Seperti yang pernah aku katakan pada Alya sebelum nya, bahwa setiap Minggu kami akan pergi jalan jalan. Bukan tanpa alasan aku mengatakan itu hanya saja aku terlalu kesal dengan mamah yang selalu memojokkan aku, menyesal ? Mungkin tidak setelah di pikir pikir baik juga meluangkan waktu bermain dengan Azril. Disini lah kami di play ground untuk menemani Azril bermain, sebenarnya ada list beberapa tempat yang aku ajukan kepada Alya namun dia memilih ke sini dengan alasan bahwa baik untuk Azril yang tengah bertumbuh kembang. Ya sudahlah toh tujuan utama rencana ini adalah demi Azril aku hanya menggunakan dia sebagai tameng dari omelan mamah saja.
Aku sekarang tengah berada di toilet karena kebetulan Rangga menelpon ku karena ada sedikit masalah di kantor tapi syukurlah semuanya sudah bisa di handle.
Dan saat aku kembali aku tak menemukan keberadaan Azril dan Alya, ku edarkan mata ku menyusui setiap toko siapa tahu Alya sedang ada di sana namun tidak ada sampai mata ku bertemu disalah satu kafe yang tak jauh dari arena bermain. Segera ku hampiri dirinya namun aku sedikit terkejut dengan dia yang sedang menangis ?. Ck padahal baru di tinggal sebentar, kenapa dia ?
Ku usap punggung nya mencoba menenangkan namun dia malah semakin menangis dan memelukku, sedikit terkejut namun ku paksakan untuk menenangkan nya.Setelah dirasa tenang aku menanyakan alasan kenapa dia menangis namun dia malah berbohong, emosi ku seketika naik aku tak suka jika orang lain berbohong, ku tanya dia sekali lagi dengan ragu dia menjawab bahwa dia telah bertemu dengan kakaknya yang batal menikah dengan ku. Emosi ku sampai tak terbendung malah tanpa sengaja aku mencengkram tangan dan mendorongnya kemudian mengajaknya pulang. Sampai di rumah pun emosi ku masih saja mendidih tanpa berkata apapun aku langsung menuju kamar Azril untuk menidurkan nya. Setelah menidurkan Azril aku duduk sebentar mencoba mengatur emosi ku yang entah kenapa menjadi tak karuan seperti ini, apa mungkin setelah perkataan Rangga tempo lalu yang membuat ku menjadi seperti ini.
Sore itu seperti biasa Rangga selalu mengajakku untuk menemani dirinya pergi ke makam sang kekasih. Dia adalah Aluna kekasih Rangga yang merupakan sepupu ku, Aluna meninggal karena penyakit leukimia yang di deritanya. Sudah hampir dua tahun Rangga selalu berkunjung ke makam ini katanya dia tak bisa melupakan Aluna yang dulu sempat dicampakkan olehnya. Selalu menangis seperti ini ketika dia berkunjung ke sini. Maaf yang tak mungkin pernah sampai itu terus diucapkannya. Cukup lama dia menangis lalu dia berdiri dan tersenyum.
"Gua pamit ya Lun, maaf sekali lagi karena pernah menyia-nyiakan dirimu " lirih Rangga seraya berbalik dan menepuk pundak ku
"Ayo balik, kasihan bini lo di rumah kalau suaminya gua pinjam lama " kata Rangga yang dengan seenaknya pergi tanpa menunggu.
Setelah sampai di mobil Rangga melajukan mobilnya, kali ini sengaja Rangga yang mengemudi sebagai ucapan terima kasih katanya.
"Bagaimana kabar istri lo ?" Tanya Rangga, aku tak menjawab cukup malas rasanya ketika mengingat pernikahan ini. Egois memang tapi mau gimana lagi semuanya gak bisa dipaksa kan?
"Gua kasih tahu lo ya Gar, sebelum lo menyesal kaya gua. Ditinggal pas udah ngerasa sayang sama dia, giliran dulu ketika dia lagi ada dihadapan gua malah di kacangin. Lo harus tahu ketika rindu dengan orang yang gak mungkin kembali itu itu sakit banget" Kata Rangga sesekali melirik ku. Aku berpura-pura tak mendengar.
"Gua gak butuh respon atau jawaban dari lo, cuma gua ingetin lo bisa jadi sekarang gak suka sama pernikahan ini Tapi suatu saat nanti lo pasti akan senang dengan Alya yang menjadi istri lo sekarang, lo jangan terlalu egois Gar. Lihat pengorbanan Alya, disaat istri lo harus nya mengenyam pendidikan kuliah dia malah harus ngurus anak dan si saat dia harus merasakan jatuh cinta, di sayang, dimengerti lo malah menunjukan rasa tak suka lo dengan terang terangan " kata Rangga menohok, membuat ku terdiam dan mencerna kembali ucapan nya.
"Alya juga bisa lelah Gar, jangan sampai lo bernasib sama kaya gua " ucap Rangga sekali lagi kemudian tak ada lagi percakapan diantara kami.
Kepala ku menggeleng untuk mengusir pikiran pikiran itu, melangkah keluar dan berhenti di ujung tangga. Ku lihat Alya yang tengah duduk tertunduk dan merenung kemudian dia menatap ku, seketika aku memasang wajah marah ku.
"Alya " aku memanggilnya, kulihat dia yang gugup menjawab ku.
"Sini " kataku lagi, dia menghampiri ku dengan takut, ck apa aku semenakutkan itu ?
"K-kenapa kak?" Tanya dia ketara sekali wajahnya yang gugup itu.
"Tolong kerokin saya seperti nya saya masuk angin" kataku asal, tampak tubuhnya yang menegang kaget. Ck apa harus sekaget itu ? Padahal cuma kerokan.
Aku meninggalkan nya yang masih diam tak bergeming.
"Cepat" Teriak ku sengaja agar dia segera menghampiri ku ke dalam kamar.
Aku duduk di tepi ranjang ku lihat Alya yang masuk dengan wajah menunduk, dia berdiri tegak di depanku dengan kedua ujung jari yang saling meremas kebiasaan yang selalu ia tunjukkan ketika dia gugup.
"Duduk sini " kataku sambil menepuk ranjang mengintruksikan dia agar duduk di sana. Alya menurut.
"Alya ada sesuatu yang saya harus bicarakan dengan kamu " Kataku membuka suara.
Alya mendongak menatap ku lurus.
"Ini perihal pernikahan kita " kataku lagi. Ku lihat dia kembali meremas jari jarinya hingga memerah.
"Kamu tahukan kalau sejak awal pernikahan ini seharusnya tidak terjadi, namun sikap bersikeras nya keluarga kita membuat semua terjadi " kata ku menjeda sebelum melanjutkan kembali perkataan ku, Aku melihat respon Alya terlebih dulu dia hanya menunduk mendengarkan.
"Dan tujuan utama saya menikah adalah untuk memberikan sosok ibu bagi Azril " jelas ku tak semua. Sebenarnya masih ada alasan lain aku menikahinya namun aku tak akan memberitahukan itu padanya.
Alya mengangguk aku kembali melanjutkan perkataan ku.
"Sejak awal saya tak menerima pernikahan ini, tapi.." ucap ku terjeda karena kudengar Alya yang kini sudah terisak.
Aku menghela nafas, bagaimana aku harus melanjutkan omongan ku selanjutnya. Ku raih kepalanya dan ku tangkup kedua pipinya menuntunnya untuk melihat kearah ku.
"Tapi, saya mulai berpikir sepertinya saya mulai menerima nya. Jadi bisakah kita memulainya dari awal?" Tanyaku meskipun sedikit ragu apakah keputusan ini sudah benar.
Alya tak merespon dia hanya memandang ku kosong, sepertinya dia terkejut terbukti isakannya sudah tak ada lagi.
"Apa jawaban mu Alya ?" Tanya ku lagi membuat Alya terkesiap dia menarik wajahnya dan menatap ku dalam.
"Apa Alya gak salah dengar?" Tanya nya memastikan, aku menggeleng sebagai jawaban.
"Jadi bagaimana?" Aku bertanya lagi untuk memastikan jawaban dari dia.
Alya mengangguk membuat bibir ku tersenyum. Kemudian keheningan terjadi diantara kami tak ada lagi yang memulai berbicara untuk beberapa saat.
"Kak gara kenapa belum lepas baju ?" Tanya Alya membuat ku sedikit terkejut dengan pertanyaan nya, apa maksud dia ? Kenapa tiba-tiba harus membuka baju ? Bukannya dia hanya meminta memulai kembali hubungan nya dari awal bukan minta yang tidak tidak.
"Ke- kenapa harus buka baju ? Saya tak meminta yang lain " Tanya ku gugup.
"Loh bukannya tadi minta di kerokin " jawab Alya membuat ku berdecak, sial apa yang telah kamu pikirkan Gara.
"Gak jadi, kamu istirahat aja " kataku kemudian beranjak meninggalkan Alya dengan kupingku yang memanas karena malu.
****
Happy reading semoga suka ya minnna~
Jangan lupa vote nya makasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Mom
General FictionAlya terpaksa harus menggantikan Anya sang kakak untuk menikah dengan Gara, orang yang tidak pernah di kenal nya atau bahkan mengenal wajahnya. Permasalahan Alya bukan hanya disitu saja tapi Alya harus dihadapkan dengan situasi yang tak pernah terl...