15 ; taman

39 10 5
                                    

Note :

Kita hanyalah manusia biasa. Manusia yang kalah. Kalah dengan hawa nafsunya.

.

Muhammad Fharen Hito, aktivis dakwah, ustad muda, berprestasi, anak motor, kaya raya dan tentu menjadi incaran para siswi di sekolah. Tidak seperti yang kalian pikirkan. Fharen hanya manusia biasa, sama seperti kita.

Hari hari kami lalui bersama. Jika di tanya bagaimana rasanya menjadi pacar seorang Fharen Hito? Aku menjawab, biasa saja.

Hanya saja mental dan hatiku harus lebih siap di uji.

Selain itu, pasti dan sangat penting. Aku selalu memikirkan, apakah perbuatan kita ini salah atau tidak? Meski baru beberapa hari, orang orang sudah mulai melihat kami yang sering bersama.

Terlebih lagi saat pulang sekolah. Motor Fharen yang besar dan menyita banyak perhatian orang itu semakin menjadi pusat perhatian saat aku dibonceng bersamanya. Apalagi dengan status Fharen yang dikenal suka berdakwah.

Padahal sudah ku atur waktu pulang kami menjadi jam 3 atau 4 sore. Tentu saja supaya tidak banyak murid lain melihat kami. Tetapi tetap saja, kabar dari mulut ke mulut itu memang benar adanya.

Baru beberapa hari kami bersama, beberapa orang sudah mengetahui hubungan kami. Aku yang berusaha menyembunyikan hubungan ini justru terbanding terbalik dengan Fharen yang selalu update story.

Ya... walau Fharen bilang, storynya sudah di privasi ke beberapa orang termasuk guru.

Selagi masih belum di senggol, aku tenang tenang saja.

Hari ini hari Jumat, tepat saat malam hari. Ibu, Ayah serta diriku sedang menonton televisi bersama. Suasana cukup santai, tenang dan damai.

Ketika acara TV berganti menjadi sebuah iklan, fokus kami terganti. Aku membalas chatingan Fahren, Ayah dan Ibuku kembali mengobrol.

"Dae, mau ikut ga ke rumah Tanteu?" Ibuku yang sedang bersantai itu bertanya padaku.

Aku menoleh, sedikit tertarik karena sudah lama tidak mengunjungi rumah Tanteu. "Kapan, mah?"

"Hari Minggu." Jawab ibuku.

"Mau! Mau!" Aku antusias.

"Tapi kalo jadi, kalo ada mobilnya." Sambung ibuku.

"Heu, harus jadi atuh! Udah lama ga ke rumah tanteu." Aku sedikit gemas.

"Iya lihat gimana nanti," ucap ibuku.

"Eh, kamu mah sama si ayang aja we atuh," ibuku tiba-tiba berkata.

Aku sedikit terkejut, begitu pula ayahku. Malu ku rasakan, jujur sangat malu rasanya.

"Ih, emang dia mau?" Tanyaku.

"Pasti mau lah!" Di jawab ibuku pasti.

"Hm." Aku berdeham ringan.

Jujur, aku yang tidak mau membawanya. Masih belum siap untuk mengenalkannya pada keluargaku yang lain. Aku malu, takut takut Fharen tidak nyaman dengan keluargaku.

"Eh, sok tanya aja pasti mau!" Ibuku tetap teguh pendirian.

Aku yang kebetulan sedang chatingan dengan Fharen mencoba bertanya.

Kamu tahu kota xxx?

Engga, di mana itu teh?

Ya di sana, google aja we

Emang kenapa nanya kota itu?

𝐃𝐢𝐬𝐚𝐬𝐭𝐞𝐫 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang