26. akhir segalanya

1.7K 139 24
                                    

Tidak ada seorang pun yang siap dengan perpisahan, namun setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Karena, bukan kah tujuan dari pertemuan itu sendiri untuk menyambut sebuah perpisahan?

.

.

.

Suara palu yang diketuk sebanyak 3 kali menandakan bahwa persidangan telah sampai pada puncaknya. Setelah menjalani beberapa persidangan, akhirnya Aber resmi ditetapkan bersalah atas tindakan kekerasan juga kecelakaan lalu lintas yang merenggut dua nyawa sekaligus dalam kondisi mabuk. Hukuman berlapis Aber terima, dimana untuk kekerasan Aber dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, hal itu dibuktikan pada pasal 44 UU NO 23 tahun 2004 yang dijelaskan bila pelaku kekerasan mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat maka pelaku dipidana hukuman 10 tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) hakim memutuskan hukuman itu dikarenakan bukti yang Jevie berikan sangat lah kuat, dimana Jevie harus terbaring dirumah sakit selama seminggu akibat dari kekerasan yang Aber lakukan. Lalu pada kecelakaan lalu lintas menurut pasal 311 UU 22/2009 ayat (5) dalam hal perbuatan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Artinya Aber harus menjalani 22 tahun hidupnya didalam jeruji besi. Merefleksikan kesalahannya dan menerima segala bentuk konsekuensi dari tindakan yang Aber lakukan.

Tania menatap lurus pada Aber yang sekarang dituntun oleh dua polisi sekaligus. Tangan Tania terkepal kuat, yang kemudian langkahnya Tania bawa secepat mungkin untuk berdiri tepat dihadapan Aber. "Gue bakal berdoa untuk lo tersiksa dalam rasa bersalah, menghantui hidup lo sampai lo nggak bisa tenang bahkan hanya untuk sekedar tidur. Gue akan berdoa untuk neraka jadi tempat terakhir lo dan kematian paling tragis adalah takdir dari akhir kehidupan lo." jelas Tania begitu sudah sampai dihadapan Aber. "Lo pantas untuk mati, Aber. Silakan jemput ajal lo sendiri kalau lo udah menyadari kesalahan lo, karena manusia seperti lo nggak layak untuk tetap hidup." lanjut Tania kemudian berlalu meninggalkan Aber yang tertunduk lesuh.

Bian menarik nafas panjang begitu mendengar apa yang dikatakan Tania. Tangannya segera bergerak merapikan dokumen-dokumen miliknya yang kemudian meninggalkan ruangan persidangan dengan perasaan tak menentu.

Bian berjalan dengan langkah pelan menuju pintu keluar. "Siksa Aber, jangan kasih dia belas kasih. Hukum dia selama di penjara dan pastikan dia tersiksa karena udah bikin saya kehilangan Jia." ucap Aber begitu melirik orang disampingnya.

"Baik, pak." jawab seorang lelaki dengan seragam polisi yang melekat ditubuhnya.

Tanpa menoleh, Bian masih tetap melangkah dengan raut wajah yang datar. "Nyawa dibalas dengan nyawa. Siksa dia sampai di detik terakhir ajalnya." sambung Bian kembali, kemudian langkahnya berbelok dan berjalan ke luar gedung yang menjulang tinggi itu.

Begitu Bian sampai di mobil miliknya. Bian kembali menarik nafas panjang, kemudian dahinya dijatuhkan dengan lemah ke stir mobil, yang detik selanjutnya bahu Bian bergetar bersamaan dengan tangisan yang terdengar pilu. Bian pikir, dirinya sudah benar-benar menjaga Jia sebaik yang Bian bisa. Tapi, nyatanya Bian masih tetap gagal saat dirinya harus kehilangan Jia dalam keadaan yang tidak pernah Bian sangka-sangka. Sedikit banyak hal itu membuat Bian menyalahkan dirinya sendiri, jika malam itu Bian tidak bertindak layaknya super hero mungkin sekarang Jia-nya masih berada disini.

"Maafin Papa, Jia. Maafin Papa udah gagal menjaga kamu." lirih Bian, dengan dada yang terisak kuat. "Papa kangen Jia." lanjut Bian, kemudian menoleh kesamping saat dirinya merasakan udara sejuk menyelimuti tubuh Bian.

Bian semakin menangis terisak, menatap pada bangku sampingnya yang entah bagaimana Bian bisa merasakan Jia ada disana, duduk disamping Bian sembari mencoba menguatkan Bian.

ROYALATTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang