Satu bulan berlalu, setelah kejadian mengerikan itu, Olivia kembali bangkit. Di bantu dengan seorang Psikeater yang di panggilkan Kak Almi kerumah, membuat Oliv kembali bersemangat untuk tetap melanjutkan hidup. Namanya Dokter Fifi. Dokter spesialis kejiwaan yang bekerja sukarela di luar jam prakteknya untuk membantu menangani beberapa kasus seperti yang di alami oleh Olivia.
"Ini terapi terakhir ya Liv, semoga kamu cepet sembuh dan melupakan semuanya yang udah terjadi. Resep obat dari saya masih kan untuk beberapa hari kedepan?". Tanya Fifi pada Oliv, perempuan itu nampak sibuk mengemasi beberapa buku dan laptopnya.
Walau Oliv sudah sembuh dari traumanya, tapi Fifi nihil mendapat sedikit saja informasi pelaku pemerkosaan itu. Entah mengapa, sulit sekali membuat Olivia membuka suara sedikit saja soal ciri-ciri pelaku. Bahkan hingga kasus ini mulai redup dan di lupakan media.
Ya, di sisi Oliv, ia senang, karena kasus ini sudah tidak lagi di bahas di media. Kasusnya mulai hilang begitu saja, dan polisi sudah tidak lagi mengintrogasinya terus menerus.
"Makasih, Kak Fifi udah mau bantuin aku buat hilangin trauma ini". Ujarnya sembari tersenyum. Dua perempuan itu saling berpelukan sebentar.
"Oh ya, kamu udah mulai sekolah?". Tanyanya lagi.
"Besok kemungkinan aku balik ke sekolah Kak".
Fifi mengangguk tersenyum, kemudian ia berpamitan pada Oliv dan Almira untuk pulang, karena hari sudah semakin sore.
Almira menyusul Oliv yang kini tengah beranjak masuk ke dalam kamar, agak khawatir jika Oliv besok ke sekolah dan respon teman-temannya justru membuat adiknya kembali mengalami trauma.
"Kamu yakin besok mau sekolah?". Tanya Almira mengekori Oliv ke kamar.
"Iya".
"Kalau justru teman-teman kamu mencecar pertanyaan soal kasus itu, apa kamu sanggup Liv?".
Olivia tersenyum menoleh ke arah Almira, ia mengangguk pelan. "Sanggup, masanya udah lewat, toh aku juga udah mulai membaik. Cita-citaku masih banyak yang belum tercapai Kak, kalau aku stuck di situ terus, aku nggak akan berkembang".
Almira tak menduga, adiknya akan menjawab pertanyaanya dengan sangat bijaksana, ia kemudian memeluk adiknya bangga.
"Besok Kakak anter".
"Nggak usah, biasanya juga naik angkutan sendiri".
"Kakak masih takut".
"I'am okay, kalau Kakak begini, justru aku nggak akan berani terus menerus, aku akan selalu takut sendirian".
Almira menghela nafas panjang, Olivia memang adik perempuannya yang keras kepala. Di balik sifatnya yang masih lembut dan agak manja, adiknya ini sebenarnya memiliki jiwa yang pemberani dan mandiri.
*
Hari terlewati begitu cepat, Olivia bahkan hampir telat di hari pertamanya memasuki sekolah kembali. Waktu sudah menujukkan pukul 06.45, syukurlah dirinya sudah hampir sampai di depan gerbang sekolahnya. Jalan terlihat ramai padat, mengingat sekolahnya berada di dekat jalan raya besar.
Tanpa di sadari, sesosok lelaki telah mengintai Olivia dari sebrang jalan. Dengan ciri khas jaket levisnya, pasti akan tahu siapakah orang yang sedang mengintai Olivia.
Dengan gerak cepat, Lelaki itu menyebrang jalan, lalu menarik Olivia paksa di tengah kerumunan anak sekolah yang terburu buru masuk ke dalam.
Olivia terseret tanpa sadar dengan langkah kaki tergopoh-gopoh mengikuti langkah kaki lelaki itu. Setelah menyebrangi jalan, dirinya baru di buat sadar jika yang menariknya secara paksa adalah pelaku pemerkosa dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLIVIA
Novela Juvenil"Lo cuma punya satu pilihan. Lo lepas dengan selamat dan nggak akan bilang kejadian ini ke siapapun termasuk polisi,atau lo berakhir di sini sebagai mayat?". #1 16tahun #1 pelecehanseksual Agustus 2022