Bab 9. Kesal

75 25 6
                                    

Apalagi sekarang?

Kira-kira begitulah isi hati Darian saat ini. Pemuda itu dihadang oleh pria aneh ketika dirinya sedang dalam perjalanan pulang bersama Quinn.

Merasa lelah dengan semua masalah yang sudah terjadi seharian, Darian tidak bisa menahan kesabarannya lagi.

Kepalanya bertanduk saat ini, dan Quinn merasa ngeri melihat betapa gelapnya aura Darian.

"D-Darling? K-kamu marah, ya?" Quinn bertanya. Wajahnya terlihat gugup sekali. Jika biasanya gadis itu akan langsung berbicara blak-blakan. Maka lain halnya sekarang. Quinn sangat berhati-hati. Dia bahkan memilih diam di atas boncengan sepeda Darian.

"Turun."

"K-kita lewati saja dia. Lagipula-'

"Quinn. Turun."

"Haikkk! Siap, Pak Bos!"

Rasa takut berganti kebahagiaan. Dalam sekejap kegugupan yang dialami Quinn langsung enyah begitu Darian memanggil namanya.

Gadis itu girang bukan main. Ini pertama kalinya Darian memanggil Quinn dengan nama gadis itu sendiri.

Setelah Quinn turun dari boncengan, Darian juga ikut turun. Pemuda itu masih memegang stir sepeda tapi matanya menatap nyalang ke arah pria yang sedang menghadang jalan mereka.

"Saya tidak tahu siapa namamu. Tapi seingat saya, kau itu anak Osis, kan?"

Pria berseragam sama dengan Darian itu mengangguk. Melihat warna dasinya, Darian sadar jika pria itu adalah kakak kelasnya.

"Ada perlu apa dengan saya?"

"Tidak ada."

Darian mengernyit. Dia semakin kesal karena merasa ini akan buang-buang waktu saja.

"Kalau memang tidak ada urusan dengan saya, lalu kenapa menghalangi jalan dengan mobil seperti ini? Kurang kerjaan?"

"Aku tidak ada urusan denganmu. Urusanku itu dengan anak gadis di belakangmu, Darlan."

"Darian." meski santai. Tapi cara Darian bicara sambil merapatkan gigi menandakan jelas jika dia terganggu. Karena Darian pikir dia sengaja memplesetkan namanya.

"Oh iya. Maaf. Jadi Quinn, mau bicara sebentar denganku?"

"NOOO!" tolak Quinn mentah-mentah. Gadis itu memilih bersembunyi di balik punggung Darian sambil meremas baju pria itu.

Melihat Quinn sedefensif ini, Darian yakin jika keberadaan laki-laki di hadapan mereka sekarang bukanlah pertanda baik.

Dan meskipun Darian juga sering merasa terganggu dengan kehadiran Quinn, tapi bukan berarti dia akan acuh ketika jelas-jelas gadis itu sedang diganggu di hadapannya.

Darian segera pasang badan dan memblokade akses pria asing itu agar tidak mendekat ke arah Quinn.

"Dengar sendiri, kan? Quinn tidak mau. Lebih baik kau minggir. Saya tidak mau membuat keributan."

"Keributan? Memangnya kamu mau bertengkar denganku kalau aku mengganggu Quinn?"

Benar juga. Darian juga tidak sadar dengan perilakunya sekarang. Dia yang biasanya memilih diam saja ketika dipukuli, kenapa mendadak jadi garang begini?

Jujur saja, Darian sudah mempersiapkan diri untuk menghajar pria asing itu jika sampai dia melewati batas. Tapi ... Bukankah itu artinya Darian akan merusak prinsipnya sendiri?

Bukankah itu berarti Darian akan merelakan kehidupan damainya agar bisa melindungi si cerewet yang sedang bersembunyi di belakangnya?

"Kenapa bengong? Awas kesambet. Nanti ayam tetanggamu mati semua, loh."

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang