21. gosip

847 138 11
                                    

We had a beautiful magic love there. What a sad, beautiful tragic love affair

.

.

.

Beberapa orang menjadi bodoh karena cinta. Bahkan, untuknya yang selalu unggul perihal menggunakan otak, kadang kala dikalahkan telak oleh perasaan yang mengambil alih kendali. Seperti Jia, yang saat ini duduk diam dengan pandangan lurus menatap buku yang tersusun rapi di rak.

"Jadi, . . Gimana?" tanya Halina sedikit berbisik.

Jia menghela nafas berat, kemudian menjatuhkan kepalanya diatas buku yang terbuka lebar. "Gue, . . Kalah." jawab Jia. "Gue mau kasih Jevie kesempatan. Boleh, 'kan?" tanya Jia menatap pada Halina yang sibuk berkutat dengan buku dihadapannya.

"Terserah!"

"Marah ya?" tanya Jia, lalu menegakkan kembali tubuhnya. "Haiz, . ." panggil Jia, saat tidak mendengar jawaban apapun dari Halina.

Halina menoleh untuk menatap Jia. "Ji, kalau gue kasih saran pun percuma! Orang kalau udah cinta itu, kita yang waras berasa lagi ngomong sama orang tuli, nggak akan didengar. Percuma, kan?!" jelas Halina kembali membaca bukunya.

"Oke! Tarik ke beberapa minggu lalu, waktu kita ke puncak. Lo ingat? Gue juga bikin salah Haiz ke Jevie."

Halina langsung merubah tatapannya menjadi sinis. "Tentang lo yang ciuman sama Haikal?" tanyanya.

"Iya! Semuanya jadi sama, gue juga nyakitin Jevie karena ciuman sama Haikal."

Halina kembali menoleh kepada jia. "Beda Jia beda! Lo cium Haikal itu karena permainan, kalau Jevie tidur sama Yuki memang karena dianya aja yang goblok."

"Kita sama-sama salah."

"Iyaudah, iya!" sergah Halina cepat. "Ngomong sama lo tuh, imbang aja susah, apalagi menang. Terserah!" sindir Halina. Kemudian mengembalikan kembali fokusnya pada buku berbahasa Belanda dihadapannya.

Jia lagi-lagi menghela nafas lelah, dan memilih untuk tidak melanjutkan obrolan mereka yang tensinya mulai naik. Jika dilanjutkan, mungkin saja mereka akan terlibat perang dingin dalam beberapa hari kedepan. Jia tidak ingin itu terjadi, karena Halina tidak sepenuhnya salah. Itu wajar, sebagai bentuk kekhawatiran Halina untuk Jia.

.

.

.

Setelah hampir sejam menghabiskan waktu di perpustakaan, Jia dan Halina memilih menyudahi belajarnya untuk mengisi perut mereka yang sudah protes meminta diisi. Langkah mereka memasuki tenda pedagang kaki lima, tepat di depan kampus. Memesan bakso yang kemudian mengambil posisi duduk ditempat kosong sembari menunggu dengan damai pesanan mereka.

"Annyeong cinggu." sapa Kalila, yang entah bagaimana sudah mengambil posisi duduk dihadapan Jia dan Halina.

Baik Jia maupun Halina tidak merasa terganggu sedikitpun, keduanya membiarkan Kalila duduk sembari merapikan tas dan buku-buku yang dibawa Kalila.

"Dari mana La?" tanya Halina.

"Fotocopy depan." jawab Kalila. "Bang, komplit ya satu." lanjut Kalila ikut memesan bakso.

ROYALATTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang