24. can i say? goodbye

983 118 49
                                    

Everyone who says hello, will one day say goodbye. Sometimes without warning orgiving a reason why.

.

.

.

Bian bersama Yunita berlari menelusuri lorong rumah sakit dengan raut wajah penuh khawatir. Disana Yunita sudah menangis sembari memohon pada sang maha kuasa untuk tetap mempertahankan Jia, anak semata wayangnya. Anak gadis yang sangat teramat Yunita cintai melebihi apapun yang ada di dunia ini. Rasa sayangnya memang tak pernah Yunita tunjukkan, tapi kasih seorang ibu tidak pernah hilang walaupun Yunita selalu disibukkan dengan pekerjaannya.

"Mas, . ." panggil Yunita begitu mereka sudah berdiri didepan pintu ruang IGD.

Yunita melihat Aber disana, duduk dilantai dengan kepala yang tertunduk dan tangisan penuh putus asa.

Bian menghela nafas pelan, tangannya bergerak untuk menggenggam gagang pintu dengan ketakutan yang luar biasa. Sampai akhirnya Tania datang bersama Ben dan juga Yuki. Disana Tania dan Yuki sudah menangis dalam rasa takut seperti yang Bian dan Yunita rasakan.

Pintu terbuka, muncul seseorang dengan jas dokter dihadapan Bian. "Keluarga Jia?" tanya dokter melirik satu persatu yang ada dihadapannya.

"Saya." jawab Bian.

"Silakan masuk." titah dokter itu, memberikan jalan untuk Bian dan Yunita masuk.

Tania mendekat. "Dok, Jevie saya? Anak saya gimana?" tanya Tania dengan tangisan dalam diam.

Dokter menarik nafas panjang. "Saya mengucapkan belasungkawa yang teramat dalam, kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan memiliki rencana yang lain. Saya berdoa untuk ibu dan keluarga agar diberikan ketabahan." jelas dokter, kemudian menunduk untuk memberikan salam sebelum akhirnya meninggalkan Tania dengan jeritan tidak terima.

"JEVIE, . ." jerit Tania dengan tubuh yang meluruh kebawah, meraung menangisi kepergian Jevie.

Semuanya menangis, Ben bahkan mulai menitikkan air matanya walaupun kembali Ben hapus jejak air matanya dengan perlahan. Yuki tak kalah hebat, gadis itu menangis dengan dadanya yang terisak sesak. Yuki bahkan berjalan mundur dengan perasaan yang kalut, baru saja dirinya berdebat dengan Jevie. Baru saja Yuki dan Jevie saling melempar ejekan tapi apa yang baru saja didengarnya?

"Bilang sama Yuki kalau ini bohong." cicit Yuki dengan suara yang melemah.

Ben hanya bisa memeluk tubuh Tania, satu-satunya yang harus terlihat kuat walaupun jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam Ben ikut merasakan hancur. Keluarganya baru utuh kembali, bahkan Ben baru saja merasakan rumah yang hidup setelah bertahun-tahun terasa kosong. Tapi, semesta seakan menuli, beberapa jam lalu Ben merasakan kebahagiaan, lalu sekarang? Jeritan putus asa harus Ben dengar melalui rungunya saat Tania meraung meminta Jevie untuk kembali sadar.

Tania melirik Aber, tubuhnya langsung berdiri kemudian dengan langkah tergesa-gesa Tania mendekati Aber dan menarik tubuh Aber agar berdiri. "BAJINGAN SIALAN." teriak Tania murka dengan tangisan yang tak henti.

"Bapak macam apa lo yang tega bunuh anak sendiri. SIALAN LO ABER SIALAN." teriak Tania memukul secara brutal tubuh Aber yang melemah.

Aber berani bersumpah, bahwa tidak ada niat sama sekali untuk Aber menyakiti Jevie maupun Jia. Aber bersumpah bahwa apa yang baru saja Aber lakukan bukan atas kemauannya, Aber berani bersumpah bahwa Aber tidak ingin hal ini terjadi.

ROYALATTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang