"Mama sakit."
Suara Zergan berhasil memecah keheningan yang tercipta di antara keduanya semenjak cowok itu memutuskan untuk duduk di sebelah kembarannya. Tatap mata Zargan saat ini terlihat fokus pada Zergan, sementara kembarannya itu masih fokus ke arah depan dengan jemari yang sibuk mengetuk-ngetuk meja.
"Mama nyebut-nyebut nama lo terus."
Zargan menyunggingkan bibirnya. Ia memilih untuk memainkan ponsel dan kembali mengabaikan Zergan.
"Bisa nggak, sih, lo nggak usah bersikap egois, Zar?"
"Kenapa? Lo minta gue buat pulang dan nemuin Mama?"
"Gue juga masih punya harga diri, Gan. Gue udah diusir dari rumah orang tua gue sendiri. Jadi, buat apa gue datang ke sana lagi? Lo mau ngelihat gue dimaki-maki Papa?"
"Pulang sekolah ini, sebentar aja. Papa juga masih di kantor."
"Ada CCTV. Gue lagi nggak mau mengorbankan tubuh ataupun wajah ganteng gue luka-luka karena dapet pukulan dari Papa."
"Gue matiin CCTV-nya."
"Oke, demi Mama, bukan karena bujukan dari lo."
'Zargan'
Keadaan di ruang kamar berukuran besar ini nampak canggung. Sejak beberapa menit yang lalu mereka sampai, tidak ada satu pun percakapan yang keluar. Zargan terlihat lebih fokus pada Alara—mengawasi setiap pergerakan yang dilakukannya karena takut perempuan itu akan berdekatan dengan Zergan atau lebih buruknya ... mengambil kesempatan untuk berbincang secara dua arah tanpa diketahuinya.
"Zargan ..." Suara lirih itu terdengar dari mamanya. Zergan tidak berbohong, tubuh wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu nampak lemah, bibirnya terlihat pucat, dan sesekali terdengar suara batuk dari mulutnya.
Zargan menghela napas berat, ia kemudian mengesampingkan egonya. Duduk di sisi ranjang, tepat di sebelah mamanya.
"Mama mau ngobrol berdua dulu sama Zargan."
"Kenapa harus berdua?" Zargan nampak tidak terima, bukannya tidak ingin berbincang dengan mamanya, tetapi ia tidak ingin membiarkan Zergan dan Alara bersama.
"Sebentar aja."
Akhirnya, mereka menyetujui keinginan tersebut meski sebelumnya Zargan sempat memberi kode agar Alara bisa menjaga jarak dengan Zergan.
"Mama udah minum obat?"
"Belum, tapi nanti Mama mau kamu yang nyuapin, ya?"
Zargan mengangguk pelan, lantas menunduk, dan keheningan kembali menyelimuti mereka. Ya, Zargan memang tidak terlalu dekat dengan orang tuanya sehingga selalu keheningan yang mendominasi saat mereka bersama.
"Gimana pernikahan kamu sama Alara?"
"Biasa aja, nggak ada yang spesial karena peran Zargan di sini cuma sebatas penutup dari kesalahan Alara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zargan ; ANNOYING HUSBAND ✔
Teen Fiction"Pengkhianat harus mati!" Karena kejadian pada malam hari itu, tepatnya saat Alara tak sadarkan diri. Berbagai masalah mulai menghampiri hingga ia harus rela menikah dengan kembaran dari kekasihnya sendiri. Ia bertekad untuk membalaskan dendam pada...