18. deeptalk

978 133 10
                                        

Hold on to the ones you love, hold on to this time we have and let the light shine through.

.

.

.

Sejak tadi Jevie mencoba mengirimkan banyak pesan untuk Jia. Walaupun tau semua berujung tak terkirim karena Jia memblokir semua komunikasinya, tidak masalah. Jevie hanya ingin mengatakan bahwa dirinya merindukan sosok Jia yang banyak bicara, merindukan sosok Jia yang ceria dan merindukan obrolan random yang sering kali mereka lakukan.

Terdengar ketukan dari luar kamarnya, membuat Jevie segera berjalan untuk membuka kunci kamarnya.

"Hi, . ." sapa Mama begitu pintu sudah dibuka sepenuhnya oleh Jevie. "Mama kangen deh sama Jevie." sambung Mama dengan senyum yang terpatri cantik diwajahnya.

Jevie hanya diam membiarkan keduanya berdiri dalam rasa canggung yang tiba-tiba tercipta antara keduanya.

"Mama, . . Udah terlalu jauh ya sama Jevie?" Jevie langsung menggelengkan kepalanya, menolak penuturan dari Mama. "Kalau gitu kenapa sakitnya nggak dibagi ke Mama? Mama jahat ya sama Jevie?"

Kedua mata mereka berkaca-kaca seakan ucapan Mama barusan menusuk tepat pada mata mereka.

"Boleh Mama tau apa yang bikin Jevie sampai sehancur ini dan bikin Mama ikut merasa hancur."

"Jevie, . . Kangen Mama." dan tepat setelah Jevie mengucapkan apa yang ada dipikirannya, Mama membawa tubuhnya untuk mendekap erat tubuh Jevie. Mengelus surai lembut anaknya sembari tangan lainnya bergerak menepuk punggung Jevie.

"Kita masuk yuk, Mama tidur sama Jevie malam ini." titah Mama, membuat pelukan mereka terlepas dan masuk kedalam kamar Jevie.

Mama dan Jevie tidak seasing itu. Mereka pernah berada dalam posisi saling menguatkan, hanya saja setelah kejadian demi kejadian yang mereka lalui dan pukulan demi pukulan yang sering Jevie terima dari Papa. Keduanya memilih untuk tidak banyak bertingkah, membiarkan sebagaimana hari demi hari mereka lalui tanpa ada obrolan serius yang sering kali menciptakan kekacauan, kemudian berakhir Papa marah dan melampiaskannya ke Jevie. Mereka hanya ingin tetap tenang dengan menuruti semua keinginan Papa.

Jevie berbaring dengan menatap lurus pada langit-langit kamarnya, sedangkan Mama berbaring dengan menghadap lurus pada Jevie. Menatap kegelisahan dari wajah Jevie sembari memeluk guling dalam dekapannya.

Jevie menghela nafas pelan. "Mama ingat orang yang dulu bantu kita? Orang yang ngirim video kekerasan Papa ke media sosial."

"Ingat, dia jaksa kalau nggak salah."

"Mama tau kalau selama ini Papa menaruh dendam sama orang itu?"

"Tau, karena dulu Mama sering dengar obrolan antara Papa kamu sama kakek kamu. Cuman kakek nggak mau bantu, 'kan?"

"Iya benar, karena yang bantu kita termasuk orang penting yang levelnya diatas keluarga kakek."

"Nggak heran sih, karena kelihatan dia berani banget dulu."

Jevie membalikan tubuhnya untuk menghadap Mama, membuat mereka saling menatap satu sama lain. "Tapi apa yang lebih mengejutkan dari dia yang bantu kita?"

"Apa?"

"Aku pacaran sama anaknya dan sekarang aku bingung gimana harus jaga dia dari jangkauan Papa."

ROYALATTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang