Denting jam dinding seperti simfoni di tengah derasnya hujan. Kepala ku terasa berat setiap harinya mengetahui kondisi diri. Nova yang mengantarkan ku ke rumah sakit kala itu masih tetap memaksa untuk mengambil cuti. Sayangnya, aku masih belum punya alasan untuk itu. Aku tidak bisa memungkiri kenyataan kandungan ku lemah. Perubahan hormon begitu drastis memicu mimisan sesekali.
Mual ku sudah tidak begitu parah hingga menyusahkan diri. Tetapi perut ini terasa semakin besar menyusahkan untuk tidur. Sesekali aku berusaha mengurangi jam kerja di malam hari. Nyatanya aku hanya bisa tidur di atas jam 12 malam. Satu-satunya hal yang membuatku khawatir adalah kondisi bayi di kandungan ku. Apakah dirinya akan baik-baik saja dengan perilaku ku?
"Mbak, ini sudah larut malam,"ucap Celine mengingatkan untuk ke sekian kalinya.
"Aku sudah sempat tertidur. Lagipula ini sudah jam empat pagi,"ucapku.
Dugaan kalian diriku tengah menikmati masa kehamilan di rumah sepenuhnya salah. Saat ini diriku masih berada di depan layar komputer menyelesaikan pekerjaan. Semenjak Kania berangkat kuliah, diriku kembali sendirian. Tetapi kepala ku menjadi lebih mudah jenuh saat berdiam di rumah. Sekalipun itu malam dan membuatku sering bermalam di kantor.
Sejenak ku tinggalkan meja kantor, beranjak membuka stand sofa mengubahnya menjadi ranjang. Baru saja hendak berbaring, Celine membawakan potongan buah dan segelas susu. Sepertinya Dirga sudah memaksa semua orang untuk memberikan buah seharian penuh. Bahkan Altezza setiap kali bertemu dengan ku saat rapat tidak lupa memberikan buah-buahan.
"Lama-lama aku akan menjadi buah,"ucapku membuatnya terkekeh geli.
"Mbak. Kemarin Ibu saya menitipkan buku ini untuk Mbak. Kasihan adeknya belajar kimia sejak dalam kandungan,"ucap Celine menyerahkan sebuah buku cerita membuatku menghela nafas panjang.
"Bukannya begitu, Celine. Aku hanya tidak mengerti caranya berinteraksi dengan perut ku sendiri. Katakan pada ibumu kapan merestui putrinya,"ucapku membuatnya terkekeh geli.
Terkadang orang tua mungkin memiliki alasan dibalik semua standar itu. Tetapi jika dipikirkan kembali, apakah semua standar itu khususnya untuk harta menjamin kebahagiaan putrinya di masa mendatang? Anggaplah putrinya menikah dengan suami kaya raya. Tetapi suaminya brengsek dan suka jajan diluar. Siapa yang akan disakiti?
"Itu bukan hal baru, Mbak. Mengenai berkas perpindahan menuju Pupuk Indonesia itu kapan akan diajukan, Mbak?"tanya Celine membuatku termenung.
"Seharusnya Mas Dirga sudah selesai dinas bulan lalu. Tetapi ada perubahan yang membuatnya baru selesai bulan ini. Celine aku tahu apa profesi suami ku dan tidak akan mau berpindah sebelum dia kembali dengan kondisi baik-baik saja,"ucapku.
"Iya, Mbak. Semoga Pak Dirga kembali tugas dengan kondisi baik,"ucap Celine menyerahkan berkas lain.
Aku pun berharap demikian. Nyatanya manusia juga tidak boleh terlalu berharap pada suatu hal mendahului kehendak. Bukannya aku merasa pesimis, hanya saja tidak punya kekuasaan untuk mengambil alih takdir. Cukup hatiku dipenuhi kepedihan pasca kematian Fatima. Aku tahu resiko melahirkan yang akan dialami Andini begitu besar.
Tetapi hati kecil ku masih terus berharap semuanya akan baik-baik saja. Sampai pada titik aku kecewa dengan pengharapan yang begitu tinggi dan melukai diri sendiri. Terkadang aku berpikir, apa salahnya manusia mempunyai ego untuk mengharapkan suatu kebaikan? Di lain waktu aku kembali berpikir, aku tidak pernah punya kendali untuk takdir yang berjalan.
"Jangan lahir seperti ku. Lahir saja seperti Ayahmu,"batinku mengusap perut.
Sejenak kedua mataku melirik kalender di atas meja. Beberapa tanggal tampak dilingkari memberikan petunjuk agenda di masa mendatang. Bahkan tidak hanya berisi agenda kantor saja. Ada beberapa tanggal penting tentang kehidupan Rania dan juga Pia Ardhya Garini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana : Arutala Dirgantara
RomanceTERSEDIA JUGA DI GOODNOVEL DENGAN JUDUL MUNAJAT PERAWAN TUA "Untuk apa kamu cemas? Apa putrimu terlibat masalah?,"tanyaku. "Apa aku harus mengatakan dengan jelas? Apa menurutmu sekalipun kamu tidak peduli dengan sekitar tidak akan ada yang peduli d...