12 | Pertemuan di Sisi Jembatan

2.9K 209 58
                                    

mau dispam komen, dong. di setiap line gitu. biar aku ga mengsyedih 😢

Zargan menghembuskan napas kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zargan menghembuskan napas kasar. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ia kemudian memutuskan untuk mengambil ponselnya, mencari nomor yang akan ia hubungi. Selang beberapa menit, layar ponsel miliknya sudah menampilkan detikan di mana panggilan tersebut sudah tersambung dengan sang lawan bicara.

"Halo, Mbak. Mohon maaf sebelumnya, untuk booking kafe yang saya maksudkan tadi bisa dibatalkan aja, nggak, ya? Soalnya saya ada urusan lain yang lebih penting. Jadi, nggak bisa makan malam hari ini. Buat kerugiannya nanti saya ganti, kok."

"Oh begitu, Pak. Jadi, kami tadi masih mempersiapkan untuk perform yang akan ditunjukkan di hadapan istri Bapak. Itu dibatalkan saja, Pak?"

"Iya, Mbak. DP yang saya kasih tadi nggak usah dikembalikan, anggap aja itu ganti rugi dan bayaran karena udah mau repot-repot mempersiapkan semuanya. Kafe-nya boleh dibuka lagi aja, Mbak. Barangkali pelanggannya masih ada yang ingin datang. Terima kasih dan sekali lagi mohon maaf."

Laki-laki itu akhirnya bangkit, meraih kunci motor serta jaket berwarna hitam dengan bagian punggung terdapat logo dan nama dari geng motor yang diketuainya—Dravagos. Zargan mengendarai motor dengan kecepatan normal. Jalanan ibu kota malam ini nampak cukup ramai. Tanpa disadari, Zargan mendecih pelan—kalimat Alara beberapa waktu lalu terus saja berputar di dalam kepalanya. Berlebihan, Zargan tahu ini terlalu berlebihan. Namun, bukan dirinya yang meminta, tetapi otaknya sendiri yang dengan kurang ajar merekam dengan jelas setiap kata yang keluar dari mulut Alara hingga rasa sesak di dadanya tidak dapat ia tepis.

Zargan menghentikan laju motornya tepat di pinggir jembatan. Ia turun dari atas sana, berjalan menuju tepian jembatan. Dari atas sini ia bisa melihat dengan jelas mobil yang berlalu lalang di bawahnya. Terlihat cukup indah, lampu-lampu dari mobil itu seperti menjadi pemandangan khas dari Jakarta.

"Orang kalo diem di pinggir jembatan, padahal motornya aja keliatan mewah banget. Jadi, rasanya mustahil kalo nggak punya duit buat nongkrong di kafe. Maka pilihannya adalah dia lagi banyak masalah dan lagi mikir kalo seandainya terjun dari atas sini, wajah ganteng gue bakalan hancur nggak, ya?"

"Iman gue masih kuat, gue nggak akan bunuh diri sekalipun masalah gue banyak."

Zargan lantas menoleh pada si lawan bicara. Dilihatnya seorang gadis berperawakan cukup kurus dan lebih pendek dari dirinya. Wajahnya nampak kusam dengan baju yang terlihat lusuh. Bulir keringat masih menghiasi pelipis gadis itu dan tangannya setia memeluk sebuah box berukuran sedang yang terdapat minuman berasa, air mineral, tissu, dan beberapa obat-obatan.

"Kenapa, sih, Bang? Ganteng-ganteng bengong di deket jembatan gini, nggak takut kesambet terus nanti tiba-tiba ngereog di pinggir jalan, dilihatin orang-orang lewat, direkam, dan akhirnya lo viral, terus hancur citra lo sebagai cowok ganteng?"

Zargan ; ANNOYING HUSBAND ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang