Tidak tau diri

122 3 0
                                    

Layaknya kesenangan dan kesedihan,keberhasilan dan kegagalan akan selalu berdampingan saling berganti mengisi setiap episode dalam hidup, Sena mengijinkan dirinya untuk tidak apa-apa gagal! tidak untuk selalu menang, buat lah banyak harapan bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkannya tapi ingat tidak akan selalu berhasil, dan itu bukan masalah. Kegagalan demi kegagalan yang tidak bisa kita hindari tentunya akan memberikan lebih banyak pelajaran, bersedih secukupnya angkat kepala tatap kembali masa depan.

Sena tidak akan menjadi dirinya yang sekarang, tanpa melalu banyak kegagalan, dulu cita-citanya menjadi seorang dokter, cita-citanya itu sekaligus menjadi satu episode gagal dalam hidupnya, dulu iya juga menangis mempertanyakan semua kepada tuhan, lambat laun seiring berjalanya waktu pertanyaan yang ia tanyakan pada tuhan terjawab oleh banyak peristiwa dalam hidupnya.

Dan satu episode gagal dalam hidup ketika sena harus mengakhiri kisah cintanya tanpa persetujuan dirinya, apakah itu adil!
sena meraba-raba apa maksud tuhan mempertemukannya kembali dengan sosok pemeran utama dalam kegagalan kisah cintanya, terlalu menyakitkan ketika mengingat laki-laki itu pergi tanpa sepatah kata dan tidak pernah kembali lagi.

Ketika takdir tuhan mempertemukannya kembali dengan masa lalunya, tidak ada banyak yang bisa sena lakukan, sena sudah menganggap semuanya selesai, tidak tidak ada yang perlu dijelaskan. bukankah  sudah sam-sama dewasa tidak lagi ada pembahasan soal masa lalu, yang berlalu biarlah berlalu urusan sakit dan kecewa biar jadi kisah kelam saja.

Sena mengingat awal bertemu dengan nico di kota semarang ketika sena akan tes masuk perguruan tinggi begitu pun nico yang akan mengikuti tes akademi kepolisian, pertemuan dan perkenalan yang amat sangat singkat. Ketika sena tidak lulus masuk kedokteran di salah satu perguruan tinggi di semarang, sena harus rela kuliah di jakarta dengan jurusan psikologi bukan kedokteran seperti yang ia mau, tuhan mempertemukan sena dan nico kembali di jakarta setelah empat tahun berlalu setalah nico selesai menempuh pendidiknya dan ditempatkan untuk bertugas di jakarta, mereka menjalin asmara, kalo harus diingat jujur mereka lupa pada momen apa sampai mereka bisa sedekat itu, rasanya semuanya mengalir begitu saja, merajut kasih saling menguatkan, saling mengisi, sampai sudah membahasa ke arah yang lebih serius. lalu takdir buruk datang, perpisahan antara keduanya kembali terulang ketik nico harus menerima perjodohan.

Dulu banyak sekali tanya dalam kepala sena yang ditujukan pada nico, hancur, kacau dan kekecewaan yang tak ada ujungnya, sampai di satu hari sena mulai menata hidupnya lagi, mulai untuk tidak memikirkan apapun soal masa lalunya, semua tanya dalam benaknya ia kubur dalam-dalam, untuk apapun kejadian masa lalu sena mulai introspeksi diri menanyakan pada dirinya apa yang salah selama ini sehingga ia ditinggalkan begitu saja oleh orang yang sangat sena cintai dulu tanpa menyalahkan siapapun.

Namun menurut sahabatnya yaitu ranaya sena keliru itu bukan bentuk introspeksi yang baik, sena terkesan menyalahkan dirinya sendiri, memvonis dirinya tidak pantas untuk siapapun, itu hanya akan menyiksa diri sena sendiri. Ranaya orang yang lebih mengenal diri sena dibanding sena-nya sendiri, beberapa keputusan besar dalam hidup sena berasal dari saran rananya dan endingnya tidak pernah salah sasaran, mulai hari itu untuk sekedar memilih warna pot tanaman pun sena harus berkonsultasi dengan rananya, selain pemikirananya yang jernih selera rananya juga cukup bagus, lihat saja buktinya rananya memiliki pacar yang cakepnya bukan main, bocah itu memang beruntung dalam banyak hal.

Sena berniat menghubungi ranaya malam ini, sehubungan dengan waktu luang yang sena miliki, dan koneksi internet juga sangat mendukung.

"Apa"

Baru beberapa detik berdering panggilan video pun sudah tersambung

"Kangen"seru sena

"Ga heran, emang gue ngangenin sih"

"Lu lagi dimana?"

"Dikamar, baru pulang nih, jakarta makin hari makin padet aja, ga ngerti lagi"

"Sini dong papua, apa itu macet"

"Pasti di sana rilex banget, Lu pulang kapan?"

"Akhir bulan gua balik"

"Ah elah masih lama, tiga hari lagi gue otw semarang, lu tau tarisha kan temen kantro gue dia mau nikah"

"Di semarang?"

"Iya, lu tau dia nikah sama siap?"

"Ga tau lah orang lu belom ngasih tau"

"Tapi lu pasti tau"

"Sama siapa?"

"Hary!"

"Gila kan dunia sempit banget, ternyata Hary tugas di polda metro, kemaren gue ketemu dia jemput tarisha di kantor, gue basa-basi nanya dia sekarang dimana, eh malah ngundang buat dateng ke acara nikahannya, btw dia nanyain lu juga"

"Apa katanya"

"Masa dia baru tau sebulan yang lalu kalo lu udahan ama nico katanya, gila yaa padahal udah hampir 4 tahun"

"Ya namanya juga dimas orang sibuk, pasti ketinggalan gosip gue, padahal dulu hangat banget ya" ketawa culas sena

"Cie udah berdamai dengan keadaan, gue liat-liat lu cantik banget, kaya auranya beda gitu"

"Ah ini mah kamera hp gue aja yang bagus,  gue mandi aja sehari sekali" sena sedikit merapihkan bajunya

"Sumpah deh aura lu beda, emang lu se--happy itu disana, apa lu ketemu orang yang bikin lu seneng, atau lu lagi jatuh cinta? Sena heyy kenapa lu ga cerita"

"Kebiasaan deh, nebak-nebak yang bukan-bukan"

"Sayang, lu harus dapet pacar pulang dari sana, pasti banyak bos pertambanggan di sana nah itu lu harus dapet, sesekali dapet benefit jodoh"

"Untuk semua hal baik, Aamiinkan saja"

Sena melirik jam sudah hampir satu jam setengah mereka keduanya berbincang, dan memutuskan untuk mensudahi obrolan yang tiada habisnya itu, jam juga sudah menunjukan jam 10 malam waktu indonesia timur.

"Belom tidur"

Sena hampir terjungkal kaget"Astaga"mengelus dadanya

Diam-diam nico tersenyum melihat reaksi kaget sena

"Nawasena"

Ketika sena mulai betanjak untuk meninggalakan nico yang tadinya akan ikut duduk di kursi panjang tersebut.

"Gue terlalu kurang tau diri buat ngajak lu ngobrol"

Sena mematung, menautkan halisnya, tidak paham apa maksud ucapan nico, apakah pertanyaan atau pernyataan, lantas harus di respon semacam apa?, nada bicaranya sedikit meninggi, bahkan nico menggunkanan lu--gue, ko rasanya sakit hati sena mendengat ucapan nico tadi, untuk menghindari sakit yang lebih parah, sena melangkah sekali lagi untuk menjauh dari nico.

"Apa lu juga bakal nyiksa gue dengan rasa bersalah?"

Sena menghentikan langkahnya, ia membalikan badanya, ia menggeleng-gelengkan kepala, jelas nico tidak tau diri kali ini.

"Ga usah ngerasa paling tersakiti" sena tersenyum culas

Kali ini sena mengambil langkah cepat, bergegas masuk rumah mengunci pagar dan juga pintu, dengan menyaksikan nico yang masih mematung di tempat tadi.

"Lu orang paling ga tau diri di Alam semesta"

Nawasena






Perwira Untuk Pertiwi | NICOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang