16 ; ayunan

44 10 0
                                    

Matahari semakin bersinar terik. Fharen dan aku masih berputar mencari taman yang aku inginkan. Setelah berkeliling dan berpikir, kami memutuskan untuk berhenti di sebuah taman besar.

Taman itu cukup luas, terdapat lapangan untuk sekedar bermain bola, di ujung taman terdapat kebun kecil. Di tengah tengahnya terdapat 4 buah ayunan.

Setelah turun dari motor dan masuk menuju taman, Fharen dan aku diam sebentar di sebuah bangku di dekat lapangan. Meski matahari sudah bersinar terik, angin besar sehabis hujan masih terasa sejuk dan dingin.

Aku melihat taman itu sekeliling, tidak terlalu ramai. Tetapi, ada beberapa anak yang sedang bermain.

"Katanya mau naik ayunan, itu di sana.. kenapa duduk disini?" Fharen bertanya.

"Shhttt, sini duduk dulu." Ajakku pada Fharen.

Fharen menuruti, dia duduk di sampingku. "Kenapa?" Tanyanya heran.

"Malu, masih ada anak kecil yang main." Jelasku sembari menunjuk ayunan.

Meski ada 4 buah ayunan disana, 2 diantaranya sedang di mainkan oleh anak anak. Aku malu, aku berniat menunggu area ayunan itu sepi.

Beberapa menit berlalu, anak anak itu pergi menuju area bermain yang lain. Aku dengan segera berdiri dan berjalan sedikit mengendap endap, di buntuti Fharen yang melihatku sedikit menggelengkan kepalanya.

Akhirnyaaa...

Akhirnya aku bisa naik ayunan, senyum lebar tak bisa lepas dari wajahku, aku senang. Ku dorong perlahan ke belakang lalu maju ke depan, begitu berulang ulang.

"ASIIIKKK, YUHUUU~" teriakku sedikit kencang.

Semakin lama semakin kencang ayunan yang aku mainkan, ke depan ke belakang.

Fharen yang sedari tadi diam hanya memvideo dan memfotoku tiba tiba mewanti wanti. "HEH, PELAN PELAN!"

Aku yang baru sadar ternyata ada Fahren di sampingku sedari tadi tiba tiba malu. Hilang sudah jiwa cool dan anggunku yang selama ini aku jaga di depan Fharen, bodo amat lah.

Aku memelankan laju ayunanku, melihat Fharen dan tersenyum kaku.

Hehe.

"Kamu kaya anak kecil aja, ih!" Fharen tersenyum.

"Emang masih bocil," ucapku membalas senyumnya.

Fharen duduk di ayunan sebelahku. "Ih, masa kecil kurang bahagia." Cicit Fharen.

"Emanggg~" jawabku bernada, sembari kembali mengayunkan pelan ayunanku.

Baru beberapa menit duduk, Fharen berdiri. Fharen berjalan ke arah belakang ayunanku, di dorongnya pelan.

"Sini aku dorongin," ucapnya lembut.

Fharen benar benar mendorong ayunanku perlahan, masih sembari memfoto dan memvideoku diam-diam.

Namun, semakin lama Fharen justru semakin asik dengan ponselnya. Aku yang sedari tadi main ayunan tidak memegang ponsel sama sekali. Aku sedikit kesal.

Fharen terlihat sibuk mengetik, entah chattingan dengan siapa.

"Ih, chattingan sama siapa?" Tanyaku cemberut.

Fharen tersenyum. "Sama siapa, we..." jawabnya membuatku semakin kesal.

"IH, SIAPAAA?!" tanyaku berhenti melajukan ayunanku.

"Engga sama siapa siapa, lagian chat juga ngomongin kamu, kok." Jawab Fharen memperlihatkan ponselnya.

Fharen hanya memperlihatkan ponselnya, bukan berarti aku bisa memegang ponselnya. Terlihat foto diriku yang tengah bermain ayunan, Fharen mengirimnya kepada seseorang, tidak sempat ku baca siapa orang itu.

𝐃𝐢𝐬𝐚𝐬𝐭𝐞𝐫 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang