsen tak paham. Pemuda itu sungguh tidak tahu dimana letak kesalahannya.

"Pokoknya menyebalkan! Dasar sok tahu!"

Ah ... Arsen mulai paham. Pemuda itu akhirnya mengerti jika saat ini Quinn sedang merasa malu karena perasaannya terkuak oleh Arsen.

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang