"Emang sialan si Galen! Kecelakaan, lukanya cuma baret segaris doang di telapak tangan bilangnya terluka parah!"
Zargan terlihat menggerutu saking kesalnya dengan tindakan Galen barusan. Seharusnya, ia bisa menyaksikan pertengkaran antara Alara dengan Zergan. Seharusnya, ia juga bisa melihat jelas bagaimana kelanjutan hubungan mereka.
Langkah kaki Zargan berhenti di ambang pintu kamar. Netranya memandang Alara yang sedang duduk di tepian kasur dengan mata bengkak. Perempuan itu juga sejak tadi hanya diam dengan tatapan kosong dan sepertinya ia juga tidak menyadari kehadiran Zargan.
"Sebegitu pentingnya, ya, Zergan buat Alara? Dia sampe kelihatan kacau banget setelah kejadian tadi. Kalo seandainya dia kehilangan gue, apa dia bakalan nangis selayaknya dia menangisi Zergan?"
Ada rasa sesak yang terselip di balik kalimat Zargan barusan. Namun, laki-laki itu berusaha untuk bersikap normal dan dengan senyum tipisnya, Zargan melangkah untuk mendekati Alara.
"Ara! Aku bawain martabak manis, biar kamu makin manis."
Zargan meletakan martabak yang sengaja dibelinya untuk Alara karena ia tahu Alara pasti akan menangis setelah kejadian tadi. Namun, senyuman Zargan disambut tatapan tajam dari Alara. Perempuan itu mendongak, lalu bangkit agar posisinya sejajar dengan Zargan yang masih berdiri.
"Buat apa lo beliin gue makanan? Sengaja mau merayakan kejadian tadi? Lo bahagia, kan, kalo Zergan benci sama gue?"
"Ara ... kalo lagi hamil, jangan marah-marah mulu. Kasihan anak kita nanti, takut stres." Zargan merangkul Alara, bermaksud untuk menenangkan perempuan itu dan mengajaknya duduk di kasur. Namun, Alara langsung menepis tangan Zargan dengan kasar.
"Lo paham nggak, sih, Zar?! Lo itu cuma perusak! Gue nggak suka sama lo! Nggak usah bersikap sok manis cuma demi bikin hati gue luluh!"
"Hubungan gue sama Zergan jadi hancur juga karena siapa? Karena lo!"
"Lo juga tahu, kan? Gue pacaran sama Zergan udah lama! Jadi, jangan pernah bermimpi kalo lo bisa menggantikan posisi Zergan!"
"Gue mau pernikahan ini selesai!"
"Ara!"
"Apa?! Lo nggak berhak melarang gue!"
"Kenapa nggak berhak? Gue udah jadi suami lo, Ra! Gue tahu lo emang nggak punya perasaan apa-apa sama gue, tapi status gue di sini adalah suami lo! Kita juga nikah secara resmi, gue berhak buat melarang lo, gue berhak atas hidup lo."
Alara tertawa pelan, tetapi nadanya terdengar meremehkan. "Iya, lo berhak atas hidup gue, kalo lo bisa memenuhi semua kebutuhan gue, tapi nyatanya enggak! Lo pikir penghasilan lo itu bisa mencukupi? Sama sekali enggak, Zar! Selama ini juga yang menunjang kebutuhan hidup gue, ya, Papa. Gue cuma pura-pura aja karena gue masih menghargai usaha lo."
"Lo pikir gue nggak malu kalo sampe kerjaan lo itu diketahui sama keluarga besar gue? Jelas malu, Zar!"
Wajah Zargan tampak memerah, kedua tangannya sudah mengepal erat, tetapi Zargan memilih menarik napas dalam-dalam untuk mengatur amarahnya. Perlahan, kepalan tangan Zargan mulai mengendur hingga akhirnya kembali seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zargan ; ANNOYING HUSBAND ✔
Teen Fiction"Pengkhianat harus mati!" Karena kejadian pada malam hari itu, tepatnya saat Alara tak sadarkan diri. Berbagai masalah mulai menghampiri hingga ia harus rela menikah dengan kembaran dari kekasihnya sendiri. Ia bertekad untuk membalaskan dendam pada...