Malam everyone, gimana kabarnya? Lama banget ibu satu anak ini menghilang, sampe lupa kalau punya cerita yang belum selesai. Hehe
Maaf ya?
Di maafin nggak?
Btw aku berusaha untuk terus up cerita ini meski inspirasinya suka ilang ilangan, lupa nama tokoh dan alur cerita wkwk
Yaudah, selamat membaca ya? Kalau mau lanjut, jangan lupa vote dan komen next di bawah!
Biar ibu satu anak ini semangat nulisnya!!
Btw boleh sambil dengerin lagu di atas biar feelnya dapet:)
*
Setelah 3 hari, saat Arfi di rawat di rumah sakit, hingga kini dirinya sudah di perbolehkan untuk pulang, Olivia sama sekali tak menjenguknya, tak ada kabar, bahkan ponselnya tak aktif.
Hal itu membuat Arfi hampir tidak pernah tidur selama di rumah sakit karena memikirkan gadis itu. Ia takut jika Olivia nekat untuk bunuh diri lagi. Kak Almi dan suaminya pun tidak ada menjenguk.
Entah sengaja tak ingin menjenguk, atau memang Olivia tak memberi tahu Kakaknya, jika calon suaminya ini sedang di rawat di rumah sakit.
Fifi, Kakak Arfi tengah sibuk mengemasi pakaian Arfi. Sembari sesekali melirik adik semata wayangnya yang tengah terlihat gelisah.
"Kenapa sih?". Tanya Fifi santai.
"Oliv, dia nggak ada kabar udah tiga hari, Kakaknya juga nggak ada kesini. Aku takut anak itu ngelakuin hal yang enggak-enggak, karena depresinya kambuh-,".
Arfi tak melanjutkan penjelasannya, hampir saja ia keceplosan jika penyebab depresi Oliv kambuh adalah Kevin, temannya.
"Hah?! Kok bisa?".
"Mungkin dia ngelihat sesuatu yang bersangkutan sama kejadian itu. Apa kayak gitu bisa nyebabin traumanya kambuh ya Kak?".
"Bisa, makanya sebisa mungkin, Oliv jangan sampai melihat atau mendengar hal yang bersangkutan sama yang membuat dia trauma dan depresi. Karena ya Fi, orang depresi sama dengan delapan puluh persen jiwanya sembuh, dan duapuluh persennya enggak. Jadi nggak seratus persen bener bener sembuh, bisa kambuh kapan aja". Jelas Kak Fifi. Arfi mengangguk angguk paham.
Sepulang dari rumah sakit, Arfi langsung ke rumah Olivia. Awalnya Fifi mencegah, namun cowok itu kekeuh untuk menemui Olivia detik itu juga.
Ia sudah tak bisa menahan rasa khawatirnya terhadap Olivia. Bayangan akan gadis itu menyayat nadi nya menghatui fikiran Arfi.
Sesampainya di rumah Oliv, Arfi mengetuk pintu rumah itu berkali kali, namun tak ada sahutan dari sang pemilik rumah. Hal itu semakin membuatnya bertambah cemas memikirkan gadis kecil itu.
Arfi pun kembali mendial nomor Olivia, dan syukurlah akhirnya berdering. Cowok itu menghela nafas lega, senyumnya sedikit mengembang. Tuhan masih memiliki rasa iba padanya.
"Hallo". Sahut suara kecil nan lembut dari sebrang telepon.
"Lo kemana aja sih Liv?! Gue telfonin lo udah tiga hari ngga aktif, sekarang gue di depan rumah lo, tapi kayak rumah kosong nggak ada orangnya!". Ujarnya cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLIVIA
Teen Fiction"Lo cuma punya satu pilihan. Lo lepas dengan selamat dan nggak akan bilang kejadian ini ke siapapun termasuk polisi,atau lo berakhir di sini sebagai mayat?". #1 16tahun #1 pelecehanseksual Agustus 2022