04 • TANPA EKOR DUYUNG

865 84 7
                                    

• 04 •
Dunia penuh dengan manusia berekor dua

•••

"Apa ini yang namanya sekolah?"

Nia baru saja turun dari kendaraan yang membawanya dari rumah ke tempat yang terlihat asing di mata.

Benda besar yang menampung dan berkecepatan tinggi bernama mobil itu telah menghilang dari radarnya.

Kebingungan. Nia benar-benar menjadi orang tolol tanpa Sean---kakaknya. Bagaimana bisa, Nia yang tidak tahu apa-apa harus beradaptasi di tempat aneh ini?

Namun langkah kaki Nia berjalan entah ke mana, tubuh lupa ingatan itu nampak familiar dengan area sekolah.

Meski begitu, Nia lebih memilih untuk mengekori beberapa orang yang berpakaian sama dan seragam dengannya. Menarik sekali.

Bruk!

Tanpa diduga-duga, tubuh langsing Nia jatuh ke tanah. Ia memegangi lututnya yang tergores, masih dalam posisi duduk di semen, ia menoleh ke belakang.

Menatap tiga gadis cantik yang tengah menertawakannya. Mata Nia menyipit, bertanya-tanya kenapa mereka malah tertawa bukannya meminta maaf atau menolongnya?

"Apakah mereka adalah para pembully, yang dikatakan dalam buku itu?" Otak Nia menangkap hal tersebut cepat. Meski ia tidak tahu apa artinya pembully, karena tidak ada kata tersebut dalam lautan. Tapi, mengetahui tingkah mereka yang selalu merudung dan berbuat jahat pada Nia. Sudah jelas? Mereka adalah orang yang harus dimusnahkan!

Nia bangkit mandiri, tidak mau ambil pusing dan ia berjalan menjauh sekaligus mengabaikan mereka.

•••

"Yang mana, namanya kelas sebelas IPA 1 itu? " Nia repot sendiri, tidak menemukan kelas yang diberitahukan Sean, sedari tadi ia berkeliling tidak tentu arah.

Jika, menemukan kelas atau ruangan belajar saja sesulit ini ... bagaimana Nia akan menemukan Atlantis di tengah lautan manusia berwajah asing yang tidak pernah ia lihat di lautan?

Nia benar-benar ingin pulang, ia merindukan rumah dan berenang tiap hari. Meski dapat bertahan tanpa air di luar dugaannya, tetap saja ... rasanya berbeda.

Entah bagaimana cara ia pulang? Sampai saat ini, Nia masih mencoba mencari jalan keluar.

Bahkan, setelah berendam di air selama beberapa jam, ekor berharga dan berkilau miliknya tidak kunjung kembali. Entah apa penyebabnya?!

"Aku menemukannya!" sorak Nia dalam hati. Mata menatap bangga tulisan 'XI IPA 1' yang dicetak tebal di atas pintu.

Sebelum memutuskan sekolah, Nia sudah mendapat pengetahuan dasar dari Sean tentang banyak hal, termasuk jam-jam penting dan pergantian pelajaran yang harus ia pahami.

Intinya, Nia harus menjadikan orang lain sebagai contohnya agar lebih mudah dalam beradaptasi.

Saat membuka pintu, Nia terkejut dengan seorang wanita yang terlihat tua nampak antusias menyambut kehadirannya.

"Apa dia yang namanya Wali Kelas?"

"Ibu sudah dengar semuanya dari Sean. Semoga kamu merasa nyaman di sini." Wanita bernama Bu Jamilah itu memeluk Nia sebentar, lalu berdiri di depan kelas bersiap untuk mengumumkan sesuatu.

"Setelah beberapa minggu Nia dirawat, kini dia dapat bergabung lagi di kelas ini. Dan, ada satu yang mau Ibu sampaikan ke kalian semua. Karena jatuh dari atap, Nia jadi mengalami amnesia yang membuatnya lupa ingatan akan banyak hal. Jadi, Ibu harap kalian dapat membantu hari-hari Nia di sekolah!" pesan Bu Jamilah, mendapat respon baik dari siswa-siswinya.

Nia diam tersenyum canggung, dengan wajah bingung sambil memperhatikan seisi kelas.

"Nia boleh duduk dengan Elea!"

"Elea yang mana?" tanya Nia polos.

Tidak menjawab, Bu Jamilah mengalihkan perhatiannya pada gadis bernama Elea yang mengangkat tangan di udara.

