09 ; nonton

36 22 2
                                    

Semester 6, bulan pertama—Januari—akan berakhir. Hari-hari berlalu seperti biasa, seperti contohnya saat ini. Saat kelas 12 belajar daring dari rumah dan kelas 10 beserta kelas 11 belajar luring di sekolah. Seperti biasa juga aku sedang mengerjakan tugasku dan seperti biasa aku sedang berbalas chatting dengan Fharen. Entah mengapa aku memang bosan dengan topiknya, tetapi justru topik itu tidak pernah habis, selalu saja ada.

Hari itu, hari Jumat. Tepat saat pelajaran matematika yaitu pelajaran terakhir hari ini. Ibu Ida—guru matematika—memberi kelas kami tugas yang harus di kumpulkan paling lambat besok pagi jam 8—hari Sabtu. Ketika jam pelajaran telah usai—jam 12 siang—aku mulai mengerjakan tugas matematika itu, di temani chatting dari Fharen yang aku jawab seadanya karena aku harus fokus mengerjakan tugas.

Kamu hari ini free ga?

Kata kamu, kamu free nya hari Jumat aja

Karena Senin sampe Kamis bantu papah kamu ngajar ngaji?

Iya free

Kenapa?

Hari ini bisa main ga?

Bukannya kamu ada jadwal ceramah?

Kemarin malem kamu bilangnya gitu

Udah aku batalin

Wkwkwk

IH KENAPA? :(

Pengen main sama kamu

Wkwk

Aku bingung harus menjawab apa, jujur lagi-lagi aku merasa tidak enak kepada Fharen, kali ini dia berani menolak undangan ceramah hanya untuk bermain denganku. Namun, satu sisi bagaimana dengan tugasku yang belum selesai? Bahkan deadlinenya besok pagi.

Aku belum membalas pesan Fharen, cukup lama pesan itu aku diamkan. Hingga tepat beberapa saat ketika Fharen mengirim foto.

Fharen mengirim foto.

Tebak aku jumatan di mana?

Masjid tempat ayahku mengajar ngaji dan yang lebih parah, jarak masjid itu hanya beberapa rumah dari rumahku. Lebih gawatnya lagi, aku teringat kakak laki-laki dan ayahku juga melaksanakan jumatan disana. Aku benar-benar terkejut, sekaligus takut.

SERIUSAN?!

Serius, nih lihat

Fharen mengirim foto

Fharen benar-benar jumatan dimasjid itu. Aku bingung setengah mati.

Ih ngapain jauh-jauh jumatan di sini?

Fharen mulai menghilang, mungkin jumatan sudah di mulai saat itu. Aku mengalah pada Fharen dan ego-ku, kasihan dia sudah menolak undangan ceramah demi ingin bermain denganku. Aku buru-buru menyelesaikan tugasku beberapa soal meskipun tidak selesai semua. Lalu aku juga buru-buru membereskan meja belajarku.

Segera aku bersiap-siap dengan pakaian seadanya, takut di curigai oleh ibuku. Namun, ketakutan itu justru menjadi nyata.

“Mau ke mana?” tanya ibuku saat aku keluar dari kamar dengan pakaian seadanya ini.

Padahal hari itu aku hanya memakai kaos panjang dan kulot yang biasa aku pakai, tetapi di tambah cardigan dan tas ransel kecil untuk kebutuhanku seperti dompet. Namun, ibuku tetap mencurigai diriku.

“Eh, mau main, Mah,” jawabku yang lagi-lagi tidak bisa berbohong.

“Kemana?”

“Ga tahu. Gimana nanti,”

𝐃𝐢𝐬𝐚𝐬𝐭𝐞𝐫 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang