"Tidak dijawab?" Darian kembali bertanya sesaat setelah Rizvan melakukan panggilan telepon pada Quinn.
Nea yang baru saja kembali dari rumah utama Quinn pun langsung bergegas menuju kedua pria itu, yang sedang menunggunya di dalam mobil.
"Kita berangkat sekarang. Alamatnya sudah kupegang." ucap Nea tanpa basa-basi. Gadis itu langsung masuk ke kursi belakang dan duduk dengan tenang.
"Ada berapa alamat?" tanya Rizvan sembari menyalakan mesin mobil.
"Ada lima. Tapi Pak De bilang, Quinn paling jarang datang ke alamat terakhir. Jadi, kita langsung ke sana saja."
"Kenapa bukan ke alamat yang sering didatangi Quinn saja?" tanya Darian tak paham.
"Karena jika Quinn ingin bersembunyi dari seseorang, dia pasti akan mendatangi tempat yang paling jarang dikunjungi. Logikanya begitu."
"Baiklah. Kita langsung menuju ke sana kalau begitu." balas Rizvan tanpa pikir panjang.
Ketiga remaja itu sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tapi polanya sama. Mereka semua mencemaskan kondisi Quinn saat ini.
Setelah Nea mendapatkan pesan yang berisikan tentang kedatangan Arsen, gadis itu pun tidak tinggal diam. Nea segera memberitahukan masalah ini pada Rizvan dan Darian, yang merupakan orang-orang terpercaya untuk sekarang.
Iya. Karena keluarga Quinn bukanlah orang yang bisa dipercaya.
Sebab dua tahun yang lalu, ketika Arsen menculik Quinn, keluarga besar Van Tarash adalah pihak yang ingin menutupi kejadian yang mereka anggap sebagai aib tersebut.
Jadi bagi Nea, keluarga sampah seperti itu bukanlah rekanan yang bisa dia percaya untuk menyelamatkan sahabatnya.
_ _ _ _ _
"Hmm ... Hmm ... Hmmm ..."
Mendengar senandung bernada rendah dari Arsen, Quinn merasa jika hidupnya benar-benar sedang di ujung tanduk.
Saat ini, pria itu sedang memasak sesuatu di dapur apartemen Quinn, dan Arsen memaksanya untuk duduk memperhatikan.
Pemuda itu bahagia bukan main karena bisa bersama dengan Quinn seperti ini. Amarahnya beberapa saat yang lalu langsung sirna begitu dia bertatap muka dengan Quinn. Terutama setelah dia pua memeluk gadisnya itu.
"Quinn, Sayang. Kamu mau spaghetti yang pedas atau tidak?"
Quinn tidak menjawab. Gadis itu hanya menatap cemas ke arah ponselnya yang sedang berada di dalam saku Arsen.
Ya. Setelah mengunci pintu apartemen, langkah yang Arsen lakukan selanjutnya adalah memutuskan semua alat komunikasi Quinn. Sebab pemuda itu tidak mau waktu berharganya dengan Quinn diganggu oleh siapapun.
Mendapati Quinn yang diam saja, Arsen pun membalik tubuhnya lantas menatap Quinn dengan senyum paling cerah.
"Apa, Sayang? Kamu mau apa? Pedas? Tidak pedas? Apa, hnn? Coba katakan."
"Arsen, aku- aku janji tidak akan kabur lagi. Tapi, tolong kembalikan ponselku."
"Kamu ini, ditanya apa jawabnya apa."
Meskipun nampak sangat normal, tapi Quinn yakin jika sebentar lagi Arsen akan mulai kumat dan menjadi gila karena ucapannya tidak dituruti.
"Ayo, coba dulu ini. Aaaa~"
Quinn masih menutup mulutnya rapat-rapat ketika Arsen dengan sangat telaten berusaha menyuapinya.
Melihat aura Arsen yang semakin menggelap, Quinn pun memutuskan untuk membuka mulut dan menerima suapan dari Arsen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Yes! My Quinn.
Misterio / SuspensoKehidupan Quinn Aru tidak pernah jauh dari kata menyedihkan. Dibenci saudara dan menerima cinta palsu dari keluarga adalah salah satunya. Tapi bagi Quinn, itu semua--- sudah biasa. Kehidupannya yang membosankan berubah karena kehadiran orang baru se...