Hai! Sebenarnya mau update hari minggu kemarin, tapi gak jadi-jadi, dan baru bisa sekarang, maaf ya.
Jadi Bab ini mungkin bakal jadi yang paling panjang, selamat membaca.
Hening itu yang terjadi sekerang, hanya terdengar suara rintik hujan yang mulai samar dari luar rumah.
Ravan duduk sendiri di ruang tamu rumah nya, lampu sengaja ia matikan hanya menghidupkan satu bolam saja yang tepat berada di atas meja ruang tamu. malam sudah sangat larut, Reva sudah tidur bayi itu berada di gendongan Ravan yang menatap lurus kedepan. Sesekali tangan nya akan menepuk lembut bayi itu, lalu kemudian dia akan mengelus kepala Reva.
Sebenarnya tadi Reva tidak bisa tidur, dan entah mengapa Ravan malah menggendong nya ke ruang tamu, dengan menyanyikan lagu tidur agar Reva bisa tenag. Beberapa saat berlalu dan Reva akhirnya tertidur, Alih-alih membawa Reva ke kamar Ravan malah berakhir duduk termenung di sofa ruang tamu.
Dapat di pastikan pikiran nya sedang kacau sekarang. Jika mengingat ke jadian di rumah sakit tadi rasanya ia tak sanggup.
Tling... Tling... Tling...
Henfon nya berdering ada panggilan telfon yang masuk. Ia menoleh ke arah meja kecil di samping sofa tempatnya nya duduk, lalu satu tangan nya bergerak mengambil henfon itu dan mengangkat panggilan masuk atas nama Ales.
"Halo Rav, gue mau kasih tahu kalau..." Ales terdengar berat untuk mengatakan nya, lalu terdengar hembusan nafas sebelum kalimat berikutnya laki-laki itu ucapan.
"Pak jaka... Udah meninggal dunia."
Mendengar itu Ravan terdiam membeku tanpa suara sedikit pun, lalu berikutnya sambungan telfon di matikan oleh Ales yang berada di rumah sakit bersama ke tiga teman nya. Sebenarnya tadi Ravan juga ingin berada di rumah sakit hanya saja ia punya tanggung jawab di rumah, dan lihat kabar apa yang baru ia dapat sekarang.
Setelah pembicaraan bersama pak Jaka yang terbilang singat, ia pikir besok akan datang kembali dan berharap keadaan pak Jaka jauh lebih baik.
Namun takdir berkata lain. Pria baru baya yang harus nya banyak beristirahat di usia nya yang semakin menua itu malah harus kembali menghadapi kekejaman dunia.
Ia dengan ikhlas menerima kepergian sanga putri meski sangat terluka melihat apa yang di alami satu-satunya keluarga yang ia miliki itu, dan kembali harus di pisahkan dengan sang cucu yang sampai nafas terakhir tak pernah ia temukan, di hari-hari terakhir nya pun ia masih di lukai secara fisik setelah Berkali-kali hati nya di sakiti lewat putri dan cucu nya. Semua yang terjadi di dalangi oleh satu orang yang sama, manusia kejam yang hanya meperdulikan citra baik nya tanpa mau bertanggung jawab atas kesalahan nya.
"Ravin, Ravin, Ravin, apa yang udah lo lakuin. " Suara Ravan terdengar serak, ia nenunduk dalam, memeluk Reva yang masih setia tertidur.
"Ini... Ini salah gue...gue gagal jagain adik gue sendiri... Gagal didik dia, gagak nepatin janji ke bunda. " Ia mencoba meredam suara nya agar tidak mengganggu tidur Reva.
Satu isak lolos begitu saja. "Abang gagal bunda...gagal jagain Ravin, Ravin udah benar-benar jauh buat abang kejar bunda. "
Di tengah hening nya malam suara parau Ravan terdengar menyesali sesuatu.
Malam itu sebuah fakta membuat dunia Ravan benar-benar hancur kembali. Fakta yang sangat ia harapkan tak benar namun itu kenyataannya. Ini kenyataan yang harus ia terima.
------
Pagi itu rintik hujan benar-benar sudah sangat tipis, keadaan sekitar berubah lembab. Beberapa orang berpakaian hitam mulai melangkah pergi meninggalkan beberapa orang yang terisisah di salah satu makan baru.

KAMU SEDANG MEMBACA
REVANYA
Short Story[ SEDANG REVISI ] Menjadi seorang Ayah di saat dirinya belum menikah dan masih dalam status siswa SMA kelas akhir, itu tak pernah terpikirkan oleh seorang RAVAN ALASKA EBRIDA. Namun bayi yang ia temui di tengah dingin dan gelapnya malam membuat sem...