________________
>>>>>>>>>>>>>Delapan Tahun Yang Lalu
"Kak Khalil!"
"Kak!"
"Kakak!! Kak Khalil!"
Quinn kecil terus saja berlari sampai kakinya merasa lelah hanya agar bisa mengejar langkah kaki kakaknya.
Gadis bertubuh gempal itu melompat begitu saja di depan Khalil dengan wajah cerianya.
"Kak! Lihat ... Quinn dapat nilai seratus di ulangan matematika. Guru bilang-"
"BERISIK!" bentak Khalil sekuat tenaga. Wajahnya memerah karena murka. Makin marah lagi ketika Abhelia terasa semakin erat menggenggam tangannya.
"Tidak lihat Abhel menangis gara-gara ulangannya dapat nilai jelek?! Dasar tukang pamer! Minggir!"
Kali ini tidak hanya dengan ucapan. Khalil bahkan mendorong Quinn sampai anak itu terjerembab ke belakang, dia juga dengan teganya menginjak kertas hasil ujian Quinn sampai lecek.
Lalu tanpa mau tahu bagaimana kondisi Quinn atau pun perasaannya, Khalil langsung saja pergi sambil menggandeng tangan Abhel.
"Cup ... Cup ... Sudah ya, Bhel. Jangan menangis lagi. Adek Kakak sudah pandai sekali kok dapat nilai 70. Itu bagus."
"Hiks ... T-tapi masih bagusan Quinn."
"Sssttt ... Jangan bicara begitu. Quinn kan anak nakal. Dia pasti nyontek."
Deg!
Jantung Quinn terasa sangat panas mendengar Kakaknya sendiri meremehkan semua hasil dari kerja kerasnya.
Quinn bahkan memilih untuk tidak bermain selama seminggu penuh agar ujiannya bisa dapat nilai bagus. Tapi kalimat yang barusan dilontarkan Khalil justru membuat mentalnya down. Quinn merasa terkhianati.
"Jahat sekali."
"Eh?" Quinn kaget dengan suara orang lain yang ada di belakangnya. Gadis kecil itu menoleh dan mendapati teman sekelas Khalil tengah berdiri menatapnya.
Bocah laki-laki berwajah kalem itu lantas mengambil kertas ujian Quinn yang barusan diinjak oleh Khalil. Dia juga mengulurkan tangan kepada Quinn.
"T-terima kasih, Kak." ucap Quinn tulus. Wajah sedihnya langsung hilang karena Quinn tidak mau terlihat seperti anak cengeng. Dia selalu saja begitu. Ingin terlihat seperti anak paling kuat dan ceria di alam semesta.
Alasannya hanya satu. Karena Quinn tidak mau Khalil semakin membencinya. Sebab Khalil pernah berkata jika dia benci anak cengeng seperti Quinn.
"Kalau Khalil tidak mau. Kamu jadi adikku saja."
"Hah?"
>>>>>>>>>>>>>
_________________ _ _
Khalil merasa ada yang salah dengan otaknya. Dia heran kenapa ucapan Quinn kemarin terus saja terngiang-ngiang di dalam benaknya.
"Ini terakhir kalinya aku memanggilmu Kakak. Dan terakhir kalinya pula kamu bisa mendengarku memanggilmu sebagai Kakak. Jadi dengarkan baik-baik suaraku, Kak."
"Ckkk! Sialan! Kenapa aku harus mendengar suara parasit itu terus, sih?!"
Pria itu tidak paham bagaimana caranya mengenyahkan hal tidak penting seperti ini. Karena itulah, Khalil memutuskan untuk jalan-jalan malam di taman rumah.
Dia berharap bahwa pekatnya malam akan mampu membiaskan pikirannya yang sedang suntuk. Baru saja duduk dengan tenang, pikiran Khalil sudah dibayarkan lagi oleh suara lembut seorang perempuan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Yes! My Quinn.
Mystery / ThrillerKehidupan Quinn Aru tidak pernah jauh dari kata menyedihkan. Dibenci saudara dan menerima cinta palsu dari keluarga adalah salah satunya. Tapi bagi Quinn, itu semua--- sudah biasa. Kehidupannya yang membosankan berubah karena kehadiran orang baru se...