11. Malam dan hujan yang dingin.

2.6K 128 5
                                    

Malam yang sendu di keramaian kota dengan lampu-lampu yang bercahaya. Lalu lalang kendaraan menjadi pemandangan biasa. Kali ini langit mungkin akan menurunkan hujannya. Itu yang terasa.

Dua kursi yang terisi dalam satu meja oleh dua pria dengan umur yang jauh berbeda.

Tatapan berbeda dari mata yang nyaris sama, siratan yang tak searah tak saling memandang.

Suasana dingin begitu kentara, tak ada percakapan yang di mulai, hanya diam dengan pikiran masing-masing tanpa minat untuk sekedar bertanya kabar.

Dua orang pria dengan wajah yang nyaris sama namun usia yang berbeda, mereka duduk di kursi dalam sebuah lestora, namun sampai kini pun belum ada yang membuka percakapan.

Detik berikutnya suara pria paru baya itu mulai terdengar.

"Gimanah kabar kamu? "

Ravan memandang sang ayah lalu ia menganguk singkat.

"Ravan baik, seperti yang papa lihat."

Sungguh suasana seperti ini tak pernah Ravan sukai, kecanggungan terjadi antar dia dan sang ayah, percakapan hangat nan sederhana seperti beberapa tahun lalu tak pernah lagi terjadi, setelah sepeninggalan sang ibu semua berubah, sedih itu merambat menjdikan semua kata terasa dingin. Perlahan semua terasa berbeda asing pun mulai terasa.

Rendra. Sang ayah tak lagi sama, pria yang dulu selalu tersenyum lembut perlahan mulai terlihat kaku, semua berubah bersama jalannya waktu. Ibu Ravan meninggal 6 tahun lalu Karen kangker yang di deritanya, selepas kepergian nya keluarga yang dulunya harmonis kini tak lagi manis. Rendra terlalu laurut dalam sedihnya hingga ia menyibukan diri dengan pekerjaan dan lupa akan kedua putranya yang juga sama sedihnya, ia tak ada saat Ravan dan Ravin membutuhkannya. Hingga dari waktu ke waktu Ravin mulai mengenal dunia luar yang liar ia hidup tanpa aturan, sedangkan Ravan memilih menjaga sang kakek yang sakit-sakitkan.

Entah pada suatu saat Rendra menyadari apa yang terjadi pada pergaulan sang putra, Ravin dengan dunia liarnya dan Ravan yang kian asing dengan keluarga setelah kepergian kakek. Ia mencoba untuk memperbaiki lnya, memberikan aturan yang kian hari mala menjadi tekanan yang tambah memperburuk segalanya. Ravin yang terus menentang lalu berdebat dengan sang ayah, sementara Ravan ia menurut namun anak itu kehilangan keceriaannya, Ravan lebih sering menyendiri dan diam-diam lelah dengan tekana sang ayah yang tanpa sadar menyakiti mentalnya. Rendra kesepian kedua putranya seakan meninggal kan lnya ya karena tekanan yang ia berika,  hingga di mana Rendra menikah lagi denga seorang janda yang memiliki dua anak. Awalnya ia kira ke hadiran tiga anggota keluarga baru akan memperbaiki hubungan yang rusak itu, Ravan dan Ravin terlihat menerima namun mereka tetap sama tak ada yang berbeda, Ravin semakin liar dan Ravan yang lebih mengurung diri. Rendra tak tahu lagi harus bagaimana ia tetap merasa sendiri, dan ia tak tahu saja jika istri keduanya Aura memiliki maksud terselubung ingin menguasai hartanya. Aura pandai mengarang kata yang semakin merusak hubungan antara Rendra dan kedua putranya, sampai Ravan memilih pergi karena tak tahan akan pertengkaran dengan begitu banyak drama.

"Rav, pulang kamu punya keluarga punya rumah, untuk apa terus-terusan sendiri di luar."

Ravan sudah tahu apa yang ayahnya akan katakan, tentu mengajaknya pulang. Yah itu selalu menjadi alasan tiap pertemuan mereka.

Ravan menghembuskan nafas pelan,
" Kalau cuma itu yang mau papa biacarakan, mending Ravan pulang karena Ravan juga punya rumah. "

Detik berikutnya Ravan berdiri mengulurkan tangannya, Rendra mengernyit lalu Ravan mengambil tangannya untuk di salimi, dan berlalu pergi. Rendra mematung ia memandang tangannya dalam diam, sampai ia berbalik memandang nanar punggung sang putra yang kian menjah.

REVANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang