Bab 12 : Jati Diri Gita

256 24 0
                                    

Gedung dengan berbagai ornamen menyambut binar mataku. Beruntung aku bisa dengan cepat meminta Anisa menggelar acara di ballroom saja. Selain bisa menjaga jati diri, hal itu juga bisa mengurangi bibir tetangga budiman.

"Aku tidak terlihat aneh, kan,"ucap Azhara memakai pasmina di kepalanya.

Gadis itu terlihat sangat cocok dengan penutup kepalanya. Seandainya dia tahu betapa damainya mata melihat gadis bertudung itu tersenyum ke arah seluruh tamu. Bahkan semua mata yang telah mengambil tempat menatapnya kagum.

"Kamu bahkan terlihat seperti pengantinnya disini. Semua orang sibuk melihatmu daripada Anisa,"ledek ku membuatnya memutar bola mata malas.

Belum lama berdiri menemani Azhara mengisi list tamu, Andini datang dengan menggandeng mesra suaminya. Perempuan itu tidak akan betah jika tidak menggoda kakaknya. Dasar adik kurang berakhlaq.

"Ini temannya Kak Gita, Kak Azhara, ya,"ucap Andini membuat gadis itu mulai tercium gelagat kebodohan baru.

"Yah benar. Apa aku sepopuler itu?"tanya Azhara begitu percaya diri.

Mengatakan dia menjadi pusat perhatian ternyata bukan jalan yang baik. Mendengar kalimat yang dilontarkan Azhara, malah membuat Andini semakin berulah. Astaga, aku harus menjauhkan dua makhluk ini jika tidak ingin menghancurkan pernikahan Anisa.

"Cukup. Fahri, Abi sudah datang?"tanyaku menatap suami Andini.

Hanya pria itu yang bisa mengatasi istri anehnya. Aku sendiri sudah terlalu lelah untuk melihat percakapan aneh Andini dan Azhara.

"Sudah, Kak. Abi lagi ngobrol dengan Bapak dan Bapak mertuanya Dek Anisa,"ucap Fahri tidak bisa menangkap maksud yang ku lontarkan.

"Kamu memanggil sebutan Ayah dengan Abi? Sangat agamis. Aku memanggil ayahku dengan sebutan Papa. Berarti kamu juga memanggil Ibumu dengan sebutan Umi?"tanya Azhara penasaran mengambil tempat untuk terus berbincang.

"Iyalah, Kak,"ucap Andini.

Hah, memisahkan mereka bertiga sepertinya bukan hal yang baik saat ini. Mengabaikan ketiganya yang masih begitu asyik. Mataku menelusuri setiap tamu undangan yang hadir. Khawatir ada sosok yang mungkin mengenal ku disini. Aku sudah meminta Anisa hanya mengundang rekannya saja tidak perlu orang yang mengenal ku juga.

"Apa kamu mau meninggalkan ku? Aku ingin bertemu dengan orangtuamu. Apa mereka benar-benar keras kepala sepertimu?"tanya Azhara nyeleneh mengikuti langkah ku.

"Tujuanmu sangat aneh. Ini kan acara pernikahan adek ku. Tentu saja orang tua ku ada di atas pelaminan mendampingi sepasang pengantin,"ucapku membuatnya beroh ria.

"Tapi, kenapa disini banyak sekali orang yang terlihat agamis? Lihatlah, bahkan penceramah kondang saja bisa duduk ada disini. Apa suami Anisa berlatar agamis?"tanya Azhara menatap sekitar.

"Entahlah. Lebih baik kamu ikut aku saja,"ucapku menarik Azhara beringsut mendekati barisan tengah yang berisi para makhluk berjas putih.

Membiarkan para makhluk itu menyapa model majalah fashion yang hadir ditengah mereka. Mengawasi agar Azhara tetap tidak menaruh curiga atas segala hal di tempat ini jauh lebih penting. Berbeda dengan ku yang enggan ramah pada orang baru. Maka untuk karakter pendamba hidup damai dan makmur seperti Azhara seolah menemukan arena yang baru.

"Anda rekannya dokter Anisa atau dokter Dyo?".

"Saya rekan dokter Anisa, Mas ganteng".

"Mas nggak berniat cari pramugari di rumah?"

"Saya nggak bisa masak yang lain kecuali yang Mas suka".

Renjana : Arutala Dirgantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang