BAB 8. MULAI BERDAMAI

395 23 2
                                    

Berdamai dengan kesalahan
Mungkin bisa meringankan sedikit dosa yang ada

.Arfisa Haris.

*

    Di tengah perjalanan, bocah kemarin sore itu terlelap. Takut jika terjatuh dari atas motor, Arfi meraih tangan Olivia agar gadis itu berpegangan di pinggangnya, lalu Arfi memegangi kedua tangan Oliv agar gadis itu tetap seimbang duduk di atas motornya.

    Kalau di fikir-fikir memang malang sekali hidup Olivia. Kemarin, waktu ngobrol di coffe shop dekat sekolah Oliv, Arfi masih gengsi dan semena mena. Namun sekarang, hatinya tiba tiba luluh lantak di atas jembatan layang. Entah apa yang membuatnya tiba tiba bergetar, Oliv yang sudah yatim piatu, atau soal kehamilannya.

   Masih tidak percaya, pemain handal seperti dirinya mampu menanam benih di rahim gadis berusia 16 tahun, dan benih itu sekarang hidup. Fikiran Arfi mengawang, bagaimana kelanjutan hidup benih yang di tanamnya ini. Akankah berkembang, atau berakhir malang. 

    Setelah molor beberapa jam karena Oliv tertidur di atas motor, akhirnya Arfi sampai di depan rumah Oliv. Memang sebelumnya, Arfi tahu segala hal soal korbannya ini, sekolahnya, rumahnya, jadi tak heran jika ia bisa langsung mengantarkan Oliv sampai di depan rumahnya.

    Ia menepuk pelan tangan Oliv, tak lama gadis itu sadar dan kebingungan. Ia tak tahu jika sudah sampai di depan rumah.

    "Udah sampai". Ujarnya menengok kebelakang. Oliv yang masih setengah sadar hanya mengangguk lalu turun dari motor.

    "Minta nomer Whatapps lo". Kini Arfi mengeluarkan ponselnya dan bersiap mengetik nomor Whatapps Oliv.

    "Buat apa?".

    "Gue tahu, lo nggak akan cerita sama Kakak lo soal kehamilan lo ini dalam waktu dekat, jadi kalau ada apa apa, hubungin gue aja".

   Mendengar itu, Olivia mengerutkan dahi. Ia tidak salah dengar?

    "Buat apaan gue harus hubungin lo kalau ada apa apa sama kandungan ini? Kan lo nggak mau bertanggung jawab".

    "Buat sementara aja, selama Kakak lo belum tahu".

    Olivia percaya saja, ia mengeluarkan ponselnya dan memberikan nomor Whatappsnya pada Arfi.

    "Iblis kayak lo bisa berubah malaikat juga ya?". Sindirnya sembari tersenyum sinis lalu masuk kedalam rumah.

*

   "Darimana aja Liv? Kakak telfon nggak kamu angkat, Kakak tanya ke Bian, katanya nggak sama dia, nggak ngabarin juga". Ujar Kak Almi khawatir, setelah melihat Olivia masuk kedalam rumah dengan keadaan sayu.

    "Jalan-jalan sama Geha Kak". Jawabnya bohong. Nggak mungkin ia cerita kalau habis jalan-jalan dengan Arfi.

    "Oh ya, aku udah putus sama Geha. Jadi Kak Almi nggak perlu percayain Geha buat anter jemput aku lagi ke sekolah".

    Olivia berlalu masuk kamar, namun Almira masih mengekorinya hingga masuk kedalam kamar.

    "Kenapa putus? Toh Geha bisa menerima kamu kan Liv? Dia juga janji sama Kakak buat jagain kamu".

    "Aku ngrasa nggak pantes sama cowok baik kaya Geha".

     Singkat padat dan Almira tak bisa lagi menyanggah perkataan adiknya. Almira hanya menghela nafas panjang, mengecup kening adiknya, lalu keluar dari kamar Olivia.

*

    Dan benar, keduanya tiba-tiba asing saat di kelas. Bian yang kebingungan melihat tingkah aneh dua sejoli itu langsung heboh meawawancarai Oliv, tapi gadis itu tetap bungkam. Ia tidak semangat sekolah hari ini, terlebih mendengar ocehan Bian, ia semakin malas berada di kelas ini.

OLIVIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang