Mata kecil itu mulai mengerjap menyesuaikan cahaya di sekitarnya, saat pertama kali membuka mata yang ia lihat adalah ruangan serba putih yang sama lagi. Sejak kesadarannya seminggu ini.
Ruangan itu sepi hanya terdapat dirinya dan seorang pria paruh baya yang tertidur dengan posisi duduk di samping ranjangnya sembari menggenggam tangan kecil milik gadis itu.
Kemudian ia mendongak menatap pada kantung infus yang isinya masih hampir penuh. Ia menghembuskan nafas pelan menatap nanar pada pintu.
Keheningan memenuhi ruangan itu sampai akhirnya sang kakek tersadar dari tidurnya.
Rendra mengerjapkan mata menatap Reva yang sudah terbangun.
"R-Reva udah bangun. Mau apa, mau minum? " Tanya Rendra.
Bukanya menjawab bola mata milik Reva tiba-tiba berkaca-kaca menahan air yang akan keluar. Melihat itu Rendra jadi gelabakan sendiri.
"Kenapa, Ada yang sakit? " Tanyanya lembut mengelus puncak kepala Reva.
Reva menatap Rendra penuh harapa membuat hati kecil Rendra seolah teremas kala melihat kerapuan pada siratnya.
"Reva cuma mau Ayah. "Ujar gadis kecil itu mulai menitihkan air mata.
Rendra terdiam dan alusan tanganya dikepala Reva juga terhenti.
Sejak tersadar yang Reva inginkan hanya bertemu dengan Ravan. Sayangan hal itu tidak mungkin, namun Rendra beluk bisa menjawab dan memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi. Reva belum pulih Rendra tidak mau anak itu akan semakin sakit nantinya.
"Tunggu infusnya habis dulu baru Reva bisa ketemu Ayah oke? " Alibi Rendra agar Reva dapat berhenti menangis dulu.
"Kakek juga bilang gitu kemarin pas infusnya tinggal setengah, tapi sekarang kenapa penuh lagi... Hiks... Hiks... "
Rendra kembali terdiam. Sebenarnya kantung infus itu sudah di ganti lagi makanya masih penuh. Sekarang Rendra tidak tahu alasan apa yang harus ia berikan.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Ales dan Gana datang dengan membawa boneka beruang coklat. Mereka langsung tersenyum saat melihat Reva sudah bangun namun melihat aliran air mata di pipi gadis kecil itu mereka langsung mendekat dengan cepat.
"Anya kenapa nangis? " Tanya Gana dengan lembut.
"Reva mau Ayah. "Rengek Reva lagi. Hal itu membuat Gana dan Ales saling menatap satu sama lain dengan raut tak terbaca.
Rendra berdiri hendak keluar ruangan. Tak sanggup rasanya melihat anak semanis Reva menangis seseguhan dan meminta sesuatu yang tidak bisa Rendra kabulkan. Reva menangis dan Rendra tidak bisa melakukan apa-apa itu sudah cukup membuatnya merasa tidak berguna. Kini ia benar-benar sadar dia tidak bia melakukan banyak hal untuk masuk kembali pada dunia Ravan dan menjadi sosok yang istimewa bagi Reva. Karena saat Reva menangis saja ia tidak bisa melakukan apa-apa.
"Anya sembuh dulu kalau mau ketemu Ayah. "Ujar Ales sembari menampilkan senyuma manis.
Reva menatap Ales yang berada di samping kanannya sementara Gana berada di samping kiri.
"Anya bakal sembuh kalau ketemu Ayah. "Ucapa Reva.
Sekarang ia hanya butuh sosok Ravan. Dia butuh dunianya, dia butuh pahlawannya, dia ingin bintang paling terangnya, dia mau Ayahnya, Ravanya. Tak peduli secanggih apapun teknologi, sebagus apapun obat, hanya Ayah yang selalu menjadi penyembuhnya. Dia butuh sosok itu, sosok laki-laki yang berdiri di muka bumi dengan segenap cinta untuk putrinya. Dia ingin peluk hangat itu, peluk hangat yang katanya akan memeluknya lebih erat dari kejamnya semesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANYA
Nouvelles[ SEDANG REVISI ] Menjadi seorang Ayah di saat dirinya belum menikah dan masih dalam status siswa SMA kelas akhir, itu tak pernah terpikirkan oleh seorang RAVAN ALASKA EBRIDA. Namun bayi yang ia temui di tengah dingin dan gelapnya malam membuat sem...