Bab 18. Para Keturunan

64 23 0
                                    

Tidak peduli seberapa keras kepalanya Quinn, gadis itu masih memiliki akal sehat untuk tetap diam di dalam kamar mandi, ketika beberapa orang misterius masuk ke dalam ruang inap Arsen.

Berbeda dengan Quinn yang terlihat sangat ketakutan, Arsen justru nampak sangat santai saat menyambut tiga orang pria berbadan besar itu. Pakaian ketiganya serba putih sampai menyilaukan mata.

"Selamat datang, Tuan-tuan. Kalian ingin minum teh dahulu?" tanya Arsen dengan nada bicara yang sengaja dibuat manis. Dengan menyilangkan kaki, Arsen terlihat bak seorang pimpinan geng mafia ketimbang pasien rumah sakit.

"Anda sudah melanggar perjanjian kita, Tuan Arsen. Sebagai hukumannya, Anda harus kembali ke rumah sakit jiwa lagi."

"Hmm ... Di sana memang seru, sih. Tapi aku mudah bosan. Jadi, aku di sini saja, ya?"

"Tidak bisa. Anda telah gagal untuk melenyapkan nyawa target. Jadi, Anda harus menerima konsekuensinya, Tuan."

"Tidak mau." jawab Arsen dengan memasang wajah tengik yang begitu alami.

"Jangan mempersulit prosedur, Tuan. Kami-"

"Apa? Kalian akan membunuhku?"

"Tentu saja tidak. Nyawa Anda dilindungi oleh perjanjian antar keluarga, jadi-"

"Maka dari itu pergilah dari sini, sialan."

Desisan Arsen yang sarat dengan kemarahan mampu membuat ketiga pria itu gentar. Tapi karena mereka sangat loyal dengan organisasi, maka tidak ada pilihan lain selain memaksa untuk membawa Arsen pergi.

"Kami akan memakai kekerasan jika Anda masih saja melawan."

Jangan tanya bagaimana mereka bisa sepercaya diri itu di tempat umum begini, karena sudah pasti jika rumah sakit ini ada di bawah naungan organisasi mereka.

"Tidak masalah. Aku juga tidak berniat mengampuni nyawa kalian hari ini."

Ketiga orang itu saling pandang sebelum akhirnya berkata, "Anda sendiri yang mempersulit masalah ini, Tuan. Akan kami pastikan bahwa anak ketiga akan mendatangi Anda sebagai balasannya."

Setelah berucap demikian, ketiga orang tersebut langsung pergi tanpa berpamitan. Untuk sejenak Arsen hampir saja lupa cara bernafas. Walaupun di luar ia nampak tenang, tapi hatinya bergejolak hebat karena harus menahan segalanya.

Pemuda itu tidak yakin bisa menang melawan tiga orang itu dalam kondisinya yang tidak baik ini.

"Kamu boleh ke luar, Quinn."

Mendengar Arsen memanggilnya, Quinn pun memberanikan diri untuk berjalan ke luar. Gadis itu masih nampak ketakutan. Tangannya bahkan terlihat jelas tengah bergetar.

"Kemarilah. Jangan khawatir, mereka sudah pergi."

"Aku tidak percaya padamu."

"Apa?"

"Mereka bilang kamu gagal menghabisi nyawa target, Arsen. Itu maksudnya, aku kan? Apa kamu bersekongkol dengan para Ibu tiriku untuk melenyapkanku, Arsen? Kenapa? Kenapa kamu tega sekali?!"

Arsen terlihat sendu sekali ketika melihat wajah kecewa Quinn. Belum lagi karena gadis itu berusaha keras untuk menyembunyikan ketakutannya. Quinn itu di permukaan saja yang nampak gahar, padahal di dalam, dia adalah gadis yang mudah takut.

"Iya, kamu benar, aku memang diberikan tugas untuk melenyapkanmu, tapi bukan ibu tirimu yang menyuruh. Lagipula, aku tidak mau melakukan hal itu. Buktinya, aku menolak untuk menyakitimu sampai mau dijebloskan ke rumah sakit jiwa lagi, bukan?"

Quinn masih tidak mau mempercayai perkataan Arsen. Gadis itu nampak sangat waspada.

"Baiklah, Quinn. Bukankah kedua mata cantikmu itu masih berfungsi. Apakah kamu melihat aura pembunuh dariku?"

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang