"Apa aku melupakan sesuatu?".
Pertanyaan itu entah berapa kali sudah ku dengar dari gadis yang tengah memakai kacamata kuning. Bahkan dengan koper sebesar itu disertai beberapa ransel, apa dia berusaha kabur dari rumah? Bahkan aku hanya membawa sebuah ransel saja.
"Apa kamu mau pindah ke Jakarta, Nona Citra?"tanya Dhito.
Tidak biasanya aku mendengar pria itu berkomentar. Apa melihat tingkah Citra adalah hal yang terlalu aneh sampai di komentari? Hah, ide Pak Wicitra berangkat lebih cepat tidak mengandung sisi positif sejauh ini. Selain memangkas jadwal delegasi, hal ini juga akan menyebabkan keributan.
Celine dan Diana sudah berdiri begitu mendengar Dhito berkomentar. Mereka berdua cukup paham, apa yang akan meledak sebentar lagi. Aku hanya akan menghitung dalam hati saja detik-detiknya.
"Kamu sedang meledek? Beraninya kamu meledek perempuan. Pria macam apa kamu ini!".
Benar, kan.
"Kenapa kalian berdua harus berkelahi di tempat umum,"ucap Altezza lelah mendengarkan keduanya.
Itu hanya permulaan dari bom yang tengah mengeluarkan panas ke lingkungan. Belum sampai ke acara inti. Dhito yang mendengarnya kembali duduk tidak berniat membalas. Aku tidak yakin hal itu akan menghentikan tindakan Citra. Sepertinya hanya akan menambah dengan permasalahan baru.
Menyingkirkan permasalahan kedua makhluk itu, mataku melirik beberapa email yang masuk dari anggota divisi yang mengeluhkan sikap Pak Daniel. Mereka menilai sikapnya malah semakin buruk. Aku tidak peduli dengan hinaan yang dilontarkan pada ku di divisi. Tetapi berbicara tentang sikapnya yang membebani tugas karyawan dengan tugasnya itu tidaklah benar.
Aku jadi merindukan seluruh karyawan ku di Pupuk Anumerta. Berada di Petrokimia selama kurang lebih sepekan sudah membuatku rindu. Keduanya merupakan perusahaan besar dengan pola pikirnya masing-masing. Seperti makhluk yang tidak sempurna, keduanya punya kekurangan dan jawaban sendiri untuk masalahnya.
Ingatan ku melayang pada saat melakukan tur di divisi laboratorium. Kurangnya kesadaran K3 cukup membahayakan kesehatan karyawan. Jika saja aku yang memegang divisi tersebut pasti sudah berakhir dengan traktir satu departemen. Larangan itu sangat sederhana sebagai peringatan pertama.
Nilainya sederhana namun bisa dengan mudah membangun solidaritas dalam tim. Merindukan ributnya tim absorber yang harus bersaing dengan tim emisi. Belum lagi drama teknisi dan analis yang selalu menyiapkan bahan serta peralatan. Keduanya punya fungsi masing-masing di sebuah rumah divisi laboratorium.
"Apa kita tidak bisa berangkat lebih cepat? Aku ingin segera kembali tidur. Semalam waktu tidur ku terkuras dengan pertandingan bola,"keluh Altezza membuatku memutar bola mata malas.
Aku saja masih menyimpan dengan baik novel milik Dhito entah kapan bisa membaca. Tapi bukan Altezza jika tidak menikmati hidup dengan baik. Logika ku semoga saja tidak bergeser dengan tingkah laku absurd ketiganya.
"Pasti tengah merindukan karyawan Anda,"ucap Dhito mengambil tempat di sebelah ku.
Menikmati pemandangan pesawat yang sih berganti. Pria itu cukup mengerti dengan situasi. Aku mengangguk pelan menyetujui ucapannya. Aku memang sedang merindukan mereka. Membayangkan riuhnya divisi bersama mereka seperti biasanya.
"Karyawan ku tengah membuat acara bulanan rutin. Bisanya mereka membuat itu tanpa aku dan memamerkan padaku,"ucap Altezza sebal.
"Iya, karena kalau ada kamu akan berganti genre di stadion. Karyawanmu banyak yang perempuan masih saja membahas bola. Tentu tidak akan sesuai,"ucapku.
"Eh, enggak. Aku perempuan pecinta bola. Siapa pecinta bola disini? Pak Altezza?"tanya Citra bergabung dengan obrolan.
"Eh, dibandingkan diriku yang tertidur semalam karena mengantuk. Pak Dhito bertahan semalaman, Cit,"ucap Altezza membuatku terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana : Arutala Dirgantara
RomanceTERSEDIA JUGA DI GOODNOVEL DENGAN JUDUL MUNAJAT PERAWAN TUA "Untuk apa kamu cemas? Apa putrimu terlibat masalah?,"tanyaku. "Apa aku harus mengatakan dengan jelas? Apa menurutmu sekalipun kamu tidak peduli dengan sekitar tidak akan ada yang peduli d...