BAB 3. PSIKIATER

688 16 0
                                    

   

  Setelah berdiskusi dengann Arkhan,Almira memutuskan untuk mencari Psikeater untuk menangani psikis Oliv. Awalnya ia tidak mau,saat polisi dan dokter yang merawat Oliv menyarankan agar Oliv di bawa ke psikeater,karena ia merasa sanggup merawat adiknya. Namun kini ia menyerah,Olivia semakin drop. Mentalnya benar benar terganggu,bahkan ia tak ingin bertemu Arkhan,kakaknya sendiri.

     Katanya, Ia tak ingin bertemu lelaki,termasuk Arkhan. Ia tak mau melihat sesuatu yang berhubungan dengan kejadian malam itu,termasuk baju yang pernah ia pakai. Namun baju itu sudah di amankan polisi. Jika malam hari,Oliv selalu menangis histeris karena seolah ia melihat pelaku masuk dari jendela kamarnya,padahal saat di cek tidak ada siapa siapa di sana.

    
    "Dengan Ibu Almira dan Bapak Arkhan?". Tanya seorang dokter dengan nametag Fifi. Keduanya mengangguk,lalu mengekori dokter masuk kedalam ruangan bertuliskan Psikeater.

      "Silahkan duduk Pak,Bu". Ujar Dokter Fifi mempersilahkan. Keduanya mengulas senyum,lalu duduk bersamaan.

     "Seperti yang sudah saya ceritakan di whatapps,adik saya korban pemerkosaan yang sedang heboh di media sosial Dok. Awalnya saya berniat menanganinya sendiri,karena saya fikir adik saya sudah remaja,batin dan mentalnya pasti lebih kuat jika mendapat suat masalah,tapi saya salah". Jelas Almira agak cemas.

      "Betul Dok,bahkan bertemu saya yang Kakaknya saja tidak mau. Teman temannya yang cowok juga tidak mau,katanya dia nggak mau bertemu cowok,siapapun itu". Timpal Arkhan.

      "Baik,dari cerita Bapak dan Ibuk yang saya rangkum,besar kemungkinan jika Olivia mengalami trauma berat. Untuk pemulihannya,ia harus di bawa kesini dan menginap di sini sampai dia sembuh". 

      Almira terdiam,begitu juga Arkhan. Nampak berfikir soal apa yang barusan Dokter ucapkan. Masak iya,Olivia harus di bawa ke rumah sakit jiwa? Mengingat,yang mereka datangi ini adalah rumah sakit kejiwaan.

      "Belum tentu yang datang kesini itu gila Bu,Pak. Banyak kok yang datang kesini karena depresi,tekanan batin,susah tidur dan lain sebagainya. Kita juga tidak langsung mendiaknosis pasien itu gila hanya karena perilakunya yang sering histeris dan tidak merasa nyaman pada lingkungan sekitarnya". Jelas Dokter Fifi lagi.

      "Kalau di rawat di rumah apa nggak bisa dok? Karena saya takut adik saya tambah parah,karena untuk keluar kamar pun dia nggak mau".

      "Sebenarnya tidak bisa,karena jam kerja saya sesuai peraturan rumah sakit. Tapi,jika di luar jam kerja,saya usahakan bisa untuk menolong Olivia. Saya akan menangani Olivia di luar jam kerja saya,kalau Bapak dan Ibu berkenan". Usul Dokter Fifi. Dengan senang hati,Arkhan dan Almira mengangguk kompak.

     "Berapapun biayanya Dok,yang penting adik saya merasa tenang dan sembuh dari traumanya". Ujar Arkhan bahagia.

     "Nanti kirim saja alamatnya,saya akan kesana setelah pulang kerja. Saya tidak memungut biaya dari penanganan di luar jam kerja rumah sakit Pak,Bu. Ini murni kemanusiaan,karena saya juga ikut sedih jika mendengar kasus kasus pelecehan terhadap anak dan remaja yang masih sering terjadi".

*

      Kelas 10 IPA 1 masih tetap heboh seperti hari hari sebelumnya. Hari dimana mereka mendengar kabar bahwa teman satu kelasnya Olivia,sedang mendapat musibah. Samar samar terdengar beberapa anak perempuan sedang bergosip karena Oliv tidak mau di jenguk,niat baik untuk menjenguk itu berbuah pahit karena Oliv meminta semuanya untuk pulang.

      "Kasian ya Oliv,masa depannya harus hancur". Ucap salah seorang anak cewek yang kini sedang duduk menggerombol.

      "Gue kalau jadi dia juga pastinya mending bunuh diri aja. Udah nggak ada harapan hidup". Sambung satunya lagi.

OLIVIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang