Beberapa kali sena maupun nico menghindari untuk berbicara secara empat mata, kecuali dalam keadaan yang memaksa mereka berada dalam tempat yang sama.
"Aku pikir waktu itu kamu ikut di Makamkan" Ucap sena mengigit bibirnya agar tawanya tidak mengembang
"Saya liat kamu saat itu hadir di pemakaman" ucap nico matanya masih menatap lurus ke depan enggan menatap lawan bicaranya yang tengah duduk di sampingnya.
Sena mengingat-ngingat bagaimana mungkin ia tidak melihat nico hari itu"Aku diajak fajar dan diaz untuk menghadiri"
"Iya benar kamu tidak melihat saya di tempat pemakaman karena saya baru sampai ketika kamu sudah keluar dari area pemakaman" ujar nico
Lagi-lagi tanya yang ada dalam benak sena bisa diketahui oleh nico, sena menatap nico penuh keheranan "bagaimana bisa" desis sena
"Kamu bisa baca pikiran orang""Saya rasa tidak, hanya untuk beberapa orang yang sudah saya kenal lama saja" barulah nico menatap sena "kenapa" tanya nico
Sena segera menatap objek lain menghindari kontak mata dengan nico, jaga-jaga supaya hatinya tidak tersayat lagi ketika mengetahui fakta bahwa melalui tatapannya sena mampu melihat tidak ada lagi dirinya dalam hati nico, lihat saja pembawaanya yang tenang ketika mengobrol dengan sena tanda bahwa dia memang sudah tidak memiliki rasa, jika diingat waktu di papua perlakuan nico, sena mengakui dirinya salah mengartikan bukan nico masih ada rasa namun itu bentuk permintaan maaf.
"Gapapa"
"Kamu masih selalu bilang gapapa" ujar nico
Sena terdiam bingung harus menjawab apa
"Saya minta maaf ya" ucap nico
Lamunan sena terbuyarkan oleh kedatangan kanaya , percakapannya dengan nico beberapa hari lalu kembali terlintah di pikiran sena
"bengong aja lu"
Sena menatap lama pada sosok kanaya, membantin harus mulai dari mana menceritakan ini semua.
"Duduk" titah sena
Kanaya pun duduk di kursi yang bersebrangan dengan sena terhalang oleh satu meja bundar di sebuah caffe sena memutuskan untuk bertemu kanaya yang kebetulan hari ini ada di semarang untuk perjalanan dinas.
"Gue ga bisa lama ya" kanaya melirik jam pada pergelangan tangannya
"Nay nico masih hidup"
Kanaya memasang wajah bingung "lu mulai gila ya"
"Gue serius ternyata dia selamat dalam kejadian itu dan dia sekarang ada di semarang" ucap sena dalam sekali tarikan nafas
Kanaya meneguk minumanya setelah dibuat tidak percaya oleh perkataan sena "sen sekali lagi lu sehatkan?" Kanaya terlihat mengkhawatirkan sena
"Gue ga lagi halu" tegas sena merespon reaksi kanaya yang masih saja tidak percaya
TING
Suara lonceng yang tergantung di pintu bergerak ketika ada seseorang yang mendorongnya dari luar.
"Na gue liat nico di sini" wajah kanaya memandang dengan terkejut sena yang memunggungi objek itu lantas membalikan badan agar dapat melihat apa yang sedang kanaya lihat.
"Asli itu dia, gila udah lama banget gue ga lihat tuh makhluk"
"Na kenapa dimakin gagah"
"Na dia makin dewasa"
"Na gue dukung lu balikan lagi sama dia"
"Sutttt" sena membungkam bibir kanaya dengan jari telunjuknya "jangan kenceng-kenceng nanti dia denger, jangan sampe dia tau kalo kita ada disini" lanjut sena
Suasana caffe tidak begitu rama dan untungnya sena dan kanaya berada di tempat duduk paling pojok, dengan begitu mereka tidak perlu susah payah bersembunyi dari nico.
"Ga bisa na gue perlu ketemu dia langsung" kanaya sudah siap beranjak menyusul nico yang sedang memesan kopi di meja barista
"Nay" cepat-cepat sena menahan kanaya "pliss ga sekarang" wajah sena terlihat sangat memohon, wajar saja seperti itu sebab mulut cablak kanaya pasti berbicara banyak kepada nico bisa jadi hal yang tidak perlu di bicarakan akan kanaya bicarakan, tempo waktu lalu kanaya pernah bilang jika dia diberi kesempatan oleh semesta bertemu lagi dengan nico kanaya akan menceritakan semenyedihkan apa sena tanpa nico, dan sena tidak mau nico memgetahui itu.
"Tenang aja na, gue cuma mau nyapa dia doang" kali ini kanaya selangkah lebih cepst membuat sena tidak dapat lagi mencegahnya
Dari pojokan caffe sena milihat wajah nico sedikit terkejut saat kanaya menyapanya, dan sial saja kanaya memberi tahu keberadaan sena di sini pada nico, cepat saja sena mengalihkan padanganya pada ponsel yang sejak tadi di genggamnya.
Tidak lama kanaya datang lagi dengan wajah yang sulit diartikan
"Wanginya masih sama baccarat, parfum yang bikin lu tergila-gila sama tuh laki" kanaya
Sena memasang wajah datar, di dalam hatinya jujur saja ia ingin bertanya apa saja yang kanaya bicarakan tadi dengan nico namun lagi-lagi gengsinya selalu menguasai.
"Dia bareng ceweknya" kanaya memutar bola matanta "noh" mengangkat dagunya bibirnya ikut menujukan dimana keberadaan nico dengan pacarnya, ternyata tidak jauh dari posiai duduk mereka saat ini terhalang dua meja.
"Gila ceweknya denger ga ya tadi" sena panik
"Cewek gila memang perlu dengar"
"Nay" suara sena sangat tenang "kalo saja lu tau seberapa cerdas cewek itu, lu pasti bakal setuju kalo nico emang lebih cocok sama oliv" sena mengakui jika oliv perempuan yang amat sangat cerdas bahkan kelewat cerdas meski hanya bertemu beberapa kali namun sena dapat melihat kecerdasan yang terpancar dari wanita itu.
"Ohh namanya oliv" kanaya masih dengan wajah juteknya "bodo amat cewek cerdas mana pun kalo lu masih ada rasa ama nico gue bantu singkirin semua cewek yang deket-deket nico"
"Santai kali, lagi pula gue udah ga ada rasa" sena
"Kok cepet banget sih, perasan baru kemaren nangis-nangis depan gue sama panji nangisi nico masa sekarang udah ilang aja rasanya, ga ah gue ga percaya" kanaya begitu yakin jika sena kali ini hanya berdalih sebenarnya sena masih memiliki rasa yang sama seperti dulu pada nico.
Sena tersenyum tipis sebelum menjawab "liat dia bahagia, gue ikut bahagia"
"Halah klasik na klasik, itu cuma kata-kata orang yang tidak mau memperjuangkan cintanya, dan dari mana lagi lu tau kalo dia bahagia"
"Gue bukan pertama kali ketemu mereka berdua, dan gue rasa sikap yang ditunjukan nico pada oliv menujukan bahwa dia bahagia telah memiliki oliv"
"Itu kan cuma perasaan lu, apa lu pernah menayakan langsung, nggakan?! lantas belum tentu benar nico itu bahagia seperti apa yang lu bilang tadi" kanaya masih bersikeras berusaha mencari sosok sena yang kemarin-kemarin mengapa bisa berubah secepat ini.
"Gue tau dia nay, gue bisa lihat dari sorot matanya, gue bisa lihat dari gestur tubuhnya kalo dia emang se-bahagia itu sekarang" Sena menaruh kedua tanganya di atas meja
"Jangan bilang lu sekarang ada cowok baru makanya lu bisa move on secepat ini sama nico" kanaya memicingkan matanya mendorong tubuhnya sedikit mundur tatapanya mengintimidasi
Sena hanya tersenyum
"Beneran ada na" kanaya mendekatkan wajahnya
"Nanti gue kenalin ke lu" Sena tersipu, tatapan kanaya makin mengintimidasinya " udah sono kerja di tungguin bos lu" titah sena detik berikutnya kanaya seperti akan terkena serangan jatung benar saja tadi kan ia janjinya tidak akan bertemu lama dengan sena karena masih banyak kerjaan yang perlu di selesaikan.
Kanaya masih sempat menyeruput kopi pesananya dengan tergesah-gesah masih sempatnya berbicara pada sena "temen laknat emang, giliran susah ke gue giliran punya cowok baru boro-boro cerita, lu hutang penjelasan sama gue bye" kanya berucap demikian benar benar di hapaan wajah sena bukannya takut sena malah tertawa, kanaya yang sudah melangkah pergi masih sempat mengacungkan jari tengahnya pada sena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perwira Untuk Pertiwi | NICO
Truyện NgắnCerita yang ringan, dan juga sedikit banyak pelajaran soal psikologi dan dunia kepolisin. Dulu mereka bertemua ketika akan sama-sama daftar di perguruan tinggi dan akademi kepolisisan, berpisah karena pendididkan lalu bertemu kembali setelah sama-sa...