Udah lama banget gak up, maaf ya!
Langsung aja baca..
Satu hal yang bisa terjadi sekarang hanya terus berjalan dan berjalan. Karena tak mungkin untuk berhenti atau kembali tentu tak semudah itu. Banyak hal yang terjadi bahkan sempat mengemparkan semua orang, namun ternyata benar bahwa dunia tak berhenti di situ.
Pemberitaan tentang Ravin masih terus ada meski sudah tak segempar saat pertama, beberapa berita masih ada yang membahas nya dan keluarga Ebrida. Sampai semua orang jenuh dan kembali mencari berita lain untuk di bahas. Tak ada yang peduli apa yang terjadi atas perasaan, mereka hanya membaca kabar lalu beralih pada topik yang lebih panas setelah mengatakan beberapa hal.
Sementara Ravan masih pada perasaannya yang tak baik-baik saja setelah semua ini berlangsung. Namun ya, semua harus tetap berjalan, waktu, dunia, dan semua nya tak menunggu kita barang sebentar pun. Mereka masih terus berjalan dengan semesti nya tinggal kita saja yang harus mengerti.
Satu hari yang lalu Ravan memutuskan untuk mengunjungi Ravin di tempat nya yang baru bersama para tahanan lainnya.
Namun Ravin masih pada ke asingan nya untuk Ravan. Mereka bertemu duduk berhadapan namun terlihat tak lebih hanya orang asing. Canggung merambat pada keadaan sekitar, bungkam dalam nalar yang menerka-nerka, pandang yang tak bertemu, senyum yang tak mungkin hadir, dan kata masih tak terucap.
Jenuh akan keterdiaman sampai pada Ravan yang ingin mencoba membuka suara lebih dulu namun bingung kata apa yang pas untuk di lontarkan.
Sampai tak di sangka Ravin yang membuka suara terlebih dahulu, "Ada perlu? " Dua kata yang terlontar dalam pertanyaan yang jawabannya sulit di temukan.
Ravan mengangkat pandangan sampai netra nya menubruk pada tatapan dingin milik Ravin. Kala itu Ravan benar-benar tak lagi melihat adik nya yang dulu, di hadapan nya saa itu hanya seperti seseorang yang tak pernah Ravan temui. Sama hal nya dengan tatapan asing nya yang dulu Ravin rasakan.
Mereka... Benar terasa jauh dan asing.
"Ke sini c-."
"Gak usah basah basi, ngomong aja inti nya. Tentang bayi kan? "Potong Ravin kala Ravan akan berbicara saat itu.
Melihat perlakuan Ravin sepertinya niat Ravan akan bicara dengan baik akan berubah menjadi tak kala sinis. Lantas pria itu bersedekap dada mengembalikan tampang dingin nya menatap Ravin di sanah.
"Yakin gak mau tahu? "
"Yakin, buat apa tahu dia apa hidup gue akan lebih baik kalau lihat dia? Enggak kan, jadi gak usah bahas anak sialan itu, dan gak usah dateng lagi kalau cuma mau bahas tuh bayi. "Tutur Ravin lantang, lalu ia berdiri.
Ravan yang mendengar kata sialan yang jelas tertujut untuk Reva menjadi sedikit marah, ah bukan hanya itu. Dia kecewa, marah, dan rasa benci seolah mulai hadir.
Namun berbeda dari yang Ravin kira bahwa Ravan akan marah, Ravan malah tersenyum dan tertawa pelan lebih tepatnya ada nada remeh.
"Suatu saat jangan pernah salahin gue kalau lo Nyesel. "Ujar nya dingin.
Lalu pada akhirnya percakapan itu usai dan Ravan mengakhiri kunjungan nya di soreh hari.
Percuma ia datang untuk menyadarkan Ravin bahwa bagaimana pun ada seseorang anak yang terlahir dengan dara nya yang mengaliri pada bayi itu. Namun sia-sia dan sekarang Ravan tak akan pernah berfikir bahwa Ravin harus tahu tentang Reva, Revanya tak butuh ayah kandung nya, yang berniat untuk melenyapkan nya.
Ravan berjanji selagi ia masih bisa menghirup udara, dan nadi nya masih berdenyut maka ia akan memberikan kebahagiaan serta tawa pada Reva. Ravan bisa dan ia yakin mampu membuat Reva tumbuh tanpa kekurangan apa pun, apa lagi kasih sayang seorang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANYA
Historia Corta[ SEDANG REVISI ] Menjadi seorang Ayah di saat dirinya belum menikah dan masih dalam status siswa SMA kelas akhir, itu tak pernah terpikirkan oleh seorang RAVAN ALASKA EBRIDA. Namun bayi yang ia temui di tengah dingin dan gelapnya malam membuat sem...