Side Story

128 16 6
                                    


"Selamat, Naruto-san. Sasuke-san." Ucap Seorang perawat dengan bahagia menyalami keduanya. Putra dan putri mereka baru saja lahir dan kebahagiaan mereka menular pada seluruh perawat dan dokter yang sedang bekerja. Seperti oasis ditengah kelelahan mereka. Ino segera menarik sisa perawat yang ingin bersalaman dengan dua ayah baru tersebut ditengah kelengahan mereka, terutama Naruto yang menangis sambil tersenyum.

"Kami akan segera mengantar malaikat-malaikat kalian ke kamar rawat." Ucap Ino setelah berhasil menyingkirkan para perawat lapar tadi.

"Terima kasih Ino." Ucap Naruto, kali ini tanpa segan menarik tangan Ino dan mengenggamnya.

"Ie-" Tuhan Ino, bagaimana ini? bagaimana bisa hatinya cenat cenut dengan suami orang. "Hinata sudah bekerja keras. Kau harus merawatnya dengan baik mulai dari sekarang" tambahnya, dia baru saja menghantam hatinya dengan kenyataan seberat yang dia bisa. Dia harus profesional.

"Akan aku lakukan seumur hidupku" janji Naruto.

Naruto membuka kamar rawat istrinya dan langsung berwajah tak senang, kilatan menyambar diantara dirinya dan Sasuke. Benar, mereka ada dikamar yang sama.

"Bagaimana bisa kita sekamar dengannya, Sakura? Kau bisa mendapat kamar lainnya bukan?" protes Naruto sembari membuang muka dari Sasuke. Dia masih saja kekanakan.

"Tapi bibi setuju untuk sekamar" jawab Sakura sembari melihat Hinata, meminta suara.

"Iya." Jawab Hinata kalem. "Bukankah kau ingin melihat bayi Sakura juga, Naruto-kun?"

Naruto menyerah. "Baiklah aku menyerah. Aku tidak keberatan lagi" sekarang Naruto menghampiri Hinata dan memberinya sebuah kecupan terima kasih. "Kapan Bayinya diantar?"

"Sebentar lagi" ucap Sasuke, tangannya sibuk merawat Sakura. Padahal kenyataanya dia ingin Sakura hamil setelah dia lulus kuliah, tapi wanita keras kepala ini menipunya. Dia senang, tentu saja senang tapi.

"Jangan marah lagi, ya?" ucap Sakura melihat ekspresi suaminya. "Apa kau tidak menyayangi bayi kita?"

"Tentu saja aku menyayanginya.. tapi aku ingin kita menundanya dahulu"

"Tapi sudah terjadi-kan?"

"Iya" jawab Sasuke pendek sembari tersenyum.

Naruto masih belum bisa menerimanya, jadi dengan sabar Hinata menahannya. "Sungguh keajaiban kami melahirkan dihari yang sama" ucap Hinata, wajahnya nampak lega. "Bayi kita lahir tepat di bulan ke 8. Dokter bilang prematur tapi dia nampak seperti bayi yang lahir dengan normal"

Hinata ketakutan, tentu saja. Bayi pertamanya lahir dengan prematur adalah kesalahannya sebagai ibu, dia tidak menjaga dirinya dengan baik.

"Ini bukan kesalahanmu Hinata" kini Naruto teralihkan pada Hinata, "Bayi kita sudah lahir dengan selamat dan tidak kurang satupun"

Hinata mengangguk, Naruto dengan sigap duduk diatas ranjangnya dan memeluknya dengan lembut. Diantara rasa sedih Hinata berhasil mengirimkan sinyal dia bisa menangani Naruto pada Sakura yang dibalas dengan wajah lega.

"Bayi anda, Sasuke-san. Naruto-san." Ucap Ino bersikap selayaknya perawat. "Mereka sangat menggemaskan" tambahnya dengan wajah sumringah.

"Sarada" ucap Naruto menghampiri box bayi perempuan, dia senang sekali, seperti harapannya. Seorang bayi yang mirip Hanabi dan Hinata. Dua perempuan dalam keluarganya. Rambut hitamnya sungguh cantik dan lebat.

"Eh?" Ino terperangah melihat Naruto,

"Bolt" Sasuke terdiam melihat rambut pirang putranya, tapi akhirnya tersenyum, gen dari keluarga Uzumaki sepertinya mendominasi dalam diri putranya. Tak apa, dia akan membesarkannya dengan cinta jadi dia bisa merebut hati seorang laki-laki Uzumaki. "Tidak apa-apa sayang, meski dirimu seperti pamanmu, ayah akan menyayangimu dengan segenap hati" ucap Sasuke

"EHHH?!" lagi Ino terperangah dengan kelakukan Sasuke. Ino melirik Hinata dan Sakura yang menahan suara tawanya. 'Ada apa ini?' bisiknya tapi kedua ibu muda itu hanya menyuruhnya diam.

Kedua bayi itu mulai menangis dalam gendongan Naruto dan Sasuke.

"Ahh sepertinya mereka lapar" ucap Ino.

"Sasuke-san, tolong putraku" ucap Hinata membuat kedua ayah itu terdiam. "Putraku, Bolt"

"Paman, putriku juga lapar" ucap Sakura, "Putriku, Sarada"

Kedua ayah itu saling menatap, "Kenapa?!!" tapi pertanyaan mereka kalah oleh suara tangisan bayi dalam gendongan mereka.

"Cup cup cup Sarada sayang jangan nangis" ucap Naruto menimang Sarada.

"Jangan kau pandangi putriku dengan wajah seperti itu, tunggu barusan kau menciumnya juga?!" teriak Sasuke, "Ahh Bolt, tenang ya"

"Kau- kau juga, Ah pipi putraku sudah ternoda oleh OOC milikmu sekarang" teriak Naruto sembari menangis. Jangan sampai putranya tertular penyakit si Teme sialan ini.

"Kenapa kalian melakukan ini pada kami?!" teriak keduanya.

"Berikan dulu bayi kami" ucap Hinata dan Sakura. Benar bayi mereka lapar. Sasuke mengantar Bolt pada Sakura namun segera berbalik, salah ini putra Naruto. Sementara Naruto mendengus kesal tapi melembut ketika melihat Sakura dan bayi dalam buaiannya.

Setelah keduanya tenang, Sakura mulai tertawa. "Sasuke menginginkan bayi laki-laki jadi aku tidak mampu memberitahu hasil USGnya begitu pula dengan paman Naruto yang menginginkan bayi perempuan. Aku dan bibi mengeluhkan hal yang sama dan kami sepakat membiarkan kalian senang, lagipula kita satu keluarga. Kami juga berniat memberitahunya ketika aku melahirkan tapi ternyata kami melahirkan di hari yang sama"

"Jahat~" ucap Sasuke, padahal dia tidak akan kecewa kala diberitahu. "Sarada" ucap Sasuke.

"Tidak apa-apakan? Paman yang memilihnya jadi itu pasti yang terbaik" ucap Sakura sembari memberi Sasuke belaian diatas kepala.

"Uhm" balas Sasuke menyeka airmatanya.

"Hinata, sejak kapan kau jadi sejahat Sakura?" ucap Naruto tidak percaya akan kelakuan istrinya. Ini pertama kalinya loh.

"Maaf, Maaf anata" ucap Hinata dengan suara tertahan. Antara kasihan dan ingin tertawa. "lihat Bolt sangat mirip denganmu?" tambah Hinata.

Naruto mengangguk.

BRAK!

"Cicit dan Cicit buyutku! Nenek datang!" teriak Tsunade senang, membuat kamar rawat itu semakin ramai. 

Couple Crack!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang