18 ; satu minggu

52 9 10
                                    

Hari-hari berlalu dengan cepat, tepat sudah satu minggu hubungan kami berjalan. Pagi yang tenang, tidak ada guru yang masuk ke dalam kelasku-jam kosong. Meski begitu, hatiku sedikit menghawatirkan Fharen pagi itu. Pasalnya Fharen belum membalas pesanku dari pagi dan sekarang sudah waktunya bell istirahat berbunyi.

Lama mendapat balasan dari Fharen, aku Kembali mengecek ponselku. Dengan terkejutnya aku melihat status Fharen beberapa menit lalu. Pantas saja dia tidak membalas chatku tadi pagi. Tepat jam 10 siang, ku dapati statusnya yang memberitahukan bahwa dia baru saja mengalami kecelakaan. Aku mereply status itu dengan khawatir. Fharen meminta maaf baru saja mengabariku.

Meski tidak ada guru di kelasku, tetap saja kami mendapatkan tugas. Di sela-sela aku mengerjakan tugas, aku berusaha menghubungi Fharen karena khawatir. Mencoba chatting dan mengirimkan voice note.

Fharen menceritakan semuanya, jalanan licin akibat hujan malam tadi membuat Fharen kesulitan menghentikan motornya saat lampu mendadak menjadi warna merah. Fharen yang kehilangan kendali menabrak mobil yang melaju didepannya sedikit kencang.

Tapi kamu gapapa?

Ada yang luka ga?

Ada yang berdarah ga?

Engga

Gapapa aku kan kuat

Ih serius

Tetep aja bikin khawatir

Lain kali hati-hati ih

Jangan ngebut-ngebut lagi

Pelan-pelan aja

Iyaaa

Tadi ngebut, kan takut telat

Sekarang kamu di mana?

Sekolah

Baru nyampe

Ih kenapa ga istirahat aja?

Pulang aja ih istirahat

Engga mau

Nanti kalo aku engga sekolah ga bakal ketemu kamu

Ih serius

Udah istirahat aja

Anak yang satu ini benar-benar membuatku khawatir, tetapi melihatnya sudah bisa bercanda seperti itu aku yakin dia sudah merasa baikan. Sudah satu minggu berjalan, tetapi masih sulit untukku memanggilnya "sayang" bukan dipungkiri, jujur aku pertama kali memanggil 'sayang' kepada pacar-pacarku dulu setelah tiga bulan hubungan kami berjalan.

Jam kosong aku habiskan dengan chattingan bersama Fharen. Saat tiba bell pulang berbunyi Fharen menghampiriku di kelasku yang sudah kosong. Singkatnya setelah kami berdua duduk Bersama aku mulai mewawancarai Fharen khawatir.

"Kamu kenapa bisa kaya gitu? Gimana ceritanya? Ceritain!"

"Kan, tadi udah,"

"Kurang jelas, ih! Gimana? Kenapa bisa gitu? Lain kali hati-hati, ah!"

"Iya, iya,"

"Nanti mah pelan-pelan aja! Jangan ngebut-ngebut!"

"Iya, iya,"

"Ada yang luka engga? Ada yang berdarah ga?"

"Engga,"

"Kaki kamu sakit?"

"Udah engga sekarang,"

"Di suruh istirahat aja di UKS, bandel!"

"Engga mau, ah,"

Aku tahu aku cerewet dan bawel, tetapi itu semua karena aku khawatir pada Fharen.

"Ih, cerita!" aku cemberut karena Fharen sibuk memainkan ponselnya.

𝐃𝐢𝐬𝐚𝐬𝐭𝐞𝐫 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang