BAB 9. KEPUTUSAN

423 24 5
                                    

 Malam semua!

    Sebelum baca, please banget ya, ini cerita kek cerita sikopat rasanya, masa iya ada korban mau di nikahin pelaku yang memperkosa dia?

    Kalau di dunia nyata pasti ga ada, makanya ini cerita ada, karena ini bukan cerita nyata. Di bawa enjoy, jangan di fikirin ya

     Aku sendiri heran, kenapa ada ide buat nulis cerita kayak gini hehe. So nikmati aja alurnya, gausah di ambil serius. Okey..

Happy reading luv :*

*

Tanpa persetujuan Olivia, Almira membawa adiknya ke rumah sakit, karena tak sengaja menemukan testpack yang terbuang di tong sampah. Almira sudah membuat jadwal dengan temannya yang kebetulan spesialis Obgyn, ia juga sudah membuat kesepakatan jika Olivia nantinya hamil, dokter akan melakukan tindakan aborsi.

    Dalam undang-undang, seorang korban pelecehan seksual, di perbolehkan menggugurkan kandungannya jika di ketahui hamil dari peristiwa tersebut, dengan syarat ada bukti luka atau saksi dalam pelecehan seksual tersebut.
    
    Olivia di buat campur aduk dengan perbuatan Kak Almi. Ia tahu Kak Almi pasti kahwatir akan keadaanya, tapi apakah tidak bisa semuanya di bicarakan dulu? Jangan langsung mengambil keputusan sendiri seperti ini.

    "Kak, apa nggak bisa di tunda atau di obrolin dulu? Ini manusia ciptaan Tuhan loh?". Ujar Olivia merasa tak terima dengan keputusan Kak Almi, rasanya baru kemarin ia mengatakan bahwa dirinya benci dengan janin yang di kandungnya, tapi sekarang ia mendadak tidak tega dan tidak rela jika harus di lakukan tindakan aborsi.

    "Masa depan kamu bakal hancur kalau sampai dia ada di dunia ini Liv, dan kamu sendiri aja nggak mau kan kasus ini sampai ke polisi bahkan ke pengadilan? Terus alasan apa yang pantas buat mempertahankan anak itu?". Jelas Almira sembari melirik sinis perut rata Olivia.

    Gadis itu terdiam, menunduk menatap perutnya sembari mengusapnya pelan. Bingung harus mencegahnya dengan cara apa, akhirnya Olivia mengirim pesan pada Arfi dan menceritakan hal ini.

  Me :

Fi, gue di bawa ke rumah sakit sama Kakak, dia udah tahu dan ngotot buat melakukan aborsi.

   Tak butuh waktu lama, Arfi membalas pesan singkat dari Oliv.

Arfi :

Please, cegah gimana caranya. Gue bakal nemuin Kakak lo sekarang juga!

    Jawaban Arfi membuat Olivia    semakin bingung. Ia harus melakukan apa?

    Belum juga merencanakan sesuatu, nomor antrian Olivia sudah di panggil. Kak Almi menggandeng tangan Olivia, lalu keduanya masuk ke ruangan spesialis Obgyn.

    "Hallo Oliv, gimana kabarnya, sehat?". Tanya Dokter Maya ramah.

   Olivia hanya memaksa senyum dan mengangguk.

   "Yuk naik ke bed, kita usg dulu untuk tahu keadaan kandunganmu". Pinta Dokter Maya dengan lembut.

   Olivia menurut, ia naik ke bed, lalu dua perawat memandunya untuk menyingkap bajunya ke atas dan menurunkan celananya sedikit. Setelah itu, di tuangkan gel yang terasa dingin di perut. Alat usg pun menyentuh kulit perut Olivia.

    Di layar, terpampang janin kecil berusia tujuh minggu.

   "Baru tujuh minggu, janinnya juga sehat, ini masih bisa di lakukan tindakan ya". Ujar Dokter Maya sembari menatap layar.

OLIVIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang