18 • BE HONEST

497 59 0
                                    

• 18 •
Kejujuran, mengungkap cerita baru.

•••

Haiden menarik paksa Fely masuk ke dalam ruangan pribadi yang telah disiapkan pihak sekolah untuknya, sebagai perawat baru di sana.

"Gue nggak ngerti kenapa lo ngelakuin itu?! Sekarang lo jelasin!" tuntut Haiden.

"Gue ---" Mulut Fely terkatup rapat, ia mengacak rambutnya frustasi. Ia sengaja memilih hari ini, karena tahu bahwa Haiden sedang tidak bertugas.

Tapi, sungguh sial. Keberuntungan tidak berpihak padanya. Kini, Fely bahkan tidak punya muka lagi di hadapan sepupunya itu.

"Gue kira lo anak baik-baik, Fel. Gue kecewa berat sama lo." Haiden buka suara, melihat Fely diam. Itu sama saja, seperti pengakuan tersembunyi.

Haiden kenal baik, cara Fely bersikap. Mungkin, sekarang tidak lagi.

Gadis berponi itu mendongak. Tidak habis pikir, kenapa Haiden malah terkesan menyudutkannya.

"Kecewa?" Fely tersenyum getir.

Haiden mundur beberapa langkah, wajah terseyum Fely membuatnya merinding.

"Tindakan lo salah, lo nggak tahu itu?!" serang Haiden. Mencoba menyadarkan Fely.

"Nggak!" bantah Fely cepat. "Karena, dia terlaku menyebalkan, Kak! Gue nggak suka berada di satu tempat sama dia. Bahkan, untuk menghirup oksigen yang sama dengan dia, gue muak!"

Seolah melepas semua topengnya, Fely berteriak. Melepaskan semua emosinya yang tertahan.

Pria rupawan yang berdiri di hadapan Fely terlihat kebingungan. Haiden menahan bahu Fely kuat. "Fel, sadar. Lo bukan orang yang kayak gini?"

"Emang gue orang kayak apa, Kak?" Sekali lagi, Fely mendongak. Menatap wajah Haiden lekat.

Tidak ada yang berubah darinya, hanya saja Haiden baru melihat sisi tersebut. Wajar, jika sepupunya itu belum bisa menerima hal tersebut.

"Lo berubah, Fel."

"Lo juga berubah, Kak!" kesal Fely, Haiden mengabaikannya begitu saja. Bahkan mengusirnya dengan kasar.

Tangan Fely bergerak hendak membuka gagang pintu. Akan tetapi, ia berhenti, gadis itu menoleh ke belakang. Menatap lekat Haiden, memberi saran terakhir yang bisa ia lakukan.

Fely tidak bisa menyimpan rahasia itu lagi sendirian. Setidaknya, Haiden bisa berpikir dengan jernih setelah mengetahui hal tersebut.

"Gue heran kenapa lo memihak dia, bahkan lo juga ngundang dia ke pesta ultah lo, Kak." Fely mengeluarkan unek-unek dalam kepalanya. Sejak awal, ia pura-pura tidak melihat itu.

Tapi, perasaan gelisah menyelimutinya. Mata Fely memanas.

"Lo suka sama dia?" tuduh Fely berdasar. Dari sikap Haiden yang tidak biasa, mungkin saja itu jawabannya.

"Iya, gue suka dia!" akui Haiden jujur. Tidak ada yang perlu ia tutupi. Karena, itu perasaan yang sebenarnya.

"Lo jangan tertipu sama tampang polos dia." Fely menarik napas dalam, kedua tangannya meremas ujung rok. "Asal lo tahu, dia bunuh diri itu karena hamil!" lanjutnya.

Kedua bola mata Haiden membesar. Pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Tapi, kenapa ia tidak yakin dengan apa yang barusan ia dengar.

Haiden diam, melangkah untuk menghampiri Fely. Meminta penjelasan lebih lanjut.

"Tapi, sayang dia nggak mati ---"

Plak!

Suara tamparan itu, menghentikan ucapan Fely. Matanya memanas, lalu mengeluarkan bulir-bulir air mata yang mulai berjatuhan membanjiri pipinya.

Putri Duyung Mencari Atlantis (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang