2

1.9K 121 34
                                    

WARN: This story is mature content. There are strong adult language, explicit scene & graphic violence. Please be aware.

"BERIKAN padaku ponsel Tasanee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"BERIKAN padaku ponsel Tasanee."

Di bawah intimidasi Cesare, Serena mengigit bibir bawahnya gugup, menonton lantai marmer di bawah kakinya, tak berani menatap langsung mata kakaknya. Ia tak pernah melewati interogasi one to one seperti saat ini, Tasanee satu-satunya yang hobi menjadi tersangka interogasi. Ia tak paham mengapa Tasanee bisa melawan kakaknya, Cesare dengan iris biru bekunya selalu membuatnya takut.

"Sera," tekan Cesare tajam selama ia memilih diam. Ia lalu mendengar tarikan napas Cesare, melirik rahang kakaknya yang menegang. Meskipun Cesare berusaha sedikit melunak, Cesare masih nampak menakutkan.

"Right, beritahu aku kemana Tasanee pergi," kata Cesare dengan nada lebih tenang.

Serena meremas sisi kaos kebesaran yang ia gunakan. Dengan suara Tasanee dalam kepalanya, ia memberanikan diri menatap mata Cesare. Tasanee mengatakan ia perlu memfokuskan tatapan dengan kedipan normal untuk berbohong. Ia mengakui ia bukan queen of lying, little white lie sekalipun dan menatap mata Cesare dengan intensi berbohong ternyata lebih sulit dari keinginan menatap Cesare dengan intensi lain.

Serena selalu ingin menatap mata Cesare, selalu penasaran dengan isi di balik biru cerah tersebut. Iris cokelat Tasanee punya binar layaknya fajar di pagi hari ketika bahagia, iris biru ayah mereka punya binar cinta, kasih dan damai ketika menatapnya, Tasanee ataupun ibu mereka, sedangkan Cesare....

Bola mata kakaknya persis dengan gunung es yang ditabrak perahu Titanic. Beku dan tajam. Satu-satunya emosi yang pernah dilihat olehnya di mata Cesare selama delapan belas tahun hidupnya adalah kemarahan.

"Sera tidak tahu kemana Tasa pergi. Sera sedang tidur saat Tasa—"

"Pembohong." Lolongan geram Cesare membuat Serena mundur satu langkah ke belakang, nyaris terjatuh akibat kakinya yang terantuk kaki kursi. Bunyi nyaring piano mengisi ruangan akibat telapak tangannya yang menekan tuts. Andaikan Tasanee di sini, ia sudah pasti memeluk Tasanee. Ketika Cesare memberi rasa takut asing dalam benaknya, Tasanee memberi rasa perlindungan padanya. "Musuh Dad masih berkeliaran. Tasanee tidak bisa berada di luar sana tanpa Rocco dan Tristan, kecuali kau ingin melihat namanya muncul di televisi."

Nada dingin Cesare membangunkan bulu kuduknya. Menonton news di televisi masih membawa trauma untuknya, gambaran kantong mayat dengan nama ayahnya di footer news tak pernah pudar dalam kepalanya, bahkan sampai ketika ia pergi tidur.

"No!" Serena berbisik lirih sambil menggelengkan kepala, menghapus mimpi buruk tentang Tasanee yang menyusul ayah mereka meninggalkannya.

THE DARKEST OBSESSION (The Darkest #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang