Harusnya seperti ini

262 41 11
                                    

Kluk. Kluk. Hinata tak sanggup sungguh, ini sangat menguncang batinnya saat ini. Kata sahabat, baru kali ini terdengar sangat horror di telinganya. Membuat bulu kuduknya berdiri dan sensor setannya berdering nyaring dan menghasutnya. ‘Pukul dia sampai babak belur… pukul dia Hinata. Berikan dia rasa kemarahanmu saat ini’

“Hinata?” tanya Naruto, meski diguncang sekeras apapun, Hinata tak merespon. Tubuhnya seperti boneka kayu terguncang kesana kemari dengan bunyi kluk. “Ada apa denganmu?”

“Sahabat? Hanya sampai sahabat?” gumam Hinata. Hanya sebatas… itu.

Drrrrrt drrrrt ponsel Hinata bergetar, Hinata mengambilnya namun hanya menatapnya kosong dan malah menunjukannya pada Naruto. Disana tertulis kepala sekolah,

“Kau terlambat Hinata.” Ucap Naruto.

“Sepertinya bergitu” jawab Hinata memasukan kembali ponselnya tanpa menjawab panggilannya,

“Kenapa tidak diangkat?!” teriak Naruto.

“Benar. “ ucap Hinata mengeluarkan ponsel yang masih bergetar dan menjawab telponnya, “Hai. Sumimasen. Hai. Saya mengerti. Hai”

“Apa katanya?” tanya Naruto sembari mengambil kembali berkas Hinata yang dia jatuhkan.

“Aku ditunggu segera diruangannya” jawab Hinata.

“Sebaiknya kau berjalan cepat.” Saran Naruto menyerahkan berkas Hinata dan memutar tubuhnya kearah ruang  kepala sekolah.

Hinata berjalan perlahan. Seolah sendi-sendinya dikencangkan dengan baut. “Tadi longgar sekarang malah kencang” ucap Naruto. Tidak bisa dibiarkan. Naruto berjalan dan merebut berkas ditangan Hinata.

“Hilang?”

“Akan aku antar.” Ucap Naruto, kemudian menyambar tangan Hinata dan membawanya berjalan.

Hinata sendiri seperti boneka yang terbang terbawa angin, dia belum sepenuhnya sadar akan dunia nyata dan melewatkan kesempatan paling berharga dalam seluruh hidupnya. Yang membuat para siswi iri melihat mereka. Yang pingsan karena syok. Sepanjang jalan, Naruto sensei yang seperti batu, sedikit mengangkat bibirnya, meskipun samar tapi semua tahu lekukan bahagia itu datang secara tulus dari dalam diri Naruto sensei mereka.

“Sampai. Kau bisa berdiri?” tanya Naruto khawatir melihat Hinata belum mendapatkan kembali nyawanya.

Hinata mengangguk. “Sampai jumpa”  ucap Hinata sembari melambaikan tangannya.

“Kita akan bertemu saat makan siang. Mengerti?” Ucap Naruto kemudian mengelus rambut Hinata seperti yang dia lakukan pada Sakura. “Jadilah anak baik, eh?” keceplosan. “Aku pergi dulu sahabatku. Jaa!”

Oh Hinata tak tahan lagi, dia akhirnya menghantamkan kepalanya ke dinding sembari bergumam, “Why? Why? Why?”

Naruto ternyata benar-benar datang pada jam istirahat. Hinata yang masih belum terkoneksi dengan baik hanya berjalan disampingnya dengan tertunduk. Sepanjang perjalanan, Hinata fikir Naruto mengoceh banyak hal, tapi semuanya mental tak masuk kuping Hinata satupun.

“Ano ne, sebenarnya aku tidak suka paprika. Kau tahu itu bisa membuatku sakit perut sepanjang hari” ucap Naruto menutup percakapannya yang sudah membuat bibirnya berbusa. “Hinata?” tanya Naruto heran, Hinata duduk dengan wajah menunduk. Makananannya sendiri tidak dia sentuh. “Hinata-sensei!”

“Ha~I” jawab Hinata malas.

“Ada apa? Apa ada yang menganggu fikiranmu?” tanya Naruto.

“Tidak ada” jawab Hinata, tapi pipinya mengembung dan bibirnya maju kedepan ‘Peka dikit napa sih.’ gerutu Hinata. Maunya dia marah-marah sambil lempar kursi meja sekalian tapi dia mana kuat angkat beban kaya binaragawan.

Couple Crack!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang