Di tengah malam yang sepi di tambah suasana dingin karena hujan baru saja selesai mengguyur bumi. Ravan sedang mengendarai motor sport hitamnya untuk pulang. Namun suara ponsel berdering membuat laju motor terhenti tepat di dekat tempat sampa yang ada di dekat halte bis.
"Halo." Suara lelaki itu menjawab telepon.
Terlibat perbincangan sebentar, dan suasana sekitar cukup mencekam juga dingin, jangan kira ia takut tentu tidak.
Setelah selesai berbicara dengan orang di telepon Ravan melihat langit sekejap, langit masih terlihat mendung sepertinya hujan akan kembali turun.
Ravan kembali ingin memakai helmnya yang tadi ia buka. Namun sebuah suara membuatnya berhenti untuk memastikan apa yang ia dengar. Jalanan ini sangat sepi sekarang, karena jam sudah menunjukkan pukul 00:18.
Suara yang Ravan cari semakin jelas kala Ravan mendekat pada tempat sampa itu.
Laki-laki dengan jaket bertulis AREKX itu tanpa ragu membuka tempat sampa di hadapannya untuk memastikan suara apa yang ia dengar. Dan saat ia buka ternyata.
Meoow.... Meoow
Hanya seekor kucing yang saat Ravan bukan kucing hitam itu langsung berlari pergi. Revan kembali menutup tempat sampah itu walau dengan perasaan janggal.
Saat ia berbalik arah untuk pergi dia kembali mendengar suara itu lagi. Bukan sura kucing tapi ia yakin ini suara yang pertama kali ia dengar tadi.
Kembali berbalik arah, dan memeriksa ke belakang tempat sampah itu yang di lakukan Ravan hingga ia menemukan sesuatu. Terdapat sebuah kardus di sana.
Ravan membuka kardus itu, sedikit terkejut namun tetap datar, kala ia menemukan seorang bayi yang sudah basa kuyub di dalam kardus yang memang juga sudah di guyur air hujan.
Revan mengambil bayi itu dengan hati-hati saat menyentuh kulit bayi itu Ravan merasakan bayi itu sangat dingin, entah sudah berapa lama bayi tersebut di sinih orang tua mana yang dapat setega ini, meninggalkan bayi di dalam kardus dan membiarkannya ke hujanan.
Dengan cepat Revan membawa bayi itu untuk mencari taksi karena jika menggunakan motor bagaimana caranya dia membawa bayi.
Ravan mengambil handphone dari saku celananya untuk menelpon seseorang.
Tak butuh waktu lama panggilan langsung dijawab.
" Halo, Gan lo pergi ke cafe matahari dekat halte bis, ambil motor gue. " Ucap Ravan pada temannya di sana.
"emang elo ken--" Tanpa mendengarkan jawab Gana ia langsung memutuskan sambungan telpon secara sepihak saat melihat sebuah taksi lewat.
"Pak..." Ravan langsung menghalangi jalan taksi itu. Untung saja taksi itu tidak mengebut. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, yang jelas ia ingin menyelamatkan bayi malang itu.
Reva langsung mendekat pada jendela supir saat taksi itu berhenti.
"Pak bisa anter saya? " Tanya Ravan.
"Maaf gak bisa Mas, jam kerja saya sudah selesai." Jawab bapak supir itu.
"Saya bayar tiga kali lipat deh." Tawar Ravan.
"Aduh gimana ya Mas, saya kan juga harus pulang " Bingung bapak itu.
" Saya mau ke rumah sakit pak,... anak saya sakit." Ucapa Revan melihat bayi yang ia bilang anaknya.
Sekejap bapak supir itu jadi tak enak hati.
"Ya sudah Mas, kasihan anak Masnya di sini dingin." Ucap pak supir setelah melihat bayi malang itu.
Ravan langsung masuk ke dalam taksi dan langsung menuju rumah sakit terdekat.
Sekarang Ravan sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit dengan menaiki taksi.
Dia melihat mata bayi itu yang tertutup, hatinya berdesis tidak tega melihat tubuh kecil bayi malang yang basah kuyup itu. Ravan memeluk bayi itu agar bayi cantik tersebut tidak kedinginan.
Supir taksi yang melihat jadi tersenyum. " Masnya sayang banget sama anaknya, anaknya perempuan iya Mas. Ayah itu cinta pertama anak perempuan, anaknya juga pasti sayang banget sama Mas "Ucap supir taksi itu.
Ravan yang mendengarkan itu bingung harus bicara apa, ia hanya kembali menatap bayi itu," Siapa yang tegah buang bayi di tengah malam kayak gini " Batin Ravan geram.
Sampai di depan rumah sakit Ravan langsung turun dari taksi, setelah membayar ongkos tiga kali lipat meski bapak itu sempat menolak tadi, karena merasa tak enak hati tapi Ravan tetap lah Ravan yang kekeh pada satu kata.
Berlari menuju resepsionis masih dengan membawa bayi itu di gendongannya. Ravan jelas tergesa-gesa di tengah rumah sakit yang sepi.
"Ada yang bisa saya batu ? " Tanya seorang perawat wanita saat melihat Ravan berlari tergesa.
" Tolong, bayi ini. " Jawab Ravan.
"Baik saya panggilkan suster yang lain dulu." Ucap suster itu lalu menelpon seorang suster untuk segera datang.
------
Sekarang Ravan tengah duduk di kursi ruang tunggu. Cukup lama menunggu setelah bayi itu di bawa masuk. Ia langsung berdiri dan menghampiri dokter berhijab yang baru keluar dari ruang periksa bayi itu.
"Bagaimana keadaan bayi itu dok? " Tanya Ravan.
"Bayinya demam tinggi dan suhu badannya juga sangat dingin, jadi dia butuh di rawat selama beberapa hari ini untuk memastikan dia benar-benar sembuh." Jawab dokter itu menjelaskan.
Ravan menganguk mengerti "Lalu kapan saya bisa menenumui bayi itu dok? " Tanya Ravan lagi.
"Anda sudah bisa menemui dia besok setelah dipindahkan ke ruang rawat inap." Jawab dokter itu tersenyum.
"iya dok." Ucap Ravan.
"Kalo begitu saya permisi." Pamit dokter itu yang diangguki Ravan.
Setelah Dokter itu berlalu pergi Ravan hanya berdiri menatap pintu ruangan itu dengan mematung entah mengapa ia ingin melihat wajah bayi itu lagi, untuk memastikan bayi itu baik-baik saja. Tapi dia harus menungu sampai esok hari tiba.
Tak lama seorang suster keluar dari ruangan itu. " Permisi dengan keluarga pasien? "
Ravan tak langsung menjawab sempat berfikir dulu hingga akhir ia menjawabnya. "Iya saya."
"Bisa ikutan saya dulu untuk mengurus beberapa hal. " Ucap suster itu.
Lalu Revan mengikuti suster itu namun sebelum pergi Ravan menatap pintu ruangan itu dulu sebelum ia benar-benar pergi dari sana.
.
.
.
.
.Bismillah Lanjut
Next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANYA
Short Story[ SEDANG REVISI ] Menjadi seorang Ayah di saat dirinya belum menikah dan masih dalam status siswa SMA kelas akhir, itu tak pernah terpikirkan oleh seorang RAVAN ALASKA EBRIDA. Namun bayi yang ia temui di tengah dingin dan gelapnya malam membuat sem...