15. kilas balik

958 128 19
                                        

I'm never gonna be good enough for you. Can't pretend that i'm alright and you can't change me. I'm sorry i can't be perfect.

.

.

.

Jevie memang bukan terlahir dari keluarga yang harmonis. Sejak kecil dirinya sering kali diacuhkan oleh Papa, walaupun begitu Jevie masih memiliki Mama yang selalu peduli terhadapnya. Bagi Jevie tidak masalah Papa tidak menyayangi dirinya asalkan jangan Mama. Dunia terlalu gelap tanpa kasih sayang seorang Mama.

Bertahun-tahun Jevie sudah terbiasa dengan sikap Papa yang emosional, jika Papa dalam masalah maka yang menjadi amukan kemarahannya antara Mama atau tidak Jevie. Papa memang tidak main tangan, hanya saja ucapan Papa sering kali menyakiti hati Jevie juga Mama. Begitupun Jevie memakluminya, menjadi kepala rumah tangga itu pasti sulit. Jadi Jevie selalu menganggap semua ucapan Papa itu hanya hal yang tidak perlu dianggap serius.

Hingga tragedi itu datang, saat Jevie menginjak bangku akhir SMA. Mama dan Papa terlibat perdebatan serius, semuanya berawal dari kakek yang memaksa Jevie untuk masuk dunia kepolisian. Sedangkan Mama menolaknya karena tau bahwa Jevie ingin kuliah dan mempelajari banyak hal tentang komputer. Malam itu Mama benar-benar mengeluarkan semua emosi yang sejak dulu ditahannya, membuat Mama dan Papa benar-benar berada pada puncak emosi mereka masing-masing.

Perjalanan mereka menuju rumah sudah dipenuhi dengan makian yang membuat kepala Jevie pusing bukan main. Hingga akhirnya Jevie muak dan meminta untuk menepi agar dirinya bisa pulang sendiri tanpa mendengar perdebatan yang menyebalkan.

"Turunin Jevie sekarang!" ucapnya tegas. "Papa sama Mama bikin Jevie pusing." lanjutnya yang kemudian mobil berhenti membuat Jevie langsung turun yang diikuti oleh Mama.

"Mama—"

"Kita belum selesai berbicara, Tania." ucap Papa menahan tangan Tania yang ingin ikut bersama Jevie.

Mama menyentak tangan Papa. "Lepasin bajingan! Jevie anak gue, yang berhak memutuskan masa depan Jevie itu gue. Bukan bapak lo!"

"Kurang ajar lo!" satu tamparan keras mendarat dipipi Mama, membuat Jevie langsung sigap mendorong tubuh Papa.

"PAPA GILA?" teriak Jevie yang detik selanjutnya mendapatkan tamparan yang sama seperti Mama.

Papa mengontrol emosinya. "Tania lo bikin gue kelihatan jadi orang jahat disini. Jangan lupa Tania, gue masih pakai baju seragam." ucap Papa melembut.

"Lo pikir gue peduli, persetan!" maki Mama lagi memegang sudut bibirnya yang terluka.

"Lo—"

Sebuah tangan menahan pergerakan Papa yang ingin memukul Mama. Disana, lelaki berkacamata dengan setelan jas formal menatap Papa dengan raut wajah dingin. "Pasal 44 ayat 1 ; ”Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga akan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak lima belas juta rupiah” saya punya bukti videonya, kalau memang anda suami yang baik jauhkan tangan anda dari istri anda." ucapnya. "Saya bisa memenjarakan anda karena saya punya buktinya. Atau, . . Saya kirim videonya ke media sosial dan biarkan orang-orang memutuskan tindakan anda salah atau benar." sambungnya, kemudian tangan lainnya bergerak memencet tulisan post, dan video terkirim disalah satu platform.

ROYALATTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang