Segarnya tubuh usai mandi memang tidak usah diragukan. Seharian bergelut dengan urusan baru membuatku berkeringat. Rambut pendek ku turut membantu lebih cepat beristirahat. Tapi berbicara tentang istirahat, mana mungkin aku beristirahat sedangkan pria itu belum kunjung kembali.
Usai mengantar ku pergi potong rambut, katanya dia ingin melihat suasana skuadron sebentar. Tapi sudah setengah jam berlalu, apa semuanya baik-baik saja?
Enggan hanya duduk menunggu dan menerka, ku pakai setelan jaket panjang melindungi kulit dari dinginnya udara luar. Belum juga beranjak dari rumah seorang pria menghampiri ku.
"Bu Dirga mau kemana nih?"tanya Dirga membuatku berbalik masuk rumah.
"Pulang. Tadi aku mau tidur tapi Anda belum pulang, Tuan,"ucapku beranjak.
"Kamu menunggu ku? Besok kan harus terbang pagi-pagi,"ucap Dirga membuatku menatapnya kesal.
"Bukannya aku bangun kesiangan,"ucapku melepas jaket panjang menyisakan pakaian tidur dan tampilan rambut pendek.
Aku bukan perempuan yang khawatir berada di satu ruangan bersama dengan suami yang baru usai menikah. Lagipula, kalau aku tidak tidur di kamar yang sama, apa fungsi menikah?
Selagi menunggu Dirga masuk ke kamar, mataku melirik koper di sisi ranjang yang siap dibawa berangkat. Lauk Dirga sudah aman di kulkas selama 5 hari ke depan. Semua seragamnya, aku tidak mengerti dengan baik. Karenanya dia yang menyiapkan sendiri.
Dirga sudah berganti pakaian dengan celana panjang dan kaus menyusul ku berbaring menatap langit-langit kamar.
"Besok ditemani guling lagi,"ucap Dirga membuatku terkekeh pelan.
"Makanya selagi ada istri jangan pulang terlambat,"ucapku berpindah posisi memiringkan tubuh membelakanginya.
"Dan selagi ada suami jangan tidur membelakangi,"ucap Dirga berpindah ke depan ku.
Brakk
Dirga mengaduh menahan sakit punggungnya karena berbenturan langsung dengan lantai. Siapa juga yang menyuruhnya berpindah ke depan ku? Kan dia bisa meminta ku berbalik. Bukannya bangkit pria itu malah tergelak meresapi sakit punggungnya.
"Kamu nggak gegar otak gara-gara terjatuh, kan,"ucapku memicingkan mata heran.
"Wajah panikmu menggemaskan,"ucap Dirga membuatku bergeser membiarkan pria itu berbaring.
"Leluconmu semakin aneh, Tuan. Apa kamu baik-baik saja?"tanyaku sebal.
"Itu hanya lantai, Nona. Aku tidak selemah itu,"ucap Dirga membuatku menghela nafas lega.
Melihatnya mulai memejamkan mata membuatku mendekatkan tubuh ku ragu sebelum menempel seperti cicak padanya. Melingkarkan tangan ku memeluknya mencari kehangatan. Tubuhnya yang begitu atletis dibalik bajunya terasa di lengan ku.
"Kenapa kamu memeluk ku?"tanya Dirga terhenyak dengan wajah memerah.
"Aku nggak suka di peluk. Tadi gulingnya sudah kamu jatuhkan,"ucapku.
"Tapi kaki mu jangan terlalu naik. Nanti terjepit,"ucap Dirga membuatku merona.
Begini amat sih dunia pengantin baru. Nggak ada bahasan lain selain ke arah budidaya. Entah se dewasa apapun dalam berpikir normal tetap saja ada jalan menuju ke sana. Aku menenggelamkan wajah ke dalam pelukan ku sebelum tertidur pulas.
-&-
Suasana dini hari membuatku memaksa diri untuk segera mandi. Dirga bukan tipikal pria yang bangun mendekati Subuh. Seragam hitam yang ku pakai memang berbeda dengan seragam biru di jemuran. Tapi keduanya punya kedudukan sama dalam benak ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana : Arutala Dirgantara
Storie d'amoreTERSEDIA JUGA DI GOODNOVEL DENGAN JUDUL MUNAJAT PERAWAN TUA "Untuk apa kamu cemas? Apa putrimu terlibat masalah?,"tanyaku. "Apa aku harus mengatakan dengan jelas? Apa menurutmu sekalipun kamu tidak peduli dengan sekitar tidak akan ada yang peduli d...