•••

Nia menutup buku catatan, tangannya terasa pegal. Namun, terasa menyenangkan saat mempelajari hal baru.

Apalagi, sejak kecil Nia memang terkenal selalu penasaran akan banyak hal. Ia menjadikan belajar sebagai salah satu kegiatan yang harus di lakukan di waktu luang kerajaan.

Tuk ... tuk ....

Suara yang dihasilkan dari meja yang sengaja diketuk membuat Nia mendongak. Pupil matanya membesar saat melihat tag name yang melekat di seragam gadis cantik itu.

"Ramona Felycia Lilia," gumam Nia sangat pelan, membaca tulisan itu seksama.

Nia mendengus kesal. Teringat bayang-bayang tulisan di buku tersebut, tentang Fely yang benar-benar jahat dan dengan mudah menghancurlan mood.

First impression, Nia untuk Fely cukup tidak baik. Meski tidak kenal dekat, tapi dari buku yang ia baca ... gadis itu sering sekali melukai Nia, tanpa segan dan bisa dibilang tidak pernah berhenti tiap harinya.

"Lo beneran lupa ingatan?" Pertanyaan itu membuat kerutan di wajah Nia terlukis. Dari sekian banyak orang yang ia temui hanya Fely, si Ketua Geng Pembully yang menemui dan sengaja berbicara dengannya.

"Tidak ada yang lupa ingatan, karena sebenarnya aku ini putri duyung!!" kesal Nia hanya bisa berteriak dalam hati. Memejamkan mata selama tiga detik, ia hanya bisa menarik napas berat. Orang-orang dalam dunia ini, jelas tidak mempercayai kehidupan putri duyung yang jauh di dasar laut dalam. "Iya! Aku lupa ingatan," bohong Nia mau tidak mau. Bahkan, jika ia berkata jujur pun, hal itu akan berubah menjadi kebohongan di hadapan orang banyak.

Singkatnya, mereka hanya mempercayai apa yang mereka ingin.

"Apa lo nggak ingat sedikit pun soal gue?"

"Kamu, Fely, kan?" Nia menunjuk wajah Fely berani. "Orang yang telah menyakiti gadis malang ini!" batin Nia menambahkan.

"Kok, lo, ta-ta-tahu?" tanya Fely gugup. Sebelumnya, saat penyelidikan menyeluruh atas jatuhnya Nia dari atap. Ia mengaku tidak tahu terkait apapun.

"Aku lihat di situ," jawab Nia sambil menunjuk ke arah tag name Fely.

"Apa selain ini ...? Lo ada ingat suatu hal tentang gue?"

Dengan cepat Nia menggeleng.

Setelahnya, baik Nia ataupun Fely sama-sama diam tanpa suara.

"Fely!!" Teriakan menggelegar dari arah pintu terdengar. Menyita perhatian mereka berdua.

"Sisil, ngapain lo teriak-teriak?!" Fely berdecak kesal, lalu berjalan menghampiri sahabatnya yang bermulut toa itu.

"Co-co-cowok lo, Fel ...."

"Junior maksud lo?"

"Iya, Junior ...." Sisil nampak kesulitan mengeluarkan kata-kata, setelah lari bagai maling dikejar warga. Sisil butuh lebih banyak waktu untuk melanjutkan sambil mengatur pernapasannya agar kembali normal.

"Junior kenapa?" Fely mendesak Sisil. Ingin tahu kelanjutan dari cerita gadis itu.

"Junior berantem sama Atlantis di kantin!!"

Atlantis?

Menyimak percakapan dua gadis bersuara lantang itu. Fokus Nia terbagi, saat nama Atlantis disebutkan.

"Atlantis?" tanya Nia memastikan.

Akhirnya ... tanpa dicari. Nia berhasil menemukan pangerannya, meski sekarang hanya sebatas nama.

Tapi, Nia yakin. Ia akan segera bertemu pujaannya, setelah bertemu tunangannya itu. Nia akan mengajak Atlantis kembali ke lautan bersama dan melangsungkan pernikahan mereka yang tertunda.

"What, mereka berantem?" Fely kaget, dengan gerakan cepat ia berlari keluar dari kelas. Sisil mengekori di belakang.

Tanpa membuang kesempatan. Nia menyusul tidak lama kemudian, ia mengekori mereka berdua.

Dengan harapan, dapat bertemu dengan Atlantis-nya tersayang!

Putri Duyung Mencari Atlantis (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang